KOMPAS.com — Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), melihat penghapusan upah minimum kabupaten-kota (UMK) berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan buruh yang upahnya telah berada di atas UMK. Penghapusan UMK ini merupakan salah satu poin di dalam RUU Cipta Kerja.
“Dihapuskannya UMK berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan 12,4 juta pekerja di Jawa yang pada 2019 upahnya telah berada di atas UMK. Pada gilirannya, dihapuskannya UMK akan menekan tingkat upah 39,4 juta pekerja Jawa secara keseluruhan, khususnya pekerja tidak tetap dengan sistem pengupahan mingguan, harian, borongan dan per satuan hasil,” kata Peneliti IDEAS Askar Muhammad, dalam diskusi virtual membahas hasil riset Nasib Buruh, Pengangguran dan Program Prakerja di Masa Pandemi, Rabu (30/9/2020).
Askar menekankan, upah buruh akan semakin murah dengan hilangnya UMK tersebut. Pasalnya yang tersisa adalah upah minimum provinsi ( UMP) yang penentuannya didasarkan pada pertumbuhan ekonomi daerah saja, tanpa menyertakan inflasi.
“Dengan UMP umumnya jauh lebih rendah dari UMK maka kehilangan UMK yang merupakan jaring pengaman upah di tingkat lokal, akan menjadi pukulan keras bagi pekerja,” ucapnya.
Dari 63,8 juta pekerja di Indonesia, hanya seperlimanya yang berstatus pekerja tetap dengan upah relatif memadai. Sisanya adalah pekerja tidak tetap yang terperangkap pada pekerjaan dengan upah rendah.
“Terlihat jelas bahwa, tanpa RUU Cipta Kerja sekalipun, upah pekerja Indonesia secara umum sudah rendah, di mana lebih dari 50 persen pekerja memiliki upah di bawah UMP yang pada 2019 rata-rata di kisaran Rp 2,5 juta,” ujar Askar.
Menurut IDEAS, saat ini upah rata-rata pekerja sudah rendah dan diprediksi akan semakin rendah bila RUU Cipta Kerja diterapkan. Untuk 2019 misalnya, upah rata-rata pekerja di 511 kabupaten-kota adalah lebih rendah dari UMP.
“Hanya tiga daerah yang upah rata-rata pekerja di atas UMP yaitu Bekasi, Depok dan Bekasi. Dihapuskannya UMK dipastikan akan semakin memperburuk tingkat upah dan kesejahteraan pekerja secara keseluruhan,” katanya.
Askar menyebutkan, kebijakan upah minimum di tengah lemahnya serikat buruh dan stagnannya upah kelas menengah amat bermanfaat. Tidak hanya untuk penanggulangan kemiskinan, namun juga memperbaiki hubungan industrial dan kinerja makroekonomi.
Dia mengatakan, setidaknya ada tiga manfaat dari kebijakan upah minimun. Pertama, upah yang lebih tinggi akan secara efektif menurunkan perselisihan kerja antara buruh dan pemberi kerja sekaligus meningkatkan produktivitas buruh.
Berikutnya upah yang lebih tinggi juga akan memberi dampak stabilisasi pada pengeluaran konsumen. Perekonomian secara keseluruhan akan lebih sejahtera karena lebih banyak pendapatan yang diterima pekerja akan meningkatkan daya beli mereka, sehingga menciptakan permintaan baru untuk barang dan jasa.
“Ketiga, kebijakan upah minimum memiliki dampak makroekonomi yang besar karena berfokus pada perbaikan tingkat upah kelas pekerja terbawah, yang merupakan mayoritas populasi. Berbagai masalah sosial dari rendahnya upah, seperti kemiskinan dan kriminalitas otomatis terminimalisir,” ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Riset IDEAS: Penghapusan UMK Bakal Turunkan Kesejahteraan 39,4 Juta Pekerja “, Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2020/09/30/200700226/riset-ideas–penghapusan-umk-bakal-turunkan-kesejahteraan-39-4-juta-pekerja-.
Penulis : Ade Miranti Karunia
Editor : Erlangga Djumena
Bolehkah, saya berlangganan artikel web ideas.or.id?
Silakan, Pak.
Terima kasih.