Menkeu Seperti Apa yang Harus Dipilih Prabowo Jika Bukan Sri Mulyani?

Prabowo dikabarkan sedang menyeleksi calon menkeu. Tidak ada nama Sri Mulyani dalam calon yang diseleksi, tapi empat bankir.

Jakarta, CNN Indonesia — Prabowo Subianto disebut sudah pilah-pilih calon menteri keuangan (menkeu), meski belum resmi ditahbiskan sebagai pemenang Pilpres 2024.
Boleh saja, terlebih suaranya di Sirekap Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mencapai 75.366.699 alias 58,83 persen. Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka unggul jauh dari 78,09 persen data yang masuk ke KPU.

Sementara itu, pasangan calon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar hanya mengantongi 24,49 persen alias 31.377.773 suara. Apalagi Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang harus puas tersenyum dengan perolehan 16,68 persen atau 21.375.519 suara.

Pilah pilih menteri oleh Prabowo itu diungkap oleh media asing Bloomberg. Media tersebut mengungkap ada 4 nama bankir yang dilirik Prabowo menjadi menkeu. Mereka adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar.

Ya, memang tak ada Sri Mulyani. Entah mengapa Bendahara Negara tersebut tak masuk dalam bursa calon menkeu. Prabowo belum pernah bersuara soal ini.

Akan tetapi, Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Drajad Wibowo pernah menyebut sosok menteri keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo itu tak cocok dengan Prabowo. Keduanya punya pandangan berbeda.

“Tapi kalau saya sebagai ekonom membaca dan melihat memang chemistry Pak Prabowo dengan Mbak Ani (sapaan akrab Sri Mulyani) enggak jalan,” ungkap Drajad saat berbincang dengan media di Jakarta, Senin (19/2).

Bloomberg menyebut Prabowo memang butuh sosok menkeu yang siap memikul tugas besar melawan berbagai risiko geopolitik, khususnya gangguan rantai pasok global imbas persaingan AS-China.

Ketua Umum Partai Gerindra itu kata mereka juga butuh menkeu yang siap mengamankan pendanaan janji politiknya, tapi dengan tetap menjunjung tinggi kehati-hatian fiskal.

Menkeu baru pengganti Sri Mulyani itu diharapkan bisa mengamankan pendanaan yang cukup untuk mendukung rencana belanja besar Prabowo. Selain disiplin fiskal, orang tersebut dituntut bisa menstabilkan rupiah dan meyakinkan investor asing.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menegaskan siapapun menteri keuangan nanti, tidak boleh hanya ‘asal bapak senang’. Terlebih, ada sederet tantangan besar yang dihadapi Indonesia ke depan.

“Utang makin banyak, program pemerintah makin banyak, kemiskinan masih belum turun signifikan, serta pertumbuhan ekonomi harus tinggi guna mencapai visi Indonesia Emas,” kata Esther kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/3), soal sederet tantangan Indonesia ke depan.

Menurutnya, ada tiga kriteria utama yang harus dipenuhi bendahara negara baru tersebut.

Pertama, harus sosok kuat dan berkomitmen kepada negara. Itulah mengapa Esther menyinggung tidak bisa hanya sekadar orang yang ‘asal bapak senang’.

“Strong dan komitmen terhadap negara, agar tidak ‘yes man, yes man’ untuk mengeluarkan anggaran tanpa ada di budget list,” tegasnya.

Kedua, Esther menyebut menkeu pengganti Sri Mulyani harus ⁠mampu mengurangi utang serta mengalokasikan anggaran dengan efektif dan efisien untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, bisa ⁠memberikan pilihan program yang prioritas untuk dibiayai agar ekonomi Indonesia lebih produktif.

Sementara itu, Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI Teuku Riefky menyoroti sisi fiskal, khususnya peningkatan penerimaan negara. Menurutnya, pendapatan Indonesia sekarang terbilang rendah.

Dengan kondisi itu, menkeu anyar kudu sanggup putar otak menggenjot penerimaan.

“Dari sisi pengeluaran, tentu perlu ada efisiensi. Perlu mengurangi subsidi-subsidi yang tidak tepat sasaran, lalu mendorong spending yang produktif untuk mem-boost pertumbuhan ekonomi, dan juga menebalkan jaring pengaman sosial,” jelasnya.

