REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN (21 Juni 2017) — Mudik menjadi agenda besar yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia. Di sisi lain kegiatan massal ini memberikan pengaruh yang signifkan terhadap aktivitas ekonomi nasional. Bahkan mudik tahun ini digadang-gadang mampu menyebabkan perputaran uang yang nilainya setara dengan 9,9 persen APBN Indonesia.
Fakta ini mengemuka dari hasil riset yang dilakukan oleh Indonesian Development and Islamic Studies (IDEAS). Riset tersebut membahas mengenai pola migrasi dan pertumbuhan 20 wilayah aglomerasi di seluruh Indonesia. Di mana pada tahun ini diperkirakan akan ada 33 juta pemudik.
“Secara geografis, mudik adalah fenomena Jawa. Potensi daerah asal pemudik terbesar adalah Jawa, sekitar 68 persen dari total pemudik,” kata Direktur IDEAS Yusuf Wibisono, Rabu (21/6). Adapun potensi daerah tujuan pemudik terbesar juga berada di pulau Jawa.
Dengan kata lain, sebagian besar pemudik berasal dari Jawa dan menuju Jawa. Riset IDEAS memproyeksikan, sekitar 23,5 juta pemudik masih mengandalkan angkutan pribadi. Sedangkan sekitar 9,5 juta pemudik lainnya pulang menggunakan angkutan umum.
Mudik tahun ini akan melibatkan hampir 10 juta kendaraan pribadi, yaitu 3,1 juta mobil dan 6,8 juta sepeda motor. Adapun total pengeluaran dari seluruh pemudik selama arus mudik dan arus balik diprediksi mencapai Rp 142,2 triliun.
Adapun rata-rata pemudik mengeluarkan uang sebesar Rp 4,3 juta setiap orang. Pengeluaran tersebut digunakan untuk membiayai akomodasi, transportasi, makanan-minuman, dan jasa hiburan-rekreasi selama 11 hari perjalanan pulang-pergi mudik.
“Dengan memperhitungkan adanya kebijakan tunjangan hari raya (THR) dan tingkat upah minimum provinsi, kami memproyeksikan 15,3 juta pemudik yang diestimasi berstatus pekerja akan membawa remitansi ke kampung halaman mereka sebesar Rp 63,6 triliun tahun ini,” ujar Yusuf.
Dengan demikian, IDEAS memproyeksikan total perputaran uang selama musim mudik 2017 sebesar Rp 205,8 triliun. Yusuf mengemukakan, untuk sebuah perhelatan temporer dengan durasi sekitar dua pekan, angka tersebut terbilang sangat signifikan. “Bahkan setara dengan 1,5 persen dari PDB (pendapatan domestik bruto) atau 9,9 persen dari APBN 2017,” ujar Yusuf.