Darurat Covid-19

Oleh: Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS (Institute for Demographic and Poverty Studies)

 

Indonesia kini memasuki fase kritis dalam menghadapi pandemi covid-19, sejak pertama kali secara resmi mengumumkan kasus infeksi covid-19 pada 2 Maret 2020. Kini, per 29 Maret 2020 atau hari ke-28, terdapat 1.285 kasus positif terinfeksi covid-19 di Indonesia dengan 114 orang meninggal dunia. Dengan ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kematian dari kasus infeksi (case fatality rate/CFR) tertinggi di dunia, yaitu 8,9 persen. Negara lain dengan jumlah kasus setara Indonesia, memiliki CFR jauh lebih rendah. Thailand dengan 1.388 kasus memiliki CFR 0,5 persen, Arab Saudi 1.299 kasus CFR 0,6 persen, dan India 1.024 kasus 2,6 persen.

Dengan penanganan yang tepat dan memadai, WHO menyebutkan CFR dari covid-19 seharusnya dapat ditekan dibawah 1,0 persen. CFR rata-rata global sendiri saat ini di kisaran 4,7 persen. Dengan demikian, CFR Indonesia yang kini 8,9 persen menunjukkan 2 kemungkinan yang keduanya merupakan situasi darurat: sistem kesehatan nasional telah mencapai batas kapasitas-nya, atau ketidaksiapan pemerintah menghadapi dan mendeteksi penyebaran wabah covid-19. Jika CFR di kisaran “normal”, dengan asumsi konservatif 3,5 persen, kasus infeksi covid-19 yang sesungguhnya kini telah mencapai kisaran 3.257 kasus.

 

Waktu Kritis Menahan Ledakan

Per 29 Maret 2020, sebaran kasus positif covid-19 di Indonesia telah meluas hingga 30 provinsi. Dengan kini penyebaran covid-19 telah menjangkau hampir seluruh wilayah, kesempatan terbaik untuk mencegah penyebaran telah berlalu. Indonesia kini memasuki masa kritis untuk menahan ledakan infeksi. Tanpa ada perubahan kebijakan yang signifikan, jumlah kasus infeksi covid-19 akan meningkat secara eksponensial.

Berdasarkan pola penggandaan di berbagai negara, kasus infeksi covid-19 mengalami ledakan eksponensial ketika di masa awal pandemi tidak dilakukan tindakan-tindakan tegas untuk menahan mobilitas dan interaksi orang yang masif. Italia pada hari ke-30 sejak kasus pertama baru mencatatkan 655 kasus, namun pada hari ke-50 menembus 35 ribu kasus, dan kini hari ke-61 melonjak ke 97 ribu kasus. Lonjakan lebih fantastis dialami Amerika Serikat. Hingga hari ke-50 Amerika Serikat baru mencatatkan 583 kasus, namun kini di hari ke-70 meroket ke 141 ribu kasus!

Dengan kondisi saat ini, tanpa perubahan kebijakan, terhitung sejak 2 Maret 2020, kami memproyeksikan ke depan jumlah kasus infeksi covid-19 Indonesia akan menembus 2 ribu kasus pada hari ke-35 (5 April 2020), menembus 10 ribu kasus pada hari ke-50 (20 April 2020), menjelang bulan Ramadhan 24 April 2020, dan menembus 50 ribu kasus pada hari ke-61 (1 Mei 2020). Proyeksi mengkhawatirkan ini mengharuskan adanya perubahan kebijakan yang drastis untuk menahan ledakan secepatnya. Sekarang ini juga! Desperate times ask desperate measures.

China melakukan tindakan tegas dengan menetapkan lockdown kota Wuhan pada 23 Januari, diikuti lockdown Provinsi Hubei pada 24 Januari dan kemudian memberlakukan pembatasan sosial (social distancing) skala besar di seluruh China dengan meliburkan semua sekolah dan menutup pusat keramaian. Semua tindakan tegas itu dilakukan ketika secara resmi China baru memasuki hari ke-16 pasca kasus pertama, dengan 2 ribuan kasus. China baru dapat mengendalikan wabah covid-19 satu bulan kemudian, dengan kasus positif terinfeksi menembus kisaran 80 ribu kasus!

Hingga kini tindakan umum Indonesia menghadapi wabah covid-19 adalah lunak, hanya himbauan social distancing untuk belajar, bekerja dan ibadah di rumah (stay at home) dan restriksi lunak meliburkan sekolah. Beberapa daerah telah menerapkan restriksi lebih luas seperti menutup tempat wisata, menutup perkantoran, melarang keramaian, hingga pembatasan ibadah bersama di tempat ibadah. Namun tindakan pemerintah daerah ini cenderung sporadis dan tidak terkoordinir.

