TEMPO.CO, JAKARTA – Pemerintah diminta menghitung dengan teliti rumusan kenaikan upah minimum pada tahun depan. Sebab, perekonomian Indonesia akan dibayangi beberapa sentimen dari dalam dan luar negeri yang bakal mempengaruhi realisasi investasi dan perdagangan ekspor-impor. Dengan demikian, konsumsi masyarakat akan menjadi salah satu andalan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan.
Peneliti dari Center of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet melihat kenaikan upah minimum yang terlalu tinggi dapat menyebabkan biaya produksi meningkat. Hal tersebut nantinya berdampak pada harga jual produk atau jasa hingga ujung-ujungnya menyebabkan inflasi yang dapat merugikan masyarakat.
Sementara itu, kenaikan upah yang terlalu rendah dikhawatirkan tidak akan berdampak pada daya beli pekerja. Akibatnya, pekerja bisa kesulitan memenuhi kebutuhan hidup di tengah kenaikan harga komoditas. Kalau itu terjadi, kesejahteraan dan produktivitas pekerja terganggu.
Salah satu isu yang harus diantisipasi pemerintah, menurut Yusuf, adalah potensi tekanan inflasi dari pangan akibat El Nino. Ia mengatakan isu ini harus menjadi salah satu variabel yang dipertimbangkan untuk menetapkan kenaikan upah layak tahun depan. “Kenaikan upah minimum dapat membantu pekerja mengimbangi kenaikan harga pangan,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Dibanding kondisi pada masa pandemi Covid-19, ia menilai saat ini daya beli pekerja sebenarnya sudah membaik. Namun, dilihat dari beberapa indikator, seperti data ketenagakerjaan dan kemiskinan, ada beberapa kelompok yang pendapatannya belum kembali seperti sebelum masa pandemi.
Pekerja mengetes meter air B&R di PT Tirta Pratama Meterindo, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 22 Juni 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Jumlah Pekerja Informal Meningkat
Data Badan Pusat Statistik, misalnya, menunjukkan proporsi pekerja informal pada Februari 2023 justru meningkat ketimbang pada tahun lalu dan kondisi sebelum masa pandemi. Pada periode tersebut, jumlah pekerja informal mencapai 60,12 persen, naik dari angka pada Februari 2022 yang sebesar 59,97 persen. Adapun pada Februari 2020, sebelum Covid-19 merebak, porsi pekerja informal 56,64 persen. “Artinya, masih terdapat para pekerja yang sangat rentan terkena dampak jika ekonomi mengalami syok, seperti terjadi kenaikan inflasi secara tiba-tiba,” ujar Yusuf.
Padahal, dengan adanya ketidakpastian akibat tahun politik dan konflik geopolitik internasional, peran konsumsi masyarakat akan semakin sentral dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Karena itu, kenaikan upah minimum yang tepat diperlukan untuk meningkatkan daya beli pekerja sehingga pada akhirnya meningkatkan konsumsi masyarakat. Ia memperkirakan kenaikan upah minimum sebesar 5-7 persen menjadi angka yang pas di tengah berbagai situasi tersebut.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede sepakat kenaikan upah minimum diperlukan untuk masyarakat kelas pekerja. Apalagi pekerja dengan pendapatan upah minimum adalah pekerja yang lebih terkena dampak kenaikan harga pangan. Proporsi konsumsi makanan kelas masyarakat ini juga cenderung lebih besar dibanding kelas masyarakat berpenghasilan tinggi. Karena itu, kenaikan upah bisa membantu mengurangi dampak kenaikan inflasi dan menopang pertumbuhan konsumsi kelas pekerja.
Sebagai informasi, Survei Konsumen Bank Indonesia pada September 2023 menunjukkan indeks keyakinan konsumen masih berada pada zona optimistis, yakni di level 121,7. Namun angka ini masih lebih rendah dari nilai pada Agustus 2023 yang sebesar 125,2. Penurunan optimisme terutama terjadi pada responden dengan pengeluaran Rp 2,1-3 juta.
Jika dilihat secara triwulanan, indeks keyakinan konsumen pada triwulan III 2023 tercatat lebih rendah dibanding triwulan II 2023, yakni 123,5 berbanding 127,2. Bank Indonesia mencatat penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya indeks kondisi ekonomi dan indeks ekspektasi konsumen, salah satunya pada komponen ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan saat ini.
Upah Riil Pekerja Jatuh
Pekerja menyelesaikan produksi penyejuk udara (AC) di pabrik LG, Legok, Kabupaten Tangerang, Banten, 23 Mei 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mewanti-wanti pemerintah agar tidak mengulang kejadian pada 2022, ketika upah minimum dinaikkan sangat rendah dibanding inflasi lantaran berpedoman pada Undang-Undang Cipta Kerja. Kala itu formula UU Cipta Kerja menghasilkan kenaikan upah minimum rata-rata 1,09 persen, tak sebanding dengan inflasi yang berada di kisaran 5,5 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen.
Akibatnya, sepanjang 2022 ia melihat upah riil pekerja sangat tertekan. “Hal ini tecermin dari upah riil buruh informal, yaitu buruh tani dan buruh bangunan, yang upahnya mengacu pada UMP,” ujarnya. Sepanjang 2022, upah riil buruh tani jatuh dari Rp 52.542 per hari pada Januari 2022 menjadi Rp 51.453 per hari pada Desember 2022. Sedangkan upah riil buruh bangunan jatuh dari Rp 84.674 per hari pada Januari 2022 menjadi Rp 82.762 per hari pada Desember 2022.
Ia paham kondisi perekonomian yang masih serba tidak pasti, terutama karena kondisi geopolitik global, membuat penetapan upah minimum yang murni berdasarkan pertumbuhan ekonomi plus inflasi akan memberatkan pengusaha, khususnya di sektor padat karya berorientasi ekspor. Pasalnya, meski pertumbuhan ekonomi diproyeksikan masih tumbuh 5 persen tahun depan, kinerja ekspor mengalami tekanan berat. Akibatnya, pertumbuhan industri manufaktur padat karya yang berorientasi ekspor berpotensi berada jauh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Yusuf mengatakan kenaikan upah minimum sekurang-kurangnya bisa mengkompensasi inflasi 2024 di kisaran 3 persen dan mencakup sebagian kenaikan produktivitas yang tecermin dalam pertumbuhan ekonomi 2024. “Dengan ekspektasi inflasi yang masih akan dinamis ke depan seiring dengan konflik baru di Timur Tengah, menurut saya, UMP 2024 selayaknya naik minimal di angka 7-8 persen.”
Pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Ferry Irawan, menuturkan pemerintah tetap berfokus mendorong pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi domestik maupun sisi eksternal, di tengah perlambatan ekonomi global. Fokus kebijakan pemerintah jangka pendek adalah pengendalian inflasi, penghapusan kemiskinan ekstrem, dan peningkatan investasi.
Soal upah minimum, ia memastikan pemerintah akan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. “Pada prinsipnya, penyesuaian upah minimum akan mempertimbangkan keseimbangan dari sisi daya beli masyarakat dan kemampuan dunia usaha.”
Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/485050/menaikkan-upah-menjaga-pertumbuhan