IKN Disebut Warisan Paling Bermasalah dari Jokowi, Beban bagi Anies, Ganjar, dan Prabowo jika Jadi Presiden?

Presiden Joko Widodo alias Jokowi didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimulyo meninjau pembangunan rumah jabatan Menteri di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara (KIPP IKN), Kalimantan, Kamis 23 Februari 2023. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan memulai pembangunan rumah jabatan Menteri di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara (KIPP IKN). TEMPO/Subekti

TEMPO.COJakarta – Ekonom dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara merupakan warisan paling bermasah dari Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Masalah tersebut bahkan dimulai dari awal gagasan yang digulirkan hingga sekarang pembangunannya tengah dikebut.

“Akan menyulitkan siapa pun presiden mendatang yang akan terpilih,” ujar Yusuf saat dihubungi pada Senin, 30 Oktober 2023. Saat ini ada tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mendaftar untuk Pilpres 2024 yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Yusuf, masalah terbesar IKN adalah karena proyek ini diputuskan dan direncanakan dengan sangat tidak demokratis. Gagasan IKN baru diperkenalkan oleh Jokowi pada 2019, tanpa konsultasi publik, kemudian langsung diputuskan menjadi program utama pemerintah.

Ditambah lagi, IKN langsung menjadi ‘bahan jualan utama’ para pejabat ke para investor. Bahkan, pada awal 2020, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim Softbank akan masuk ke IKN dengan komitmen investasi yang fantastis, US$ 100 miliar.

Namun, pada 2022 investor asal Jepang itu mundur. “Tanpa mempedulikan pendapat publik yang terbelah atas program yang sangat penting ini,” ucap Yusuf.

Selain itu, dia menjelaskan, pemerintah juga secara terburu-buru menetapkan draf Rancangan Undang-Undang IKN dan menyerahkannya ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) pada akhir 2021. Perencanaan perumusan RUU IKN itu terlihat ala kadarnya.

Padahal, pembangunan IKN adalah proyek jangka panjang dengan biaya sangat mahal, dan memiliki implikasi sangat luas karena akan memindahkan ibu kota negara. Selain itu IKN ini juga sebagai megaproyek baik secara ekonomi, sosial maupun politik.

“Selayaknya dibahas mendalam dan ditetapkan dengan sangat berhati-hati, hanya dalam 43 hari pembahasan, UU IKN disahkan pada Januari 2022,” tutur Yusuf. “Berselang setahun, pada Oktober 2023, UU IKN direvisi, bukan untuk mengakomodasi aspirasi publik, namun untuk memenuhi keinginan investor.”

Puncak dari tidak demokratisnya IKN saat pemerintahan lokal di ibu kota beru itu berbentuk pemerintahan otorita, tanpa diisi oleh kepala daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) yang dipilih secara demokratis. Kepala otorita IKN ditunjuk dan diberhentikan oleh Presiden, dengan masa jabatan yang bisa diperpanjang tanpa batasan.

Bahkan dengan ketiadaan DPRD warga IKN tidak memiliki representasi sama sekali dalam pemerintahan. Padahal IKN adalah daerah setingkat provinsi. IKN menjadi satu-satunya daerah yang tidak demokratis di Indonesia. “Ironisnya menyandang status sebagai ibukota negara,” kata dia.

Menurut Yusuf, sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia sejak lama memiliki tradisi kuat dalam memfasilitasi publik untuk menyuarakan aspirasinya. Dengan pusat dialektika warga yaitu di ibu kota negara, di Jakarta.

Jakarta adalah pusat artikulasi aspirasi publik dan menjadi saksi sejarah dari peristiwa jatuhnya orde lama pada 1966 hingga orde baru pada 1998. Dia mengatakan semua itu ke depan berpotensi sirna ketika ibu kota dipindahkan ke IKN yang sangat tidak demokratis. Bahkan akan sulit memfasilitasi aspirasi publik dan debat kebijakan yang berkualitas.

