KORANTEMPO, JAKARTA — Pemerintah menetapkan target investasi tahun ini mencapai Rp 1.650 triliun atau naik 15,15 persen dibanding target pada 2023, yang sebesar Rp 1.400 triliun. Kalangan pelaku usaha menilai ambisi itu cukup berlebihan di tengah kondisi perekonomian global yang masih penuh tantangan serta dinamika tahun politik.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan jalan menuju realisasi target investasi tersebut diperkirakan tak mulus. Sebab, faktor internal ataupun eksternal yang berperan menentukan arus investasi tahun ini cenderung lemah atau tak cukup mendukung. “Butuh kerja ekstra keras untuk mencapainya, khususnya dalam hal peningkatan persepsi kepastian, prediktabilitas, dan daya saing iklim usaha di Indonesia sepanjang tahun,” ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Dari sisi eksternal, arus aliran modal asing global ke negara berkembang diprediksi masih melambat lantaran terjadi pengetatan moneter. Tren suku bunga tinggi masih diperlukan untuk mengendalikan inflasi. Tekanan geopolitik juga meningkat sehingga berdampak pada kenaikan tingkat risiko investasi dan ketidakpastian iklim usaha global. Bank Dunia sebelumnya memprediksi, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun ini akan melambat ke 2,4 persen secara tahunan (year on year/yoy), setelah hanya mampu tumbuh 2,6 persen pada 2023.
Menurut Shinta, kondisi geopolitik dan ketidakpastian global itu turut menciptakan tekanan-tekanan eksternal terhadap parameter makroekonomi Indonesia, seperti nilai tukar, suku bunga, dan inflasi. Pada akhirnya daya saing investasi turut terpengaruh.
Dia menjelaskan, dari sisi internal, persepsi ketidakpastian investasi juga sedang tinggi-tingginya, mengingat hampir sepanjang tahun ini, Indonesia akan melakukan transisi kepemimpinan pemerintahan pusat hingga daerah, termasuk pergantian anggota legislatif. “Artinya, ada risiko yang cukup besar bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi penentu iklim usaha atau investasi di berbagai sektor ekonomi nasional bisa mempengaruhi perhitungan risiko dan peluang usaha,” ucapnya.
Selain itu, secara historis, Indonesia dikenal memiliki masalah besar dalam menciptakan konsistensi implementasi kebijakan. Banyak kebijakan atau program ekonomi yang implementasinya bergantung pada diskresi pimpinan politik. “Investor cenderung wait and see, menahan realisasi investasi hingga pimpinan baru betul-betul jelas dan efektif bekerja.”
Berdasarkan tahapan pemilu yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum, masa pemungutan dan penghitungan suara berlangsung pada 14-15 Februari 2024. Setelah itu, dilanjutkan dengan rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 15 Februari-24 Maret 2024. Sedangkan bila pemilu berlangsung dua putaran, pemungutan suara kedua akan dilakukan pada 26 Juni 2024 dengan masa penghitungan suara pada 26-27 Juni 2024. Selanjutnya, dari 27 Juni hingga 20 Juli 2024, KPU akan merekapitulasi hasil penghitungan suara. Adapun pengucapan sumpah atau janji presiden dan wakil presiden baru dijadwalkan pada 20 Oktober 2024.
Shinta mengimbuhkan, dari segi pembiayaan, investasi juga sedang dalam situasi yang menantang karena tingkat suku bunga pinjaman riil saat ini sedang mahal. Akibatnya, tak semua pelaku usaha mampu atau berani menanggung beban pinjaman tersebut.
Dari sisi pertumbuhan permintaan pasar dalam dan luar negeri, tahun ini diproyeksikan cenderung stagnan atau hanya tumbuh moderat. Hal itu disebabkan oleh akumulasi perlambatan ekonomi global, inflasi, suku bunga tinggi, dan persepsi ketidakpastian global. “Butuh banyak upaya di dalam negeri, khususnya di sisi pemerintah, seperti reformasi atau intervensi kebijakan hingga stimulus investasi seperti apa yang bisa diciptakan agar tingkat kepercayaan investor untuk berinvestasi segera pulih.”
Presiden Joko Widodo meninjau pembangunan area industri PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten, 12 September 2023. BPMI Setpres/Muchlis Jr.