Ia mengatakan penerimaan tidak bisa ditopang tanpa adanya ruang fiskal yang cukup. Riefky mengatakan itu baru bisa diperoleh dengan peningkatan penerimaan serta efisiensi belanja.

Belajar dari kelebihan dan kekurangan Sri Mulyani

Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menyanjung kiprah Sri Mulyani Indrawati. Ia menilai wanita yang akrab disapa Ani itu terkenal sebagai figur dengan integritas dan kredibilitas yang baik sehingga mendapatkan kepercayaan tinggi dari pelaku pasar serta komunitas internasional.

Yusuf menyebut Ani sebagai sosok menkeu yang non-partisan serta lebih banyak dituntun oleh pertimbangan profesional dan argumentasi rasional dalam membuat kebijakan.

Sikap inilah yang menurutnya menjadi kunci kepercayaan banyak pihak terhadap sosok menteri keuangan Indonesia jika Sri Mulyani tak dipilih jadi menkeu.

“Namun, terlepas dari apresiasi banyak pihak atas kepemimpinannya di Kementerian Keuangan selama ini, menurut saya Menkeu Sri Mulyani memiliki sejumlah kelemahan mendasar. Karenanya, menjadi catatan penting bagi figur menkeu berikutnya,” ucap Yusuf.

Ada dua pelajaran yang bisa diambil dari kepemimpinan Sri Mulyani di Kemenkeu. Pertama, kegagalan meningkatkan penerimaan perpajakan.

Ia mengatakan penerimaan perpajakan Indonesia tak banyak berubah. Padahal, ada sederet kebijakan reformasi perpajakan yang digulirkan Presiden Jokowi, mulai dari Tax Amnesty, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), hingga pengembangan core tax system.

Yusuf menyoroti tax ratio pada 2023 yang hanya 10,23 persen dari produk domestik bruto (PDB). Pasalnya, rasio itu lebih rendah dari capaian di awal era Jokowi yang sebesar 10,76 persen dari PDB pada 2015 lalu.

Jika tidak bisa dikatakan menurun, ia menegaskan kinerja penerimaan perpajakan Indonesia stagnan dalam satu dekade terakhir.

Kedua, evaluasi yang bisa diambil dari kinerja Sri Mulyani adalah bagaimana mengelola utang negara. Menurutnya, Ani gagal menahan beban utang pemerintah yang semakin membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara signifikan.

Pada akhirnya, kemampuan APBN menurun dalam menstimulus perekonomian dan melindungi rakyat miskin. Beban bunga utang juga terus meningkat dalam 10 tahun terakhir, terutama pasca-pandemi yang melejit sangat tinggi.

Ia menyinggung data beban bunga utang baru pada 2015 sekitar Rp150 triliun. Namun, beban itu sudah mendekati Rp500 triliun pada APBN 2024.

Beban bunga utang itu diklaim melonjak dari 17,9 persen dari penerimaan perpajakan pada 2019 menjadi 24,4 persen dari penerimaan pajak pada 2020.

Pada 2023 diperkirakan rasio bunga utang terhadap penerimaan pajak masih akan berada di kisaran 20,6 persen. Sedangkan pada tahun ini diproyeksikan di kisaran 21,5 persen, jauh di atas batas aman di kisaran 7 persen hingga 10 persen.

“Maka, syarat sosok menkeu berikutnya yang terpenting menurut saya adalah memiliki program dan kapasitas untuk meningkatkan kinerja penerimaan perpajakan dan menurunkan beban utang pemerintah. Menkeu berikutnya tidak boleh lagi melanggar disiplin makroekonomi atas nama apapun,” tegasnya.

“Menkeu berikutnya juga harus mampu meningkatkan penerimaan perpajakan tanpa bergantung pada harga komoditas global. Penyehatan APBN pasca-pandemi banyak terbantu oleh kenaikan harga komoditas global, terutama batu bara dan crude palm oil (CPO) sehingga tax ratio kita membaik dengan cepat,” sambung Yusuf.

Terakhir, Yusuf menegaskan menteri keuangan berikutnya harus mampu menurunkan beban utang pemerintah. Ia mengatakan beban utang negara sudah berada pada tingkat yang sangat memberatkan.

Apakah Prabowo bakal kesulitan cari pengganti menkeu sekelas Sri Mulyani?

Researcher Center of Economic and Law Studies (Celios) Jaya Darmawan memprediksi sulit bagi Prabowo mencari pengganti menkeu sekelas Sri Mulyani. Terlebih, track record sang menteri keuangan cukup mentereng, termasuk di dunia internasional.

