Atas nama daya saing dan investasi, pemerintah sejak awal tahun gencar mendorong omnibus law RUU Cipta Kerja. Kehadiran pandemi dan krisis Covid-19 menjadi pembenaran untuk semakin memacu pembahasan RUU yang dipenuhi berbagai kontroversi ini di parlemen. Salah satu kontroversi RUU Cipta Kerja ini ada di klaster ketenagakerjaan, dimana RUU bertujuan menurunkan biaya tenaga kerja Indonesia yang dipandang mahal dan memberatkan pengusaha.
Hingga kini, Indonesia masih mengandalkan comparative advantage dengan biaya tenaga kerja murah dan pasar domestik yang besar sebagai daya tarik utama perekonomian. Ketika negara-negara lain telah jauh bergerak ke competitive advantage dengan adopsi teknologi tinggi, aktivitas R&D, dan keahlian tenaga kerja, bahkan melangkah ke collaborative advantage dengan keunggulan yang diraih melalui aliansi strategis, klasterisasi industri, kemitraan pemerintah-swasta, dan reformasi birokrasi, kita masih terus menuding upah buruh sebagai faktor utama lemahnya daya saing perekonomian.