TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerapkan kebijakan automatic adjustment buat anggaran dan pendapatan belanja negara 2024 sejak Desember tahun lalu. Kebijakan tersebut memaksa semua kementerian dan lembaga memotong anggaran belanja mereka sebesar lima persen untuk dicadangkan dan baru dijalankan jika anggaran negara mencukupi. Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono mengatakan automatic adjustment itu merupakan antisipasi di tengah target pertumbuhan ekonomi dan target penerimaan negara yang sangat mungkin tidak tercapai.
“Ketika penerimaan negara tertekan, maka di sinilah pentingnya peran cash buffer (kas cadangan) dari kebijakan automatic adjustment,” kata Yusuf saat dihubungi pada Sabtu, 10 Februari 2024.
Automatic adjustment itu akan menghasilkan dana cadangan sebesar Rp 50 triliun. Kebijakan ini juga bukan hal baru bagi pemerintah Indonesia. Sejak tahun 2022, kebijakan tersebut telah menjadi rutinitas dalam upaya memperoleh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). SiLPA menjadi bantalan fiskal pemerintah untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang tinggi.
“Di tengah tingginya ketidakpastian ekonomi global akibat resesi, menjaga likuiditas anggaran menjadi prioritas,” ujar Yusuf
Tahun 2024 diprediksi akan tetap penuh dengan ketidakpastian ekonomi global, membuat target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen menjadi sulit dicapai. Menurut Yusuf, faktor-faktor seperti harga komoditas yang lesu, kebijakan moneter global yang ketat, serta langkah-langkah yang tidak selalu berpihak pada pertumbuhan ekonomi domestik menjadi tantangan utama.
“The Fed terus menahan suku bunga di 5,25-5,50 % di Januari 2024. Harapan pelonggaran moneter dunia di kuartal pertama 2024 ini buyar,” tutur Yusuf.
Kebijakan moneter global yang ketat, terutama dari Federal Reserve (the Fed), menurut Yusuf, menyulitkan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga domestik. Dampaknya, berpotensi menekan permintaan domestik dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun menurut Yusuf, automatic adjustment saat ini tampaknya telah disalahgunakan untuk kepentingan politik jangka pendek. Automatic adjustment justru digunakan untu memenuhi kebutuhan pembiayaan program-program dadakan, terutama bantuan sosial yang anggaran dan penyalurannya meningkat menjelang pemilihan umum.
“Kebijakan automatic adjustment sangat kuat diduga sekedar untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan program dadakan, yang sangat kental dengan kepentingan politik pragmatis jangka pendek dari Presiden Jokowi,” kata Yusuf.
Yusuf menilai, langkah terbaru pemerintah memberikan bantuan sosial tambahan senilai Rp 11,25 triliun dalam bentuk BLT Mitigasi Risiko Pangan, sebagai langkah yang lebih terdorong oleh agenda politik daripada kebutuhan ekonomi. Dengan demikian, menurut dia, kredibilitas kebijakan automatic adjustment menjadi tercoreng karena tidak diadopsi untuk mengurangi beban APBN atau sebagai bantalan fiskal menghadapi ketidakpastian ekonomi, melainkan sekadar alat untuk memenuhi kepentingan politik.
Sumber :https://bisnis.tempo.co/read/1832532/automatic-adjustment-antisipasi-penerimaan-negara-turun-ekonom-curigai-hanya-untuk-kepentingan-politik-jokowi