Jaya menegaskan tidak ada sosok di internal timses Prabowo-Gibran yang levelnya menyamai Sri Mulyani, apalagi melebihi.

“Menurut saya, di kubu Prabowo-Gibran sekarang tidak ada sosok tokoh yang mampu menggantikan Sri Mulyani. Belum ada yang sebanding, apalagi melebihi. Karena track record Sri Mulyani di dunia ekonomi dan internasional sudah panjang,” ucap Jaya.

“Kecuali, mau mengambil sosok profesional di luar tim atau pendukung, saya kira masih ada beberapa tokoh yang bisa, seperti Faisal Basri atau Chatib Basri (menteri keuangan 2013-2014). Tapi, sepertinya nama pertama (Faisal Basri) yang saya sebutkan tidak berkenan masuk kabinet karena pandangan kritisnya pada kebijakan pemerintah selama ini,” sambungnya.

Di lain sisi, Ekonom Celios Nailul Huda mengatakan sulit mengharapkan Sri Mulyani sudi untuk kembali maju menjadi menkeu. Apalagi, Prabowo dan Gibran punya keinginan membuat Badan Penerimaan Negara (BPN) yang berada langsung di bawah presiden.

Jika BPN terbentuk, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) akan dipisahkan dari Kemenkeu.

“Yang jelas, kalau menterinya SMI (Sri Mulyani Indrawati) atau Chatib Basri, Badan Penerimaan Negara tidak akan jadi. Kalau nama lain, berpeluang akan memaksakan pembentukan Badan Penerimaan Negara,” ramal Huda.

Meski begitu, ia menilai Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran diisi oleh tokoh mumpuni. Ada Ketua TKN Rosan Roeslani, Wakil Ketua TKN Wishnu Wardhana, hingga Menteri BUMN Erick Thohir.

Huda menilai nama-nama tersebut berpeluang menggantikan posisi Sri Mulyani. Terlebih, ketiganya berpengalaman sebagai pengusaha serta dianggap paham mengenai ekonomi dan keuangan.

Ia juga menyinggung satu nama lain yang pernah berkecimpung di INDEF, yakni Drajad Wibowo, yang kini merupakan anggota Dewan Pakar TKN.

“Ada Dradjad Wibowo yang saya rasa berpengalaman sebagai direktur di lembaga riset ekonomi,” sebut Huda.

“Tapi, saya cenderung melihat akan di luar tim yang sekarang di belakang Prabowo. Sri Mulyani masih berpeluang menjadi menteri keuangan, ada juga Chatib Basri dan Bambang Brodjonegoro (menkeu 2014-2016). Nama tersebut tentu harus diterima oleh investor ataupun lembaga internasional karena menkeu punya peran sentral kepada investor,” tutupnya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal enggan menyebut spesifik nama-nama potensial pengganti Sri Mulyani.

Faisal menekankan dirinya menghindari penyebutan tokoh tersebut. Ia khawatir akan dipakai sebagai ajang promosi nama yang disebut.

“Saya percaya dari sisi kapasitas, banyak sebetulnya yang cukup bisa atau mumpuni menjadi menteri keuangan. Walaupun, secara experience tidak akan menyamai Bu Sri Mulyani,” ungkap Faisal.

Ia berpandangan positif tentang siapa sosok yang bisa mengganti menkeu era SBY dan Jokowi itu. Menurutnya, ada beberapa orang yang memang bisa mengelola APBN dengan lebih baik.

Faisal lantas memberi catatan kepada siapapun penerus Sri Mulyani. Ia menuntut rekam jejak, integritas, dan kapasitas yang harus betul-betul diperhatikan.

“Karena Kemenkeu salah satu pos yang penting juga mempengaruhi bukan hanya perekonomian, tapi juga kepercayaan pasar dan ini penting juga melihat arah ke depan,” tuturnya.

“Ke depan Kemenkeu dan APBN ini semakin berat, apalagi ada tuntutan akselerasi lebih tinggi dan beberapa janji dari Prabowo-Gibran yang ada konsekuensi besar terhadap APBN. Sehingga menuntut kompetensi dari menkeu berikutnya,” tandas Faisal.

Sumber :https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240305061944-532-1070446/menkeu-seperti-apa-yang-harus-dipilih-prabowo-jika-bukan-sri-mulyani/2