Susah Payah Tekan Harga Beras

TEMPO.CO,JAKARTA – Guyuran bantuan sosial pangan berupa beras kepada lebih dari 21 juta keluarga penerima manfaat dalam tiga bulan ke depan diragukan bisa meredam lonjakan harga beras di pasar. Tanpa upaya menggerojok pasokan ke pasar, harga beras diperkirakan bisa terbang bebas.

“Ini memang salah satu opsi untuk menenangkan publik, tapi belum tentu ampuh menurunkan harga beras,” kata Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri, kepada Tempo, kemarin, 11 September 2023.

Ia mengatakan, hingga saat ini, beras dari penggilingan masih dibanderol tinggi. Karena itu, harga komoditas tersebut di pasar terus menanjak. Menurut Mansuri, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan bantuan sosial untuk mengendalikan harga beras. Solusi menekan harga adalah segera mengguyur pasokan ke pasar.

“Bansos untuk menaikkan ketenangan publik, meredakan kekhawatiran,” kata Mansuri. “Tapi faktor dominan dalam menurunkan harga pangan adalah barang harus banyak di pasar.”

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Mujiburrohman, juga sepakat bantuan sosial tak bisa meredam kenaikan harga dan membuat harga beras mencapai keseimbangan baru. “Kecuali produksi beras melimpah,” kata dia. Mujib memperkirakan harga beras medium bisa mencapai Rp 14 ribu per kilogram apabila tren kenaikan harga tak berhenti.

Pekerja menata karung beras di Pasar Perumnas Klender, Jakarta, 28 Agustus 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Rekor Harga Beras

Hingga kemarin, harga beras medium di tingkat pedagang eceran secara nasional rata-rata Rp 12.760 per kilogram dan harga rata-rata beras premium Rp 14.390 per kg. Harga tersebut melonjak dibanding periode setahun sebelumnya,11 September 2022, yang hanya Rp 10.940 per kg untuk beras medium dan Rp 12.480 per kg untuk beras premium.

Harga beras medium dan premium kemarin pun sudah melampaui harga eceran tertinggi (HET) di seluruh Indonesia. Padahal HET baru dinaikkan pemerintah pada Maret lalu.

HET di zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi) sebesar Rp 10.900 per kilogram untuk beras medium dan Rp 13.900 per kilogram untuk beras premium. Sementara itu, batas harga eceran untuk zona 2 (Sumatera, selain Lampung dan Sumatera Selatan; Nusa Tenggara Timur; dan Kalimantan) sebesar Rp 11.500 per kilogram untuk beras medium dan Rp 14.400 per kilogram untuk beras premium. Adapun HET zona 3 (Maluku dan Papua) adalah Rp 11.800 per kilogram untuk beras medium dan Rp 14.800 per kilogram untuk beras premium.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras eceran naik hingga 13,76 persen secara tahunan pada Agustus 2023. Kenaikan harga tersebut merupakan rekor tertinggi sejak Juni 2012, yakni sekitar 16,76 persen.

Berdasarkan pengamatan BPS, secara musiman produksi beras bulanan selalu terjadi pada periode Agustus hingga akhir tahun. Namun produksi pada periode September hingga Desember 2023 cenderung berada di bawah kebutuhan. Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebelumnya mengantisipasi adanya penurunan produksi beras akibat kemarau panjang atau El Nino mencapai 5 persen.

Karena itu, pemerintah memutuskan menyalurkan bantuan pangan beras tahap kedua selama tiga bulan. Bantuan beras itu akan digelontorkan sebanyak 210 ribu ton setiap bulan. “Masyarakat jangan sampai terkena dampak harga beras. Inflasi kita pun masih terjaga di 3,2 persen,” kata Presiden Joko Widodo kala meluncurkan bantuan pangan cadangan beras pemerintah tersebut.

Jokowi mengklaim bantuan pangan ini akan membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, khususnya selama tiga bulan ke depan. Bantuan pangan ini juga diharapkan dapat membantu mengendalikan harga beras di pasar. Selain memberikan bantuan sosial, Jokowi mengatakan pemerintah telah mengguyur pasar retail dan Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta dengan beras dari Perum Badan Urusan Logistik (Bulog).

Pemerintah menyiapkan berbagai upaya tersebut untuk mengantisipasi kenaikan permintaan di tengah kurangnya produksi beras hingga akhir tahun. Apabila tidak diantisipasi, harga beras dikhawatirkan semakin melonjak. “Hal ini juga tentunya kita harapkan bisa menekan laju kenaikan harga beras,” ujar Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi.

