Metrotvnews.Com, Jakarta: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 dinilai telah membuat Indonesia masuk dalam jebakan utang Tiongkok.
Asal tahu saja, aturan yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu berisi tentang pemberian penjaminan pemerintah untuk percepatan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
“Terbitnya PMK No. 89/2023 telah membuat kita benar-benar masuk dalam jebakan utang Tiongkok, yaitu situasi dimana pemerintah terpaksa menuruti seluruh keinginan pihak Tiongkok agar proyek kereta cepat ini selesai dan tidak mangkrak,” kata Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono, kepada Metrotvnews, Jumat, 6 Oktober 2023.
Dia membeberkan, pelaksanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung benar-benar telah jauh melenceng dari perencanaan, yang awalnya digadang-gadang akan menguntungkan Indonesia karena sepenuhnya menggunakan skema business to business, namun kini ternyata berbalik 180 derajat.
Awalnya, perencanaan proyek kereta cepat Whoosh ini dibentuk oleh konsorsium Tiongkok-Indonesia pada 2015. Lalu proyek ini diperkirakan hanya akan menelan biaya USD5,5 miliar, tanpa ada penjaminan pemerintah dan pembiayaan APBN, tidak ada subsidi tiket, tidak ada kewajiban pemerintah untuk pembebasan lahan, dan jika ada pembengkakan biaya (cost overrun) akan ditanggung oleh konsorsium yang 60 persen dimiliki Indonesia dan 40 persen dimiliki Tiongkok. Namun realitanya, semua hal tersebut tidak terjadi.
“Agar proyek terus berjalan, pemerintah akhirnya memberi pembiayaan APBN ke PT KAI sebagai pelaksana proyek. Pemerintah juga dipastikan akan memberikan subsidi tiket agar kereta cepat ini dapat menarik penumpang,” ujar dia.
Alami pembengkakan biaya
Lalu, lanjut Yusuf, proyek strategis nasional ini juga kemudian diklaim mengalami pembengkakan biaya hingga USD1,6 miliar, sehingga total biaya mencapai USD7,2 miliar, lebih tinggi daripada proposal Jepang yang hanya USD6,2 miliar dan dengan bunga hanya 0,1 persen.
“Dengan pembiayaan proyek 75 persen dari utang China Development Bank dengan tenor 40 tahun dan bunga yang tinggi antara dua persen (untuk 63 persen utang dalam USD) hingga 3,4 persen (untuk 37 persen utang dalam RMB), pembengkakan biaya tentu menjadi sangat memberatkan,” ungkap dia.
Menurutnya, proyek kereta cepat ini adalah proyek merugi. Saat dioperasikan, kereta cepat juga membutuhkan subsidi tarif untuk menarik penumpang dalam waktu lama.
“Untuk tambahan utang akibat cost overrun yang dikenakan bunga hingga empat persen, ini Tiongkok meminta penjaminan dari APBN yang kini akhirnya pemerintah turuti,” sebut dia.
Dengan begitu, Pemerintah Indonesia memberi jaminan melalui APBN. Yusuf pun menegaskan saat ini Indonesia benar-benar masuk dalam jebakan utang Tiongkok.
“Dapat disebut kita benar-benar telah jatuh dalam jebakan utang Tiongkok. Berutang dengan bunga tinggi untuk proyek-proyek yang merugi, sehingga hampir dipastikan akan menjadi beban APBN dalam jangka panjang,” jelas dia.
Beban APBN
Penjaminan atas utang proyek kereta cepat dari Tiongkok ini akan memberi tambahan beban tidak kecil terhadap APBN. Sebab, utang ke Tiongkok dikenakan bunga hingga empat persen.
Meskipun pemerintah berusaha melakukan negosiasi agar bunga ini turun di kisaran dua persen, lanjut Yusuf, posisi tawar Indonesia yang lemah dan menurutnya, sangat kecil peluang hal ini dikabulkan pihak Tiongkok.
“Hanya untuk membayar bunga utang saja, pada APBN 2024 diproyeksikan Rp497,3 triliun, sekitar 22 persen dari penerimaan perpajakan. Ruang fiskal pemerintah akan semakin tergerus dengan banyaknya beban utang terselubung (contingent liabilities) seperti penjaminan terhadap proyek kereta cepat ini,” kata dia.
Sumber :https://www.metrotvnews.com/read/NLMC2LRJ-proyek-kereta-cepat-jakarta-bandung-bikin-beban-apbn-makin-berat