Kadin Korea untuk Indonesia Soroti Kebijakan Sering Berubah
Ketua Kadin Korea untuk Indonesia Lee Kang Hyun mengiyakan konsistensi kebijakan dan aturan menjadi harapan utama investor di tengah berlangsungnya rangkaian kontestasi politik. “Sebab, kami mencermati bahwa di Indonesia ini sering kali kebijakan berubah cepat. Ibaratnya hari ini gembira, besok bisa sedih,” ujarnya.
Menurut dia, banyak pelaku usaha Korea Selatan yang tertarik berekspansi ke Indonesia. Tak hanya berinvestasi di sektor kendaraan listrik, tapi juga melirik proyek pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, khususnya yang berhubungan dengan teknologi smart city. Namun realisasi investasi tersebut kebanyakan masih ditahan untuk melihat kondisi sampai Juni atau putaran kedua pemilu selesai.
Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Said Abdullah menguatkan dahsyatnya efek pemilu terhadap minat investasi. Berdasarkan peta politik yang ada, besar kemungkinan pilpres akan berlangsung dua putaran dan besar kemungkinan masih berlanjut pada tahap-tahap berikutnya. “Ada kemungkinan akan bersengketa di Mahkamah Konstitusi jika melihat kecenderungan tahapan pemilu yang rawan tidak jujur dan adil. Keadaan ini tentu berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha karena dinamika yang cenderung labil,” katanya.
Said memprediksi investor banyak menunggu, setidaknya setahun setelah pemilu usai, yaitu pada 2025, untuk kembali berekspansi. “Mereka akan melihat dulu perkembangan konsolidasi kekuasaan di pemerintahan dan DPR.” Sepanjang konsolidasi kekuasaan hasil Pemilu 2024 belum terjadi, investor diyakini akan lebih menahan diri.
Pesimisme perihal target investasi 2024 juga disuarakan kalangan ekonom. Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengungkapkan target investasi yang dipatok pemerintah cukup tinggi, terlebih setelah mempertimbangkan potensi perlambatan ekonomi global. “Tingkat suku bunga bank sentral global yang masih bertahan di level tinggi seperti saat ini diperkirakan masih berlangsung setidaknya sampai semester I 2024, sehingga berpotensi menekan minat investasi asing,” ucapnya.
Adapun peluang investasi langsung pada paruh pertama 2024 terbuka dari investasi publik terkait dengan infrastruktur, seperti proyek strategis nasional (PSN), IKN, dan penghiliran. Adapun negara yang digadang-gadang bakal menjadi pesaing kuat Indonesia dalam menarik investasi tahun ini adalah Vietnam dan India, sejalan dengan prospek ekonomi serta iklim investasi yang juga membaik.
“Peningkatan kualitas SDM; percepatan pembangunan infrastruktur dan logistik di luar Jawa, terutama Indonesia bagian timur; peningkatan peran dalam global value chain; pendalaman pasar keuangan; dan penyempurnaan regulasi dibutuhkan untuk percepatan investasi,” ujar Josua.
Direktur Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Jahen Fachrul Rezki mengimbuhkan, untuk faktor internal, ekonomi dalam negeri, iklim bisnis, aturan, dan institusi memainkan peranan besar. Namun dia menilai amat disayangkan dalam beberapa periode terakhir Indonesia mengalami pemburukan pada indikator-indikator tersebut. “Iklim politik yang memburuk, korupsi semakin tinggi, dan faktor pemilu yang memberikan ketidakpastian jelas semakin menguatkan investor untuk wait and see, sehingga target investasi itu akan sulit dicapai untuk saat ini,” ucapnya.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono berujar target investasi tinggi yang jauh dari realistis itu memperlihatkan fokus pemerintah yang berambisi mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada 2024. Dengan proyeksi resesi global, motor pertumbuhan, yaitu ekspor, dipastikan sulit diandalkan. Walhasil, guna menopang target pertumbuhan 5,2 persen dibutuhkan sumber pertumbuhan lain, yaitu investasi.
“Namun target investasi yang terlalu tinggi ini berbahaya karena membuat kita menjadi cenderung terlalu mudah memberi berbagai insentif yang beban akhirnya sering kali ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,” ujar Yusuf.
Ambisi berlebihan terhadap investasi kerap terbukti menyeret Indonesia pada jebakan investasi berkualitas rendah. Dia mencontohkan, dalam lima tahun terakhir, investasi, khususnya dari asing, banyak menyasar sektor terkait dengan penghiliran tambang, yaitu sektor pertambangan bijih logam dan industri logam dasar.