Kenaikan harga beras menjadi perhatian Bapanas setelah inflasi untuk komoditas itu mencapai 7,9 persen dari awal tahun hingga Agustus lalu. Arief menyadari saat ini pemerintah juga perlu berfokus meningkatkan produksi beras di tengah kekeringan panjang akibat El Nino. Tugas ini tengah dikerjakan Kementerian Pertanian serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

“Kami bersama BUMN kluster pangan yang memastikan cadangan pangan. Coba bayangkan kalau hari ini pemerintah tidak ada cadangan pangan yang cukup, kondisinya akan seperti apa?” kata Arief. Karena itu, ia mendorong pemerintah daerah menyiapkan cadangan pangan yang disesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Sementara itu, Bapanas membantu daerah yang mengalami defisit stok pangan dengan skema kerja sama antar-daerah (KAD).

Selain program-program tersebut, Arief melanjutkan, intervensi stabilisasi pangan dilakukan melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang mencapai 1,4 juta ton, termasuk bantuan pangan tahap pertama sebesar 640 ribu ton yang tuntas pada Juli lalu.

“Dalam implementasi SPHP beras, kami bersama Bulog telah melaksanakan berbagai upaya, misalnya perluasan penyaluran beras SPHP secara masif, baik melalui pasar tradisional maupun retail modern,” kata dia. Gerakan Pangan Murah (GPM) juga dihelat di berbagai daerah. “Telah diluncurkan bantuan pangan beras tahap kedua hari ini yang akan semakin menguatkan upaya pemerintah dalam stabilisasi harga beras dan intervensi pasar.”

Warga menerima bantuan sosial beras 10 kilogram di Gudang Perum Bulog, Jakarta, 11 September 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Alasan Bantuan Pangan Tak Memadai untuk Tekan Harga Beras

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, mengatakan bantuan pangan beras tidak akan cukup memadai untuk meredam kenaikan harga beras lantaran besaran intervensinya relatif kecil.

Sebagai gambaran, ia mengestimasikan kebutuhan beras nasional dalam tiga bulan sekitar 8 juta ton. Karena itu, penyaluran bansos beras yang hanya 640 ribu ton dalam tiga bulan hanya setara dengan 8 persen kebutuhan nasional. “Angka ini tidak buruk. Tapi, dalam situasi saat ini, tidak cukup untuk menenangkan pasar,” kata dia.

Dalam kondisi normal, Yusuf memperkirakan angka 8 persen dari kebutuhan pasar sudah memadai. Namun, ketika inflasi beras mencapai tingkat yang cukup seperti saat ini, stabilisasi harga memerlukan jumlah bantuan yang lebih besar, yaitu 1-1,5 juta ton alias sekitar 12,5-19 persen dari kebutuhan pasar.

Menurut dia, tantangannya adalah cadangan beras pemerintah di Bulog yang terbatas. Dalam situasi saat ini, pilihan jangka pendek yang tersisa hanyalah mengoptimalkan impor. Ia menyarankan pemerintah dalam jangka menengah menggenjot upaya untuk menjaga produksi beras tetap optimal di tengah ancaman El Nino.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, melihat bantuan sosial ini akan mengurangi tekanan permintaan dan menjaga daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun kini pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah, yakni masyarakat kelas menengah yang tidak berhak mendapat bansos, tapi rentan jatuh miskin karena kenaikan harga. Sebab, proporsi konsumsi dari kelas ini cukup besar.
“Apabila harga beras tidak terkendali, hal itu berpotensi mengurangi konsumsi kelas ini akibat sebagian pendapatannya harus dialokasikan untuk mengantisipasi kenaikan harga beras,” kata dia. Ia berharap bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah bisa mengurangi tekanan permintaan terhadap beras, sehingga tekanan kenaikan harga bisa berkurang.

Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan pemerintah bisa mempertimbangkan untuk memperluas target penerima bantuan sosial seperti pada masa pandemi lalu. “Ketika itu, kelompok desil yang terkategori sebagai kelompok menengah juga ikut mendapat bantuan sosial yang sifatnya bantuan sosial tunai,” kata dia. Dengan demikian, daya beli kelompok ini masih bisa dijaga.

Adapun Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso berharap bantuan pangan tahap kedua dapat menurunkan harga beras medium menjadi Rp 11 ribu per kg. Kendati optimistis harga beras medium di pasar segera turun, ia tidak dapat memprediksi kapan harga beras medium akan turun pasca-penyaluran bantuan pangan. Pasalnya, penyaluran beras membutuhkan waktu dan pedagang sudah telanjur membeli beras dengan harga cukup tinggi.

Sumber: https://koran.tempo.co/read/berita-utama/484408/susah-payah-kendalikan-harga-beras