KORANTEMPO, SINGAPURA – Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara memantik kekhawatiran akan masa depan DKI Jakarta. Sejumlah pengamat perkotaan dan ekonom menyatakan relokasi pusat pemerintahan dikhawatirkan akan mengurangi peran serta kontribusi Ibu Kota terhadap perekonomian nasional. Identitas Kota Jakarta pun bakal berubah signifikan.
Direktur Singapore Management University (SMU) Urban Institute Orlando Woods berpendapat latar belakang ide pembangunan IKN Nusantara berkaitan erat dengan nasib Jakarta. “Pemerintah Indonesia memutuskan membangun IKN karena buntu dengan permasalahan Jakarta, khususnya terkait dengan lingkungan. Tapi Jakarta tidak bisa ditinggalkan begitu saja,” ujarnya kepada Tempo dalam peluncuran SMU Urban Institute di Singapura, Kamis, 18 Januari 2024.
Menurut Orlando, tata ruang Jakarta yang ada saat ini sudah tak memadai untuk mencapai tujuan kota berkelanjutan pada masa depan. “Biaya membangun baru bahkan lebih murah dibanding harus mengelola dan memperbaiki Jakarta,” katanya. Sebagaimana diketahui, komitmen negara-negara di dunia saat ini adalah membangun kota hijau, pintar, dan berkelanjutan untuk menyejahterakan masyarakat. Sedangkan, kata dia, persoalan yang dialami Jakarta saat ini terlampau kompleks, dari banjir, polusi, hingga kesenjangan ekonomi yang tinggi antar-lapisan masyarakat. “Pembangunan IKN dan revitalisasi Jakarta harus berjalan selaras.”
Pergantian identitas Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, Orlando melanjutkan, harus dibarengi dengan pengukuhan identitas baru sebagai pusat bisnis dan perekonomian. Namun, agar tetap relevan dengan kebutuhan masa depan, Jakarta tetap harus bertransformasi menjadi kota yang layak ditinggali. “IKN dapat menjadi contoh yang baik untuk pembangunan kota berkelanjutan di Asia, bahkan dunia. Implementasi konsep tersebut sangat dinantikan, tapi dunia juga berfokus pada agenda transformasi Jakarta,” ucap Orlando.
Sudut Kota Jakarta di pinggiran Kanal Banjir Barat, kawasan Petamburan, Jakarta, 9 Oktober 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Sependapat dengan Orlando, Associate Professor in Urban Design Monash University Indonesia, Eka Permanasari, mengatakan pemerintah tak bisa mengabaikan dan menganggap remeh persoalan Jakarta. Terlebih yang berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat. “Sebagai contoh, Jakarta diprediksi menjadi kota tercepat yang akan tenggelam karena lebih dari 40 persen area Jakarta berada di bawah permukaan laut,” katanya. Merujuk pada data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, laju penurunan muka air tanah di wilayah DKI Jakarta mencapai 0,04-6,30 sentimeter setiap tahun.
Menurut Eka, layaknya IKN Nusantara yang dirancang dengan konsep baru, upaya transformasi Jakarta juga membutuhkan investasi yang tak murah. Khususnya guna merealisasi rancangan desain dan tata ruang yang berkelanjutan. “Hal ini jadi tantangan sendiri karena saat ini bujet pemerintah sedang banyak tersedot ke IKN,” ujarnya. Keseriusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terlihat pula dari alokasi anggaran yang disiapkan untuk merevitalisasi Jakarta.
“Sebaiknya pemerintah belajar dari kesalahan Jakarta yang tak direncanakan dengan baik. Pembangunan IKN juga tidak bisa lagi dijalankan secara business as usual, khususnya yang berhubungan dengan sektor swasta. Komitmen mereka untuk menjaga lingkungan hidup, membangun gedung yang hemat energi, misalnya, harus benar-benar dipastikan,” kata Eka.
Potensi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, berdasarkan asesmen yang dilakukan, perpindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN pada awalnya bakal berdampak negatif terhadap perekonomian Jakarta. “Perpindahan administrasi pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur tentu juga dapat ikut membawa jasa-jasa pendukungnya secara bertahap,” ujarnya. Penyebab lain adalah perpindahan penduduk usia produktif dari Jakarta ke Nusantara.
“Potential loss juga dapat muncul dari biaya investasi yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur di IKN, di mana investasi tersebut sebetulnya dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau investasi publik lainnya di daerah lain,” kata Josua. Meski demikian, pemindahan IKN juga berpotensi menciptakan peluang ekonomi baru bagi Nusantara ataupun wilayah sekitarnya. Hal ini dapat terjadi melalui perkembangan sektor jasa pendukung pemerintahan, termasuk perdagangan, informasi dan komunikasi, serta transportasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2022, produk domestik regional bruto (PDRB) DKI Jakarta berkontribusi sekitar 16 persen terhadap PDB nasional. Salah satu sektor yang menjadi pendorong kontribusi tersebut adalah perdagangan. “Kami menilai sektor perdagangan dapat menjadi salah satu sektor yang terkena dampak dari adanya pemindahan ibu kota ke IKN,” ucap Josua. Selain itu, ada sektor administrasi pemerintahan, informasi dan komunikasi, serta real estate yang diprediksi terkena dampak pemindahan ibu kota.