Adapun investasi di penghiliran tambang itu memiliki karakteristik padat modal, tapi rendah menyerap tenaga kerja. “Belum lagi industri itu masih banyak menggunakan tenaga kerja asing, boros energi, dan bergantung pada energi kotor, yaitu PLTU batu bara, hingga dampak lingkungan yang sangat merusak,” ucapnya.
Di sisi lain, investasi di Indonesia semakin banyak masuk ke sektor non-tradable yang secara umum tak banyak menyerap tenaga kerja sebagaimana industri padat karya. Hal itu dibuktikan dari catatan penciptaan lapangan kerja baru oleh investasi yang dalam satu dekade terakhir turun drastis. Pada 2013, setiap Rp 1 triliun investasi mampu menyerap 4.594 tenaga kerja, tapi pada 2023, setiap Rp 1 triliun investasi hanya mampu menyerap 1.081 tenaga kerja.
Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia berbicara dalam paparan Realisasi Investasi 2023 di kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, 24 Januari 2024. Dok. BKPM
Bahlil Ngotot dengan Target Tinggi
Adapun Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia ngotot tidak akan menyesuaikan target investasi tahun ini, yaitu sebesar Rp 1.650 triliun, sesuai dengan permintaan Presiden Joko Widodo. Bahlil berharap dinamika tahun politik dapat terjaga kondusif, baik dari sisi keamanan maupun stabilitas ekonomi, sehingga iklim investasi dan kepercayaan konsumen tidak terganggu.
Ihwal sektor yang akan menjadi fokus pada tahun ini, Bahlil mengatakan bakal melanjutkan sektor infrastruktur, jasa, dan penghiliran sebagai prioritas. “Untuk penghiliran akan diperluas tidak hanya di pertambangan karena calon investornya juga sudah mulai kelihatan,” ucapnya. Dia menargetkan realisasi investasi dari sektor prioritas itu dapat berkontribusi 45-50 persen dari total investasi pada 2024. Hal ini diyakini dapat tercapai, mengingat pada 2023 kontribusinya telah mencapai hampir 40 persen.
“Kami telah memetakan perluasan cakupan penghiliran industri ke delapan sektor, yaitu mineral, batu bara, minyak bumi, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan,” kata Bahlil. Berdasarkan catatan BKPM, ada setidaknya 21 komoditas yang dapat dioptimalkan dari delapan sektor penghiliran, dengan potensi investasi ditaksir mencapai US$ 545,3 miliar atau setara dengan Rp 8.561,2 triliun (asumsi kurs 15.700 per dolar AS) sepanjang 2023-2035.
Realisasi investasi sepanjang 2023 tercatat sebesar Rp 1.418,9 triliun, atau mencapai 101,3 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1.400 triliun, dan tumbuh 17,5 persen secara tahunan. Rincian investasi itu terdiri atas penanaman modal asing sebesar Rp 744 triliun atau 52,4 persen dari total investasi yang masuk, atau tumbuh 13,7 persen. Sedangkan realisasi penanaman modal dalam negeri sebesar Rp 674,9 triliun atau 47,6 persen dari total investasi, naik 22,1 persen dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan sektor usaha, industri logam dasar, barang logam, serta bukan mesin dan peralatannya mencatatkan realisasi investasi terbesar, yaitu senilai Rp 200,3 triliun; diikuti transportasi, gudang, serta telekomunikasi sebesar Rp 159,8 triliun; dan pertambangan Rp 156,5 triliun. Berdasarkan lokasi, Jawa Barat menjadi daerah yang paling atraktif dengan nilai investasi yang masuk mencapai Rp 210,6 triliun, disusul DKI Jakarta sebesar Rp 166,7 triliun, dan Jawa Timur Rp 145,1 triliun. Dan berdasarkan negara, Singapura menjadi negara dengan investasi terbesar ke Indonesia, yaitu mencapai US$ 15,4 miliar atau setara dengan Rp 241,78 triliun, diikuti Cina sebesar US$ 7,4 miliar atau Rp 116,18 triliun, dan Hong Kong US$ 6,5 miliar atau Rp 102,05 triliun
Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/486882/alasan-target-investasi-sulit-tercapai