“Lebih jauh, penduduk IKN saat ini secara kuantitas dan kualitas masih jauh dibawah penduduk Jakarta dan sekitarnya. Sehingga tidak akan mampu merepresentasikan masyarakat Indonesia,” tutur dia.

Maka, Yusuf menambahkan, keputusan pindah ibu kota sejauh kurang lebih 2.000 kilometer ke Kalimantan Timur, justru lebih terlihat sebagai upaya pemerintah menjauhkan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan dari debat publik yang berkualitas. “Alih-alih bertujuan mendorong pemerataan pembangunan sebagaimana klaim pemerintah.”

Hal itu mengingatkan Yusuf pada pengalaman Myanmar yang memindahkan ibu kota dari Rangoon ke Naypyidaw pada 2005. Di mana diklaim bertujuan meningkatkan keamanan negara dan mengkonstruksi identitas nasional baru. “Tapi secara empiris lebih didasarkan atas ketidaksukaan rezim penguasa atas sejarah tradisi revolutionary nationalism yang melekat pada Rangoon,” ujar Yusuf.

Sehingga, meneruskan IKN akan menjadi beban sejarah bagi presiden mendatang, yang akan dicatat sejarah menjadi pelopor yang mengantarkan Indonesia ke era baru yang tidak demokratis. “Semua pasangan capres harus benar-benar memikirkan ulang secara serius jika ingin melanjutkan IKN,” ucap Yusuf.

Visi misi Anies, Ganjar, dan Prabowo soal IKN

Dalam penelusuran Tempo di dokumen visi misi Anies-Imin, dari 140 halaman dokumen itu, tidak ada kata kunci yang merujuk pada kata IKN Nusantara. Dokumen bertajuk ‘Indonesia Adil Makmur untuk Semua’ itu, hanya menyebutkan kata ‘Nusantara’  pada halaman kelima untuk menggambarkan gugusan kepulauan.

Namun, ada agenda strategis di Pulau Kalimantan, pasangan yang diusung Partai Nasional Demokrasi (NasDem) itu juga sama sekali tidak menyebut pembangunan IKN Nusantara. Pada bagian itu, hanya menyebut ingin menjadikan Pulau Kalimantan sebagai ‘Tonggak Ekonomi Hijau, Beranda Indonesia yang Maju dan Asri’.

Ada 9 agenda strategis di Kalimantan di antaranya menjadikan Kalimantan contoh dunia dalam penerapan ekonomi hijau. Kemudian menjadikan Kalimantan lumbung energi terbarukan, memastikan bagi seluruh kota dan desa teraliri listrik, terhubung internet, tersedia air bersih, membangun pabrik industri padat karya, dan mewujudkan pembangunan infrastruktur kereta.

“Serta memastikan perbaikan kerusakan lingkungan, utamanya deforestasi dan pencemaran limbah,” tertulis dalam dokumen itu.

Berbeda dengan Anies-Imin, pasangan Ganjar-Mahfud justru menyebutkan komitmennya dalam menyelesaikan pembangunan IKN Nusantara. Hal itu dicantumkan dalam misi ‘Pembangunan Ekonomi Berdikari Berbasis Pengetahuan dan Nilai Tambah’.

“Percepatan Penyelesaian IKN. Komitmen melanjutkan pembangunan Ibu Kota Nusantara secara bertahap hingga IKN menjadi titik keseimbangan baru keadilan pembangunan sekaligus simbol Indonesia yang futuristik,” tulis Ganjar-Mahfud dalam dokumen visi misinya.

Pasangan Prabowo-Gibran juga akan melanjutkan pembangunan IKN Nusantara. Hal itu terungkap dalam visi dan 8 misi Asta Cita Prabowo-Gibran. “Melanjutkan pemerataan ekonomi, penguatan UMKM, dan pembangunan IKN,” tertulis dalam halaman khusus 17 program prioritas Prabowo-Gibran.

Sumber :https://bisnis.tempo.co/read/1790226/ikn-disebut-warisan-paling-bermasalah-dari-jokowi-beban-bagi-anies-ganjar-dan-prabowo-jika-jadi-presiden