Jakarta, CNN Indonesia — Pembelian beras di toko ritel dibatasi maksimal 10 kg per hari. Pembatasan dilakukan sejak awal September.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, pembatasan salah satunya terjadi di Super Indo Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pada Senin (2/10), tampak jelas aturan yang membuat pembeli hanya bisa membawa pulang 2 kemasan beras berukuran 5 kg per harinya.
“Iya sekarang semua jenis beras lagi dibatasi pembeliannya, sekali transaksi cuma boleh bawa pulang 2 pcs ukuran 5 kg. Sudah dari awal September (2023) kemarin kalau tidak salah, semua Super Indo sama aturannya,” beber salah satu kru toko ritel tersebut.
“Dibatasi karena kan stoknya sedikit, ada El Nino itu kan. Stoknya tipis sekarang, jadi dibatasi. Kalau sudah banyak lagi pasti tidak dibatasi,” sambungnya.
Pembatasan serupa juga terjadi di toko ritel lain, seperti Alfamart hingga Indomaret. Para petugas toko kompak mengatakan pembatasan ini berlaku sudah sejak satu hingga dua minggu belakangan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey membenarkan pembatasan ini. Ia menyebut pembatasan dilakukan demi mengantispasi aksi panic buying yang terjadi akibat mahalnya harga beras belakangan ini akibat imbas El Nino.
Akan tetapi, Roy berjanji pembatasan pembelian beras tak permanen. Peritel akan mencabut batas maksimal pembelian beras jika stok sudah melimpah, termasuk melalui pasokan dari impor.
“Ya, setelah impor tiba, pembatasan akan dicabut. Pembatasan ini sesuai arahan pemerintah untuk mencapai pemerataan. Rencananya, setelah impor 400 ribu ton, akan ditambah 1 juta ton pada awal 2024,” katanya saat dikonfirmasi.
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai langkah ritel membatasi pembelian beras menunjukkan pasokan beras kian terbatas. Ia yakin akar masalah sengkarut beras tak berubah, yakni terbatasnya produksi domestik.
Hal itu membuat Bulog tidak optimal menyerap beras dalam negeri untuk menjaga cadangan beras pemerintah (CBP).
Yusuf mendesak pemerintah serius mengatasi permasalahan ini. Terlebih, ia melihat harga beras naik konsisten sejak Agustus 2022-Agustus 2023.
Menurutnya, kenaikan itu menjadi pertanda masalah struktural beras yang serius.
“Pola kenaikan harga beras dalam setahun terakhir ini mengkhawatirkan karena tidak terdapat tendensi harga turun meski pemerintah telah mengimpor beras 500 ribu ton sejak akhir 2022,” katanya kepada CNNIndonesia.com.
Infografis harga beras kian mahal. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani).
“Kemudian kita melalui panen raya dari Maret 2023-Juni 2023 dan tidak turun juga (harga beras) meski pemerintah di tahun ini telah menetapkan impor beras 2 juta ton dan cadangan beras Bulog kini telah di kisaran 1,5 juta ton,” imbuh Yusuf.
Menurutnya, kenaikan harga beras yang liar bisa merambat ke pangan lain. Terlebih masih ada ancaman El Nino.
Jika dibiarkan katanya, gejolak harga pangan ini akan merembet ke inflasi Indonesia yang berpotensi terdorong ke kisaran 4 persen.
Bohong data pemerintah
Analis Kebijakan Pangan Syaiful Bahari mempertanyakan keabsahan data pemerintah soal stok beras saat ini, termasuk hasil impor. Pasalnya, ia meyakini pembatasan pembelian beras di toko ritel jadi bukti kelangkaan.
Ia menyebut kelangkaan beras sudah terjadi sejak tahun lalu karena produksi nasional turun. Penurunan diperparah banyaknya gagal panen di awal 2023 ini.
Di tengah kegagalan itu katanya, solusi pemerintah hanya impor dan impor.
Syaiful menyebut impor kali ini tidak mudah karena para negara eksportir beras membatasi diri dan bahkan menutup ekspor. Pada akhirnya, ketersediaan beras nasional di ujung tanduk karena defisitnya cukup serius.
Meskipun pemerintah mengklaim stok beras di Bulog ada 1,6 juta ton dan dalam perjalanan 400 ribu ton, Syaiful menilai jumlah tersebut tidak akan menutupi kelangkaan beras di pasar. Harga beras tidak akan turun karena defisit kebutuhan nasional terlalu dalam.
“Kondisi ini terbukti karena pemerintah menetapkan kembali untuk impor 1 juta ton beras di 2024 yang menandakan kondisi belum kembali normal di tahun depan. Pertanyaanya, jika sekarang terjadi pembatasan pembelian beras di ritel, benarkah stok beras impor yang disampaikan pemerintah ada 2 juta ton? Jangan-jangan memang jumlah realisasi impor tidak sebesar yang disampaikan,” tuturnya.
