Impor Pangan Negeri Agraris

Pemerintahan Jokowi-JK tampil menjanjikan ke tampuk kekuasaan dengan kedaulatan pangan sebagai salah satu program utamanya. Dengan visi menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045, pemerintah mentargetkanswasembada beras, bawang merah dan cabai pada 2016, jagung pada 2017, gula konsumsi pada 2019, kedelai pada 2020, gula industri pada 2025, daging sapi pada 2026 dan bawang putih pada 2033. Bahkan target tidak berhenti pada swasembada, namun meraih surplus produksi yang signifikan sehingga Indonesia akan mampu mengekspor komoditas pangan strategis dan menyandang gelar lumbung pangan dunia pada 2045. Dari importir, menjadi eksportir.

Dengan dukungan anggaran kedaulatan pangan di kisaran Rp 100 triliun setiap tahunnya, sejumlah inisiatif baru dilakukan pemerintah untuk mencapai kemandirian pangan sebagai amanat utama RPJMN 2015-2019, mulai dari perbaikan jaringan irigasi, bantuan alat dan mesin pertanian, asuransi pertanian, pembangunan embung, lumbung pangan perbatasan, dan Toko Tani Indonesia, pengembangan benih unggul, revitalisasi pabrik gula, hingga integrasi jagung-sawit, sapi indukan wajib bunting dan kawasan rumah pangan lestari.

Namun hingga kini memasuki tahun terakhir pemerintahan Jokowi-JK, impor pangan masih membanjiri negeri, bahkan semakin deras. Sepanjang 2018, impor Indonesia untuk 9 komoditas pangan utama, yaitu beras, jagung, kedelai, gandum, gula, garam, bawang putih, daging sapi dan susu, mencapai 24,77 juta ton senilai US$ 9,06 miliar. Angka ini meningkat dari kondisi 2014, dimana impor untuk 9 komoditas pangan utama saat itu “hanya” 19,72 juta ton senilai US$ 8,54 miliar.