Prabowo Janjikan Ribuan Beasiswa Luar Negeri, IDEAS: Masalahnya Pemerataan Akses Pendidikan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) sukses menyelenggarakan kegiatan Pembekalan Beasiswa Indonesia Maju (BIM) bergelar S1 dan S2 Luar Negeri Angkatan I tahun 2022. Foto : Kemendikbud

TEMPO.COJakarta – Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan janji calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, untuk memberi beasiswa ke luar negeri bagi mahasiswa tak menyentuh gagasan mendasar buat membenahi pendidikan Indonesia. Menurut Yusuf, gagasan mendasar membenahi sistem pendidikan harus sesuai dengan semangat konstitusi, yaitu memberikan akses pendidikan yang merata kepada semua anak negeri.

“Ddari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi,” ujar Yusuf saat dihubungi pada Jumat, 9 Februari 2024.

Prabowo berjanji akan menyiapkan 20.000 beasiswa ke luar negeri bagi pelajar Indonesia, apabila terpilih menjadi presiden dalam Pemilu 2024 nanti. Beasiswa itu ditujukan untuk lulusan SMa agar bisa belajar kedokteran, sains, dan teknologi.

Menurut Yusuf, seharusnya pemerintah berfokus pada pemerataan akses pendidikan bagi seluruh anak Indonesia. Konstitusi sejak awal telah berpesan bahwa intervensi terpenting negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, pemerintah wajib menyelenggarakan layanan pendidikan yang berkualitas dan merata. Semua pelajar Indonesia memiliki peluang yang sama untuk mengakses pendidikan.

Sedangkan saat ini, ia menilai biaya pendidikan justru mahal dan sulit dijangkau bagi banyak anak di dalam negeri. Karena itu, menurut dia, pemerintah telah lari dari tanggungjawabnya dalam memberi kesempatan bersekolah dan berkuliah yang merata bagi semua anak Indonesia.

Ia menuturkan, gagasan progresif dan sesuai konstitusi yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah sekolah dan kuliah murah, bahkan gratis. Kebijakan tersebut membutuhkan dukungan anggaran yang masif. Ia menilai manfaat dari pendidikan bagi perekonomian jauh lebih besar daripada biaya yang ditanggung pemerintah dan masyarakat.

Di Indonesia, kebijakan sekolah gratis telah dirintis sejak 2005 untuk tingkat SD hingga SMA melalui dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). BOS diperkenalkan untuk membebaskan peserta didik dari pungutan biaya operasional sekolah. Sejak 2019 BOS berkembang menjadi tiga jenis yaitu BOS Reguler, BOS Afirmasi dan BOS Kinerja.

Terlepas dari berbagai kekurangan yang ada dalam program BOS, menurut Yusuf, pembebasan peserta didik dari pungutan biaya operasional sekolah telah meningkatkan angka partisipasi sekolah terutama siswa dari keluarga miskin. Meski sekolah belum sepenuhnya gratis, ia menilai program BOS secara signifikan telah menurunkan hambatan kelas miskin ke pendidikan.

Untuk di jenjang pendidikan tinggi, ia mendorong pemerintah untuk memperluas jangkauan program Bidikmisi (Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi). Menurut dia, penerima Bidikmisi seharusnya tidak hanya mahasiswa dari keluarga kelas bawah saja namun juga mahasiswa dari keluarga kelas menengah.

Sejak 2020, program Bidikmisi berganti menjadi Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dengan implikasi pendaftar KIP Kuliah harus merupakan penerima KIP saat SMA atau penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Namun alih-alih diperluas, Yusuf menyayangkan KIP Kuliah justru semakin menyempit kategori penerimanya.

Yusuf pun menuturkan ada gagasan lebih progresif yang bisa dilakukan pemerintah mendatang, yakni kuliah gratis di semua perguruan tinggi negeri (PTN). Dengan membuka akses masyarakat seluas mungkin ke PTN, Yusuf meyakini dampaknya akan sangat besar dalam menanggulangi kemiskinan dan pemerataan ekonomi.

Menurut dia, biaya kuliah gratis merupakan kebijakan terbaik untuk mendorong partisipasi mahasiswa dan talenta terbaik bangsa untuk menempuh pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi, ucapnya, akan membekali pelajar dengan keahlian yang relevan dan dibutuhkan oleh perekonomian, baik kapasitas manajerial dan profesional, maupun kapasitas riset untuk inovasi.

Adapun beasiswa luar negeri sendiri sudah tersedia dalam skema yang diselenggarakan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Berdasarkan data LPDP, total penerima beasiswa LPDP sebanyak 35.536 orang hingga 2022. Dari jumlah itu, ada 44,3% penerima beasiswa LPDP yang berkuliah di 562 universitas luar negeri. Adapun total total alumni beasiswa LPDP telah mencapai 17.979 orang.

Sumber :https://bisnis.tempo.co/read/1831484/prabowo-janjikan-ribuan-beasiswa-luar-negeri-ideas-masalahnya-pemerataan-akses-pendidikan