Putusan MK yang menetapkan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat serta penetapan UMP (Upah Minimum Provinsi) 2023 yang rata-rata naik sekitar 7,25 persen berdasarkan Permenaker No. 18/2022, bukan lagi berdasarkan PP No. 36/2021 yang merupakan turunan UU No. 11/2020, sempat memunculkan optimisme bahwa pemerintah tidak akan lagi mengusung kebijakan upah buruh murah sebagai strategi utama dalam menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja. Namun terbitnya Perppu No. 2/2022 tentang Cipta Kerja mementahkan harapan tersebut.
Penentuan upah minimum dalam Perppu Cipta Kerja selain mempertimbangkan faktor pertumbuhan ekonomi dan inflasi, juga memperhitungkan “indeks tertentu” yang cenderung menjadi ruang diskresi bagi pemerintah untuk menjaga upah minimum tetap rendah. Bahkan Perppu Cipta Kerja juga menetapkan pemerintah berhak merubah formula penetapan upah minimum dalam “kondisi tertentu” yang sangat terbuka untuk ditafsirkan secara luas. Rezim upah murah secara jelas masih terus menjadi semangat utama Perppu Cipta Kerja.