 

Prioritas Mendesak: Menyelamatkan Jawa

Kami memandang bahwa kondisi saat ini sudah memenuhi kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat. Kami mendorong pemerintah pusat secepatnya mengambil tindakan tegas sesuai UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yaitu tindakan moderat jangka pendek dan tindakan tegas jangka menengah. Dalam jangka pendek (1 pekan ke depan), pemerintah harus menetapkan Karantina Wilayah secara total di episentrum wabah yaitu Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), dan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Jawa lainnya. Dalam jangka menengah (2 pekan ke depan), pemerintah harus menetapkan Karantina Pulau Jawa secara total dan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Indonesia lainnya. Tindakan moderat jangka pendek dan tindakan tegas jangka menengah ini akan mencegah ledakan kasus infeksi covid-19 secara signifikan (flattening the curve).

Pada hari ke-70 (10 Mei 2020), kami memproyeksikan dengan tindakan moderat kasus infeksi covid-19 berada di kisaran 110 ribu kasus, namun dengan tindakan tegas dapat ditekan hingga kisaran 30 ribu kasus. Tindakan ini akan menjadi tidak berguna jika terlambat dilakukan. Italia baru menerapkan lockdown pada hari ke-51 (19 Maret) ketika kasus telah menembus 40 ribu kasus. Di hari ke-61, Italia menyaksikan 97 ribu kasus. Dengan pola saat ini, tanpa perubahan kebijakan, kasus infeksi covid-19 Indonesia kami perkirakan dapat menembus 200 ribu kasus pada hari ke-70.

Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) adalah episentrum wabah covid-19. Lebih dari setengah kasus infeksi covid-19 terjadi di Jabodetabek. Dengan posisi dan keterkaitan ekonomi-sosial Jabodetabek yang kuat dengan wilayah lainnya, terutama daerah Jawa lainnya, menjadi prioritas tertinggi mengkarantina wilayah Jabodetabek untuk mencegah eskalasi penyebaran wabah di Jawa dengan lebih dari 150 juta penduduk.

Dalam 1 pekan ke depan, kami mendorong ditetapkannya Karantina Total Jabodetabek, tidak hanya untuk mencegah penyebaran ke luar wilayah namun juga mencegah penyebaran intra wilayah. Karantina Jakarta saja tidak memadai, karena telah menyatunya aktivitas warga Jabodetabek. Dengan kepadatan penduduk Jabodetabek yang sangat tinggi, di kisaran 11.100 jiwa per Km2, penyebaran covid-19 dapat terjadi secara eksponensial. Dibutuhkan akselerasi dan penguatan kebijakan karantina di Jakarta dan wilayah sekitarnya demi melindungi lebih dari 30 juta warga Jabodetabek.

Dalam 1 pekan ke depan juga kami mendorong ditetapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jawa di luar Jabodetabek, terutama melarang aktivitas mudik/pulang kampung. Wilayah metropolitan di Jawa amat potensial menyebarkan covid-19 ke seluruh Jawa. Selain Jabodetabek, metropolitan lain yang berpotensi besar menjadi episentrum wabah berikutnya adalah koridor Bandung-Cimahi dengan kepadatan penduduk di kisaran 15 ribu jiwa per Km2, Yogyakarta (13 ribu), Surakarta (11 ribu), dan Surabaya-Mojokerto (8 ribu).

Sementara itu dalam 2 pekan ke depan, kami merekomendasikan ditetapkannya Karantina Pulau Jawa secara total. Dengan kepadatan penduduk Jawa di kisaran 1.100 jiwa per Km2, lima kali lipat lebih padat dari Italia, menjadi krusial membatasi aktivitas Jawa secara masif. Penyebaran covid-19 akan memasuki fase krusial memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri, terkait ritual mudik tahunan. Mudik adalah fenomena Jawa. Kami memperkirakan sekitar 70 persen pemudik berasal dari Jawa dan menuju Jawa, terutama dari wilayah metropolitan Jawa ke daerah pedesaan Jawa. Tanpa karantina Pulau Jawa, akan terjadi ledakan penyebaran covid-19 yang masif.

Dalam 2 pekan ke depan kami juga mendorong ditetapkannya pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Indonesia selain Jawa. Meski kepadatan penduduk luar Jawa rendah, namun karena penyebaran wabah telah meluas di hampir seluruh wilayah, tetap dibutuhkan pembatasan sosial berskala besar untuk menekan penyebaran di luar Jawa. Restriksi lebih keras, bahkan karantina wilayah,  perlu diberlakukan pada metropolitan di luar Jawa yang berpotensi menjadi episentrum wabah seperti Makassar dengan kepadatan penduduk di kisaran 8.600 jiwa per Km2, Medan-Binjai (7 ribu), dan Denpasar (7 ribu).

 

Republika, 1 April 2020