TEMPO.CO, JAKARTA – MASA pemilihan presiden dan wakil presiden kian dekat. Dua bakal calon presiden dan wakil presiden sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum kemarin, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Para pelaku usaha pun memasuki fase menunggu dan melihat.
“Kami menunggu program, visi, dan misi para calon presiden di bidang ekonomi untuk kami bedah,” ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang kepada Tempo, kemarin.
Bagi Kadin, kata dia, program dan visi-misi ekonomi para calon pemimpin itu penting karena dunia masih berada dalam tekanan ekonomi yang penuh ketidakpastian. Tidak hanya karena konflik Rusia-Ukraina yang belum terlihat ujungnya, tapi juga lantaran kini perang meletus antara Israel dan Palestina.
9 Program Ekonomi yang Perlu Diteruskan Versi Pengusaha
Invasi Rusia ke Ukraina sebelumnya terbukti menyebabkan melonjaknya harga bahan pangan dan energi global. Saat ini pengusaha kembali waswas akan efek yang mungkin ditimbulkan oleh perang antara Israel dan pasukan Hamas. Pengusaha khawatir ekonomi Indonesia akan kembali terkena imbasnya. “Langsung atau tidak, ini akan mempengaruhi ekonomi kita,” ujarnya.
Program yang ditunggu kalangan pengusaha meliputi solusi persoalan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam jangka pendek, pemerintahan baru kelak diharapkan mampu memulihkan dan memperkuat ekonomi, kendati perekonomian Indonesia dianggap masih cukup baik karena bisa tumbuh di atas 5 persen.
Dalam jangka menengah dan panjang, pelaku usaha berharap perekonomian Indonesia bisa terus tumbuh. Karena itu, Sarman mengungkapkan, pemerintahan yang baru perlu menciptakan kepastian untuk menyelaraskan pembangunan ekonomi yang akan diusulkan dengan yang sedang berjalan.
“Ini menjadi kunci yang dinantikan dunia usaha,” ucapnya. Selain itu, Sarman berharap proses transisi pemerintahan dapat berjalan aman, nyaman, dan kondusif, tanpa ada kegaduhan serta gesekan.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Wijaya Kamdani. Ia memperkirakan berbagai sektor perekonomian Indonesia menghadapi sejumlah tantangan pada tahun depan lantaran masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi Covid-19 dan banyaknya tekanan global. Karena itu, Apindo menyatakan akan mendampingi presiden dan wakil presiden terpilih dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan strategis.
“Salah satu program kerja kami adalah mengawal implementasi kebijakan-kebijakan strategis nasional melalui advokasi,” ujarnya. Namun Shinta menegaskan bahwa Apindo bersikap netral dalam Pemilihan Umum 2024.
Peta Jalan Ekonomi Versi Apindo
Produk UMKM dalam pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2023 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, 27 Juli 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Shinta mengimbuhkan, saat ini Asosiasi sedang menyusun Peta Jalan Perekonomian Apindo 2024-2029 sebagai upaya mengawal transisi kepemimpinan. Peta jalan ini akan melingkupi berbagai sektor usaha hingga berbagai ekonomi.
Bersamaan dengan pembuatan peta jalan itu, Apindo menyusun rekomendasi berupa sembilan program pemerintahan saat ini yang perlu diteruskan pemerintahan berikutnya. Dari reformasi struktural, birokrasi, dan sumber daya manusia (SDM); hingga pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta visi Indonesia maju 2045.
Shinta menyebutkan siapa pun yang nantinya terpilih menjadi pemimpin harus bisa menyempurnakan reformasi SDM agar bisa mendorong bonus demografi sebagai modal pembangunan. Di samping meningkatkan stabilitas ekonomi makro serta mendorong keterbukaan ekonomi strategis yang disertai penyesuaian kebijakan domestik.
Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny mengatakan, bagi para pelaku UMKM, calon pemimpin yang diharapkan adalah yang mampu menjamin ketersediaan bahan baku, kestabilan harga akses, pelindungan, dan aturan hukum, juga memberikan edukasi agar para pelaku usaha mampu bersaing. “Supaya kami bisa memenuhi kebutuhan pasar domestik ataupun luar negeri, tumbuh, dan naik kelas.”
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Mohammad Faisal menilai, dari tiga bakal calon yang muncul saat ini, dua calon memastikan akan melanjutkan program-program Presiden Joko Widodo, sementara satu calon lain membawa visi perubahan. Kendati demikian, ia memperkirakan pemimpin terpilih pada akhirnya tidak akan membawa perubahan arah kebijakan ekonomi secara signifikan. “Sekalipun calon yang mengusung janji perubahan, apalagi yang bilang mau melanjutkan,” tuturnya.
Faisal pun mengatakan pada akhirnya arah ekonomi nasional tak bisa hanya ditakar dari figur calon presiden dan wakil presiden. Tim ekonomi setiap calon dan susunan kabinet nantinya sangat menentukan arah perekonomian ke depan. “Tim ekonomi nantinya menghadapi tantangan besar untuk mentransformasi dan memperbaiki kinerja perekonomian saat ini.”
Pertumbuhan Ekonomi Terus Melorot
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di ruang utama Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 18 Oktober 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies Yusuf Wibisono mengatakan, jika presiden dan wakil presiden mendatang tidak membuat gebrakan dan hanya ingin melanjutkan program-program Jokowi, cita-cita Indonesia maju akan sulit dicapai. “Strategi pembangunan selama 10 tahun terakhir terbukti gagal mentransformasi perekonomian dan gagal mengakselerasi pertumbuhan.”
Tantangan terbesar Indonesia di masa depan, kata dia, adalah jebakan kelas menengah yang kini di depan mata. Dalam 10 tahun terakhir—ketika Indonesia menikmati bonus demografi sejak 2012 dengan periode puncaknya pada 2020-2030—pertumbuhan ekonomi justru semakin turun.
Pada periode 2005-2014, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,8 persen. Jika tidak memperhitungkan periode krisis global 2008, angkanya mencapai 5,9 persen. Namun, dalam 10 tahun terakhir, yaitu pada periode 2015-2024, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya di kisaran 4,2 persen. Kalaupun periode pandemi 2020-2021 dikeluarkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya 5,1 persen.
Artinya, angka tersebut jauh dari target Jokowi sebesar 7 persen, bahkan lebih rendah dari periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Apa gagasan besar mereka untuk meruntuhkan kutukan pertumbuhan ekonomi 5 persen, yang berimplikasi pada memudarnya peluang Indonesia untuk menjadi negara maju?”
Selain itu, berbicara soal pembangunan, Yusuf mengingatkan bahwa sebagian besar program infrastruktur yang masif dibangun pemerintahan Jokowi minim dampaknya terhadap efisiensi perekonomian. Misalnya jalan tol di Pulau Jawa yang tidak banyak membantu kinerja logistik nasional karena tarifnya mahal sehingga justru dihindari pengusaha angkutan logistik.
Di luar itu, tidak sedikit proyek infrastruktur yang setelah beroperasi sangat sepi dan nyaris tidak digunakan publik. Contohnya Bandar Udara Kertajati, light rail transit (LRT) Palembang, LRT Jakarta, serta jalan tol Trans Sumatera. “Dalam kasus seperti ini, belanja modal nyaris tidak menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian,” ucapnya.
Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/485102/menunggu-dan-melihat-visi-ekonomi-capres