Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu narasi utama pembangunan era Presiden Jokowi untuk transformasi perekonomian. Pembangunan infrastruktur transportasi menjadi kebijakan andalan, dengan jalan tol menjadi yang terdepan. Akselerasi pembangunan jalan tol di era Presiden Jokowi adalah mengesankan. Sepanjang 2015-2023 diperkirakan telah dibangun 2.132 Km jalan tol baru, dengan 1.005 Km berlokasi di Jawa dan 986 Km di Sumatra. Jalan tol yang terbangun dalam sembilan tahun terakhir ini melampaui pencapaian 4 dekade pemerintahan sebelumnya sepanjang 1978-2014 yang hanya mampu membangun 933 Km jalan tol.
Arus besar pembangunan jalan tol pasca era Presiden Jokowi diperkirakan masih akan terus berlanjut dan bahkan berpotensi menguat ke depan. Dalam dokumen “Rencana Umum Jaringan Jalan Tol” (Kementerian PUPR, 2020), total panjang jaringan jalan tol di seluruh Indonesia direncanakan mencapai 18.088 Km yang akan dibangun hingga tahun 2050 ke depan, dengan tol terpanjang di Jawa yaitu 6.363 Km (35,2 persen), diikuti Sumatera 5.524 Km (30,5 persen), Kalimantan 3.112 Km (17,2 persen), Sulawesi 2.819 Km (15,6 persen) dan Bali – Nusa Tenggara Barat 270 Km (1,5 persen).
Pembangunan jalan tol hingga kini terkonsentrasi di Jawa, pulau terpadat dengan permintaan transportasi yang tinggi, karenanya menjanjikan pengembalian investasi yang menarik bagi investor jalan tol. Hingga kini, sekitar 60 persen jalan tol dibangun di Jawa, mencapai 1.864 Km, yang terdiri dari tol Jabodetabek 393 Km, tol Trans Jawa 1.103 Km, dan tol non-Trans Jawa 368 Km. Dibalik janji tinggi manfaat ekonomi-nya, pembangunan jalan tol di Jawa menyimpan sejumlah masalah besar terutama terkait lonjakan konsumsi BBM dan polusi udara, serta pengendalian tata ruang dan alih fungsi lahan. Dan salah satu yang paling terancam dengan kehadiran jalan tol di Jawa adalah sawah.