JAKARTA – Simbol identitas nasional Ibu Kota Nusantara (IKN) diharapkan merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia, jati diri, karakter sosial, persatuan dan kebesaran bangsa yang mencerminkan kekhasan Indonesia.
Sebagai Kota dunia untuk semua, IKN Nusantara di visikan menjadi Kota dunia yang berkelanjutan, smart, green, dan blue. Dalam kaitan sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan maka Ibu Kota Nusantara (IKN) diupayakan untuk menjadi kota yang progressif, inovatif dan kompetitif dalam aspek teknologi, arsitektur, tata kota dan sosial dengan strategi ekonomi superhub.
Salah satu bentuk kemewahan yang diharapkan menjadi daya tarik tak lain rumah dinas para menteri. Meski baru empat yang terbangun, namun rumah dinas para pembantu presiden itu memiliki 3 lantai. Dan kemewahan rumah menteri sontak menjadi topik pembicaraan para netizen.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Azwar Anas buka suara. Menurutnya rumah menteri di IKN lebih kecil dibandingkan rumah dinas menteri yang ada saat ini.
“Justru menurut saya rumah menteri yang sekarang lebih kecil dibanding rumah menteri yang di Jakarta, Justru lebih kecil, justru lebih kecil tanahnya. Bangunannya juga lebih kecil dibanding yang sekarang,” kata Azwar Anas, Senin, 26 Februari.
Namun dari segi kemewahan ia enggan bicara lebih panjang. Namun dari segi ukuran memang lebih kecil.
“Saya nggak ngomong mewah apa enggak, tapi ukuran rumah menteri yang sekarang di IKN lebih kecil dibanding ukuran rumah menteri yang sekarang di Jakarta,” katanya.
Kemewahan yang diberikan tidak berhenti sampai di situ. Penggunaan hak guna usaha dan bangun disebut-sebut hingga 160 tahun menimbulkan pro dan kontra. Dalam kondisi normal, di mana peluang investasi memberikan keuntungan yang wajar, HGU cukup 25 – 35 tahun.
Ekonom yang juga Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono menilai, promosi dan pemberian berbagai insentif ke investor di IKN ini sangat berlebihan.
“Ini sangat berlebihan, dan mencerminkan rendahnya daya tarik investasi di IKN sehingga harus diberikan masa konsesi sedemikian panjang,” katanya.
Yusuf mengingatkan kepada pemerintah untuk memberikan segala sesuatunya sesuai UU Pokok Agraria 1960, permohonan perpanjangan masa konsesi hanya maksimal 25 tahun. Sehingga total masa konsesi paling lama seharusnya 60 tahun.
Lebih jauh, pemberian HGU hingga 190 tahun ini juga tidak disertai dengan aturan pencabutan hak konsesi yang memadai jika ada pelanggaran ketentuan. Masa konsesi yang sangat panjang ini juga berpotensi besar akan menciptakan konflik agraria dan merugikan masyarakat lokal yang ruang hidup-nya menjadi terbatasi secara signifikan karena adanya pemberian konsesi tanah yang luas dalam jangka waktu yang panjang.
” Di era kolonial Belanda-pun, dalam Agrarische Wet 1870, hak konsesi ke investasi maksimal hanya 75 tahun,” katanya.
Rendahnya Peluang Investasi di IKN
Bukti kedua rendahnya peluang investasi di IKN, hingga kini tidak ada realisasi investasi di IKN kecuali segelintir investor domestik yang kuat diduga masuk ke IKN karena pertimbangan non komersial.
Terutama karena faktor kedekatan dengan penguasa. Kemungkinan mereka ingin menjaga hubungan baik dengan penguasa, terlebih kini setelah pasangan capres 02 yang didukung penguasa memenangkan pilpres. Pasangan capres yang didukung petahana telah mendeklarasikan diri akan melanjutkan pembangunan IKN.
Dengan kata lain, meski sebenarnya tidak ada peluang investasi yang menarik, segelintir investor domestik ini bersedia masuk ke IKN bukan karena pertimbangan komersial murni. Investasi yang mereka keluarkan lebih dipandang sebagai “biaya” untuk kelancaran dan keberlanjutan bisnis mereka.
Meski telah melakukan groundbreaking, realisasi investasi dari investor domestik ini tidak otomatis akan berjalan cepat. Meski kita melihat cukup banyak proyek yang terlihat sepi pasca groundbreaking. Hal ini mudah dipahami karena bisnis membutuhkan permintaan dengan daya beli yang memadai.
Populasi berdaya beli tinggi dalam jumlah yang memadai adalah masalah utama IKN dalam menarik investasi. Populasi adalah penggerak dan penarik investasi. Selama IKN belum memiliki populasi yang signifikan, minat investor dipastikan akan minim, terlebih investor asing.
Hingga kini saja, jangankan mengharapkan kepindahan penduduk, kepindahan ASN saja masih menjadi tanda tanya. “Tidak mudah meminta penduduk, terlebih ASN yang selama ini bertempat tinggal di Jakarta, untuk bersedia pindah secara permanen ke IKN, dengan mengorbankan kenyamanan hidup yang telah mereka rasakan,” katannya kepada VOI.
Menurut Yusuf, ketidakadaan peluang investasi yang menarik di IKN sebenarnya telah terkonfirmasi sejak awal rencana pembangunan IKN. Pada awal 2020, Menko Marves Luhut mengklaim bahwa Softbank akan masuk ke IKN dengan komitmen investasi yang fantastis, US$ 100 miliar. Namun setelah UU IKN disahkan pada Januari 2022, Softbank justru mundur dari IKN. Rendah peluang keuntungan dan terlalu tinggi ketidakpastian megaproyek ini karena membutuhkan keberlanjutan hingga 2-3 dekade ke depan.
Kemenangan pasangan Prabowo-Gibran dalam pilpres, menurutnya, tidak akan otomatis mendongkrak keyakinan investor untuk masuk ke IKN. Selain masalah dukungan politik dalam jangka panjang, masalah utama IKN yang sangat mendasar, adalah rendahnya peluang keuntungan, yang berakar dari rendahnya potensi daya beli penduduk IKN.
“Menurut saya, selama belum ada kejelasan tentang berapa jumlah populasi IKN dan berapa besar daya beli-nya, sikap investor swasta masih akan lebih banyak wait and see, terlebih investor asing.” katanya
Sumber :https://voi.id/tulisan-seri/360743/sudah-diobral-fasilitas-daya-pikat-ikn-belum-seksi