Meski demikian, Josua mengimbuhkan, saat ini Jakarta memiliki cukup kekuatan untuk menjadi kota bisnis yang berorientasi global. Pemerintah pusat ataupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu meningkatkan penyediaan infrastruktur publik untuk mendukung fungsi Jakarta sebagai pusat bisnis. “Contohnya, dengan penataan ruang kota yang lebih baik, termasuk dengan integrasi transportasi publik yang layak antara pusat kota dan daerah residensial dan sub-urban,” katanya. Selain itu, pemerintah Jakarta bisa berfokus menarik investasi dengan yang berfokus pada teknologi dengan menyiapkan aturan serta infrastruktur yang sesuai.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan economic loss bagi Jakarta juga lebih banyak terjadi karena lemahnya upaya menyelesaikan permasalahan yang melingkupi Jakarta selama ini, seperti kemacetan dan banjir. “Hal ini menjadi krusial bagi pemerintah untuk tetap terus memastikan keberlanjutan pembangunan Jakarta dan daerah sekitarnya, meski tidak lagi menyandang status ibu kota,” katanya.
Jika tak diantisipasi, Yusuf berpendapat, stagnasi atau bahkan kemunduran Jakarta akan berdampak besar pada kinerja perekonomian nasional. Setidaknya ada dua masalah utama Jakarta yang krusial untuk segera diselesaikan. Pertama, segregasi fungsional antara daerah bisnis dan daerah permukiman yang menimbulkan pemborosan waktu serta biaya transportasi, inefisiensi lahan dan kawasan, serta penurunan kualitas lingkungan akibat polusi udara. “Kedua, mengenai segregasi sosial antar-kelas ekonomi yang diperburuk oleh semakin tergerusnya ruang-ruang publik kota.”
Dalam konteks ini, Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang kini tengah dibahas parlemen menjadi krusial untuk memandu arah pembangunan Jakarta ke depan. “Namun sayangnya masih ada beberapa isu utama yang, menurut saya, seharusnya masuk dalam pembahasan RUU DKJ,” ucap Yusuf.
Beberapa isu tersebut, antara lain, pengaturan kerja sama antardaerah untuk pengelolaan terpadu Jakarta dan wilayah sekitarnya sebagai megapolitan. Hal ini menjadi suatu keharusan karena sebetulnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Negara RI Jakarta. Selama ini, kata Yusuf, pola kerja sama antardaerah gagal memberi kejelasan pengelolaan Jakarta secara terpadu.
Permukiman padat di pinggiran kali kawasan Kebon Kacang, Jakarta, 30 Mei 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Aspek perencanaan tata ruang kawasan pun harus secara jelas diatur sebagai kewenangan koordinatif yang berada di tangan Dewan Kawasan Aglomerasi. “Perlu dipertegas dalam RUU DKJ bahwa kewenangan mengenai kepentingan bersama sebaiknya berada pada Dewan Kawasan Aglomerasi. Sedangkan kewenangan mengenai efisiensi dan akuntabilitas sebaiknya menjadi kewenangan pemerintah provinsi,” kata Yusuf. Kewenangan Dewan Kawasan Aglomerasi juga harus meliputi aspek perencanaan tata ruang kawasan, pengelolaan sistem transportasi dan kelistrikan, serta pengelolaan lingkungan hidup, khususnya penyediaan air bersih, pengendalian banjir, dan penanganan sampah.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Djoni Hartono, dalam risetnya menyampaikan bahwa hampir semua sektor ekonomi akan terkena dampak dari perpindahan ibu kota ke IKN. “PDB riil Jakarta diproyeksikan turun 7,07 persen. Jadi ada perlambatan. Di sisi lain, penyerapan tenaga kerjanya berkurang 5,31 persen,” ucapnya. Sedangkan dari sisi sektoral, perpindahan ibu kota akan menghasilkan output paling besar kepada pemerintahan secara umum hingga minus 81,76 persen. Berikutnya adalah perdagangan dan konstruksi yang masing-masing akan terkena dampak 1,28 dan 8,25 persen.
Chief Economist Otorita IKN Fauziah Zen tak menampik adanya pergeseran struktur perekonomian Jakarta setelah perpindahan ibu kota ke Nusantara. “Sektor jasa pemerintahan akan shifting ke IKN, tapi Jakarta masih punya sektor-sektor jasa lainnya dan perdagangan,” katanya. Dia tak setuju jika kehadiran IKN kontraproduktif terhadap perekonomian Jakarta.
Alih-alih bersaing, menurut Fauziah, Jakarta dan IKN dapat menjadi magnet pertumbuhan ekonomi secara bersamaan. “Setelah puluhan tahun, sudah tidak bisa lagi kita hanya berfokus di Jawa. Pertumbuhan yang merata di seluruh Indonesia itu mutlak dibutuhkan dengan aksi konkret. Salah satunya membangun IKN,” ujarnya.
Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/486773/dampak-ekonomi-perpindahan-ibu-kota