Jalan Terjal JKN

Sistem jaminan kesehatan untuk semua penduduk (universal health coverage/UHC) mendapat perhatian luas dalam kebijakan publik di berbagai negara dalam beberapa dekade terakhir. Dalam sistem ini, warga negara menikmati sejumlah pelayanan kesehatan secara cuma-cuma.

Indonesia telah merintis upaya menuju UHC sejak 2005 melalui Askeskin (Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin), kemudian Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) pada 2008 dan berpuncak pada 2014 dengan diluncurkannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

JKN di Indonesia memperlihatkan perkembangan yang menjanjikan. Melanjutkan program Askeskin (2005) dengan 36,1 juta peserta dan Jamkesmas (2008) dengan 76,4 juta peserta, JKN dimulai pada 2014 dengan 133,4 juta peserta, atau sekitar 53 persen dari populasi. Pada 2017, peserta JKN mengalami ekspansi signifikan, menjadi 187,9 juta peserta, atau sekitar 72 persen dari populasi. Pada 2018, peserta JKN diperkirakan akan menembus 207 juta peserta, atau sekitar 78 persen dari populasi. Namun demikian, target UHC (100 persen dari populasi) pada 2019 hampir dapat dipastikan tidak akan tercapai.

JKN secara nyata telah meningkatkan akses masyarakat miskin pada layanan kesehatan. Seiring pertambahan jumlah peserta, pemanfaatan JKN meningkat drastis dari 92,3 juta pada 2014 menjadi 223,4 juta pada 2017. Pemanfaatan JKN per peserta melonjak dari 0,69 pada 2014 menjadi 1,19 pada 2017. Kunjungan di poli rawat jalan RS tumbuh paling cepat, diikuti kunjungan di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama), dan kasus rawat inap di RS.

IDEAS melihat dalam realisasi program JKN tidak selalu berjalan mulus, berbagai persoalan muncul. Defisit anggaran menjadi sorotan utama yang mengundang perdebatan publik.

Dengan besaran iuran peserta JKN yang underpriced dan berada dibawah hitungan aktuaria, maka pendapatan iuran selalu tidak mampu menutup beban jaminan kesehatan.

Pada 2014, rata-rata iuran per peserta berkisar Rp 25.400 per bulan, sedangkan rata-rata klaim per peserta berkisar Rp 26.600 per bulan. Pada 2017, rata-rata iuran per peserta telah meningkat di kisaran Rp 32.900 per bulan, namun rata-rata klaim per peserta telah melonjak di kisaran Rp 37.400 per bulan.

IDEAS menilai Inilah akar dari masalah defisit BPJS Kesehatan yang terlihat semakin akut memasuki usia-nya yang ke-5 tahun. IDEAS juga memperkirakan JKN di masa depan akan menghadapi tantangan yang diuraikan sebagai berikut:

Informalitas Usaha yang Tinggi

Tingkat informalitas usaha yang tinggi, yaitu sekitar 60% angkatan kerja, membuat sulit upaya identifikasi dan penarikan kontribusi dari segmen populasi ini. Jumlah penduduk miskin dan mendekati miskin yang ada di kisaran 100 juta jiwa, dengan tingkat pengangguran dan setengah menganggur yang relatif tinggi, membuat kebutuhan pembiayaan pemerintah adalah signifikan agar JKN dapat mencakup segmen ini.

Kondisi Geografis

Lebih dari 50 persen populasi masih tinggal di daerah pedesaan, dan dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dimana hanya 7 ribu pulau dari 13 ribu pulau yang berpenduduk, menyebabkan skala dan cakupan ekonomis dari penyediaan jasa kesehatan menjadi sulit untuk dicapai.

Perubahan Struktur Populasi

tantangan terbesar masa depan dalam sistem jaminan sosial adalah perubahan struktur populasi sebagai akibat angka harapan hidup yang lebih panjang. Dalam 2-3 dekade ke depan, jumlah penduduk usia tua diperkirakan akan meningkat drastis sementara jumlah penduduk usia kerja akan mengalami stagnasi. Dengan population aging, proporsi penduduk usia tidak produktif, diatas 60 tahun, akan meningkat drastis. Data internasional menunjukkan bahwa seorang individu membutuhkan biaya kesehatan paling besar justru di masa tuanya. Tekanan demografi ini saja, sudah cukup untuk melonjakkan pengeluaran kesehatan secara signifikan di masa datang.

Pergeseran Penyebab Kematian

Seiring penuaan populasi, terjadi pergeseran dalam penyebab kematian. Penyakit kronik yang terkait umur menjadi semakin lazim, seperti penyakit jantung, neoplasma dan diabetes. Penyakit kronis seperti ini membutuhkan layanan medis yang berkelanjutan sepanjang hidup, sehingga dampak ekonominya diperkirakan akan sangat signifikan.

Peningkatan Kasus Penyakit Katastropik

Meningkatnya kasus penyakit katastropik yang diakibatkan gaya hidup tidak sehat seperti merokok. Lebih dari 20 persen beban jaminan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan untuk penyakit katastropik.