TEMPO.CO,JAKARTA – Sejumlah kalangan menganggap pembangunan bandara untuk penumpang prioritas alias VVIP di Kabupaten Penajam Paser Utara bakal menambah daftar infrastruktur yang sepi pengguna. Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, mengatakan uang negara akan mubazir bila bandara yang dekat dengan kawasan inti Ibu Kota Nusantara (IKN) itu hanya digunakan untuk kepentingan pemerintah dan tamu negara.
“Sementara kalau diarahkan ke fungsi komersial, potensi penumpangnya rendah. Kalau dipaksakan malah berpotensi jadi pemborosan,” ujarnya, kepada Tempo, kemarin.
Proyek bandara VVIP IKN sudah diwacanakan Badan Penelitian dan Pengembangan atau Balitbang Kementerian Perhubungan sejak Oktober 2019. Lapangan udara itu dibuat untuk memisahkan slot penerbangan penumpang selevel kepala negara, pemimpin lembaga, serta tamu pemerintah dari layanan reguler. Namun layanannya tetap diselaraskan dengan empat bandara di Kalimantan Timur, terutama Bandara Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan serta Bandara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto di Samarinda.
Belakangan, proyek bandara anyar itu akhirnya diperjelas dengan Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2023 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandara VVIP IKN. Menteri Perhubungan serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ditunjuk Presiden sebagai pelaksana proyek. Untuk alasan keamanan, proyek ini akan dibangun di lokasi yang berjarak 10-15 kilometer dari inti IKN.
Dalam rapat di Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa lalu, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara menyatakan total biaya proyek Bandara VVIP IKN mencapai Rp 680 miliar. Kementerian Perhubungan mengalokasikan dana Rp 136 miliar untuk konstruksi awal proyek itu pada November mendatang. Sisa kebutuhan dana sebesar Rp 536,4 miliar masih diusulkan ke Dewan.
Nilai Investasinya Dianggap Terlalu Mahal
Pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, 22 Agustus 2023. ANTARA/M Risyal Hidayat
Dari informasi Kementerian Pekerjaan Umum, terminal penumpang bandara ini didesain seluas 7.000 meter persegi, sudah termasuk area VVIP seluas 2 ribu meter persegi—sisanya untuk VIP. Terminal itu digarap Kementerian Perhubungan. Adapun Kementerian Pekerjaan Umum akan mengerjakan landasan pacu sepanjang 3.000 x 485 meter dan landasan penghubung (taxiway), apron atau lahan parkir pesawat, serta jalan tol pendukung. Bila sesuai dengan rencana, jarak bandara VVIP ke Bandara Sepinggan hanya 25 kilometer dan ke Bandara Pranoto sekitar 107 kilometer.
Menurut Yusuf, fasilitas untuk mobilitas pejabat negara lebih cocok dibiayai swasta, terutama karena kas negara sudah terserap ke IKN. Pada periode 2022-2024, Kementerian Pekerjaan Umum juga menghabiskan APBN hingga Rp 66,8 triliun untuk pembangunan berbagai infrastruktur perdana di IKN. Biaya proyek bandara VVIP IKN pun dianggap terlalu mahal, padahal hanya difungsikan untuk pemerintah.
“Bandara IKN memakai Rp 680 miliar untuk lahan seluas 200 hektare,” tutur dia. “Nilainya 2,5 kali lebih mahal dibanding Bandara Kertajati yang investasinya Rp 2,6 triliun untuk 1.800 hektare.”
Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat. TEMPO/Prima Mulia
Bandara Kertajati di Majalengka, Yusuf meneruskan, menjadi salah satu proyek nasional yang sepi pengguna. Alih-alih untuk penerbangan berjadwal dan kargo, bandara hasil prakarsa pemerintah Jawa Barat itu hanya terpakai untuk keperluan umrah dan haji, serta kargo.
Yusuf pun mengingatkan soal Bandara Jenderal Besar Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah, yang hanya pernah diterbangi 12 kali sejak diresmikan pada 21 Juni 2023. Padahal investasi pembangunannya menembus Rp 350 miliar.
Ada juga Bandara Wiriadinata di Tasikmalaya yang sepi penumpang sejak resmi dibuka pada Februari 2019. Dengan anggaran pembangunan lebih dari Rp 30 miliar, bandara Tasikmalaya tak diminati maskapai—terakhir dimasuki Susi Air yang terbang ke Jakarta sejak Agustus 2022
“Jangan menambah jumlah bandara yang mati suri karena dibangun tanpa fungsi yang jelas,” kata Yusuf.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyarankan agar bandara VVIP itu dibiayai serupa bandara perintis. Agar tak semata-mata menjadi fasilitas untuk pejabat dan militer, dia menyebutkan proyek baru itu dipakai untuk menyambut calon investor IKN. Pemerintah bisa menarik biaya dari pendaratan jet pribadi milik calon pemodal. “Bisa melayani pesawat carter milik investor kelas kakap,” ucapnya. “Bandara VVIP juga bisa dipakai pemerintah untuk penjualan avtur.”
Berbeda pandangan, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menilai pemakaian bandara VVIP cukup untuk pemerintah saja, terutama untuk pengamanan presiden. Pasalnya, IKN belum didukung lapangan udara untuk kebutuhan TNI Angkatan Udara. “Urusan pertahanan keamanan membutuhkan bandara khusus. Tapi artinya dananya tidak berasal dari Kemenhub saja.”
Dalam rapat di Dewan Perwakilan Rakyat, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Maria Kristi Endah Murni, mengatakan lembaganya sedang menyiapkan dokumen perencanaan bandara VVIP. “Dokumen tersebut mencakup studi kelayakan, rencana induk penetapan lokasi, dan rencana teknik terinci,” kata dia.
Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia, Alvin Lie, mengatakan pengkajian teknis kelaikan lokasi bandara membutuhkan durasi setahun. Salah satu waktu terpanjang untuk pengkajian itu dipakai untuk penentuan karakter angin guna menentukan arah landasan pacu. “Kalau belum ada pengkajian kelayakan dan teknis, tidak realistis untuk dibangun mulai November 2023. Ini jelas hanya kejar tayang.”
Sumber: https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/484322/ancaman-sepi-bandara-ikn