“Sampai sekarang India tidak ekspor berasnya, Vietnam dan Thailand hanya kasih sedikit. Terakhir mau impor dari China, itupun masih dipertanyakan,” imbuh Syaiful.
Curiga permainan swasta
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian paham pembatasan beras di toko ritel demi mencegah panic buying. Namun, ia menaruh curiga pada swasta yang diduga bermain dalam suplai beras.
Eliza meminta pemerintah mengidentifikasi terlebih dahulu akar masalah lonjakan harga hingga pembatasan ini guna mengetahui apakah masalah itu terjadi karena produksi beras anjlok atau ternyata ada indikasi spekulasi.
Terlebih, ia mendengar ada kabar heboh aksi pembelian gabah dengan harga tinggi oleh korporasi baru-baru ini.
“Hampir 90 persen suplai beras itu dikendalikan oleh swasta, termasuk di dalamnya rumah tangga petani, penggilingan kecil, dan penggilingan besar. Sayang, datanya itu tidak tersedia. Kurang lebih hanya 10 persen saja yang dipegang Bulog, di mana datanya bisa kita telusuri karena di-update berkala,” jelas Eliza.
“Memang perlu dibuat dulu database suplai beras. Selama ini kita cuma tahu produksi gabah di berbagai wilayah, namun belum ada data beras yang dikendalikan swasta per wilayah. Ini yang semestinya diperbaiki dulu. Jika tidak ada basis data yang akurat, sampai kapanpun persoalan beras ini akan terus berulang. Konsumen menjadi korban,” kritiknya.
Yusuf Wibisono juga ikut menyoroti titik ini. Menurutnya penurunan kapasitas produksi nasional diperburuk oleh kelemahan tata niaga beras.
Ia melihat ada perubahan besar dalam 5 tahun terakhir. Dalam perubahan ini, jalur distribusi dan pemasaran beras yang dulu dikuasai Bulog serta penggilingan kecil hingga menengah, kini didominasi penggilingan dan pabrik beras besar.
Ia yakin masuknya pemain besar ke jalur distribusi dan pemasaran beras mengubah pasar di hulu. Pada akhirnya, persaingan menguat dengan memperebutkan gabah kering panen (GKP) yang stoknya terbatas.
“Pemain besar yang memiliki jalur pemasaran langsung ke ritel modern dan cenderung memproduksi beras premium berani membeli GKP di tingkat harga yang lebih tinggi dari penggilingan kecil hingga menengah. Jadi, harga beras telah meningkat sejak di tingkat GKP sekaligus menjelaskan mengapa Bulog kesulitan menyerap beras domestik karena tingkat harga GKP jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP),” bebernya.
Eliza Mardian menyebut fenomena El Nino masih menghantui produksi padi hingga 2024 mendatang. Oleh karena itu, Indonesia tidak boleh terus terpuruk karena ada ancaman besar jelang puasa dan lebaran tahun depan.
Ia mewanti-wanti jika pada musim tanam November 2023-Desember 2023 kekurangan air, maka produksi pada panen raya bisa terganggu. Normalnya, puncak panen raya terjadi pada Maret hingga April.
“Itu bertepatan dengan momentum puasa dan lebaran. Ini yang perlu dimitigasi dari sekarang agar kejadian ini tidak semakin menjalar ke mana-mana. Jangan sampai kasus kelangkaan minyak goreng terjadi pada beras,” wanti-wanti Eliza.
Eliza menyarankan Indonesia belajar dari China. Pasalnya, produksi beras Negeri Tirai Bambu diproyeksikan naik meski luasan tanamnya berkurang imbas cuaca ekstrem. Eliza menyebut kenaikan produksi beras China terjadi karena adanya peningkatan produktivitas.
“Mereka menerapkan strategi tanggap bencana, dimulai dari pemilihan varietas yang lebih baik dan tahan, sistem pengairan yang baik, dan lain-lain. Sehingga bisa membuat China mengekspor beras ke Pantai Gading, Ghana, dan Kongo pada Agustus 2023 lalu setelah India membatasi ekspor berasnya,” tuturnya.
Di lain sisi, Syaiful Bahari mendesak pemerintah mengerahkan seluruh daya upaya agar target produksi padi di kuartal pertama 2024 kembali normal, atau setidaknya mendekati normal. Ia meminta anggaran diperbesar, terutama untuk pupuk, pembuatan sumur bor, dan pompanisasi lahan-lahan kekeringan.
“Lupakan dulu membangun infrastruktur besar-besar yang akan memakan waktu lama. Yang diperlukan sekarang adalah penanganan jangka pendek untuk menambah produksi beras nasional,” tegas Syaiful.
Sumber :https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20231003061900-92-1006351/curiga-ada-permainan-swasta-di-balik-masalah-pasokan-naik-harga-beras/