Ekonom Dukung Kritik Faisal Basri terhadap 3 Menteri yang Bersaksi soal Politisasi Bansos di MK

(ki-ka) Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani hadir dalam sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat 5 April 2024. Agenda hari ini ialah mendengarkan kesaksian empat menteri kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. TEMPO/Subekti.

TEMPO.COJakarta – Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mendukung kritik yang disampaikan ekonom Faisal Basri terhadap tiga menteri yang memberi keterangan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Yusuf menilai pendapat ketiga menteri di hadapan majelis hakim MK mengecewakan publik karena tidak secara gamblang membongkar politisasi bantuan sosial atau bansos.

“Politisasi bansos dalam Pilpres 2024 sangat vulgar dengan ditunjukkan banyak kejadian dan didukung oleh sejumlah besar fakta-fakta yang sekaligus membantah keterangan para menteri,” kata Yusuf dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Selasa, 16 April 2024.

Ketiga menteri yang sebelumnya dikritik oleh Faisal Basri ialah Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendi, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Yusuf menyebut klaim Airlangga bahwa El Nino menjadi faktor utama pemberian bansos ad-hoc merupakan argumen lemah dan cenderung menyesatkan karena didasarkan pada fakta yang dilebih-lebihkan.

“Jadi benar bahwa El Nino membuat produksi beras kita turun, namun angka-nya terlalu dilebih-lebihkan,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dampak El Nino terhadap produksi beras nasional cenderung moderat dengan dibuktikan oleh inflasi 2023 yang hanya 2,31 persen, yakni terendah dalam 23 tahun terakhir. Menurut dia, dalam kondisi normal, bansos reguler sudah memadai untuk perlindungan sosial.

“Bansos ad-hoc, terlebih dengan jumlah yang sangat masif, hanya terjustifikasi dengan adanya kegentingan ekonomi yang luar biasa seperti masa pandemi,” tuturnya.

Lebih lanjut, Yusuf turut mengkritik Muhadjir Effendy yang mengklaim tidak ada pengaruh bansos terhadap perolehan suara pasangan 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024. Menurut dia, pendapat Muhadjir lemah dan bertabrakan dengan teori dan bukti empiris yang berlimpah soal korelasi antara program populis bansos dengan keuntungan elektoral yang diperoleh oleh petahana.

Selanjutnya: Korelasi penerima bansos terhadap elektoral

Ia menjabarkan melalui pemberian bansos kepada keluarga penerima manfaat (KPM) bansos sebanyak 22 juta keluarga miskin dan rentan miskin, bansos berpotensi memberi pengaruh elektoral kepada sekitar 62 juta jiwa calon pemilih atau sekitar 30 persen dari total pemilih.

“Dalam pilpres 2024 kita melihat korelasi yang kuat antara suara pasangan Prabowo-Gibran dan sebaran penerima bansos,” tuturnya.

Tak sampai di situ, ia juga menyoroti kesaksian Tri Rismaharini yang menyatakan bahwa distribusi bansos secara umum dilakukan dalam bentuk uang, dengan cara transfer langsung ke rekening penerima. Oleh sebab itu, sambung Yusuf, seharusnya tidak ada acara seremonial apapun dalam penyaluran bansos sejak tahun 2021.

Kenyataannya, ia menyampaikan, penyaluran bansos ad-hoc justru selalu diikuti dengan acara seremonial yang sangat masif dilakukan oleh pejabat dari kalangan partai politik yang terafiliasi dengan Prabowo-Gibran, mulai dari Mendag Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, hingga Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

“Tidak ada alasan penyaluran bansos harus didahului dengan seremonial yang dilakukan oleh presiden dan penteri dari parpol pendukung pasangan 02 selain motif politisasi bansos untuk keuntungan elektoral personal,” ucapnya.

Sebelumnya, ekonom senior Univesitas Indonesia Faisal Basri menanggapi kesaksian empat menteri kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam sidang sengketa Pilihan Presiden di Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu. Ia mengkritik tiga menteri dan memuji satu menteri yang bersaksi kala itu.

Faisal blak-blakan di acara podcast YouTube milik Bambang Widjojanto yang diunggah pada Sabtu, 13 April 2024. Menurut Faisal, tiga menteri yang hadir dalam sidang memberi kesaksian layaknya seperti membacakan pidato kenegaraan.

“Secara umum, kecuali Bu Risma tidak membaca. Yang dua Menko dan satu menteri keuangan itu baca pidato kenegaraan saja. Semua bagus, keren sekaligus dia ingin menjawab dinamika persidangan. Makanya dijelaskan semua apa indahnya Indonesia ada perlindungan sosial segala macam, lah,” kata Faisal dalam dalam channel YouTube Bambang Widjojanto.

Dalam sidang itu, kata Faisal, tiga menteri yang disebutkan sebelumnya itu hanya menjelaskan betapa baiknya pemerintahan yang telah memberikan sesuatu kepada rakyat, di antaranya berupa bantuan sosial atau bansos. Padahal yang dilakukan pemerintah selama ini memang menjalankan tugas mereka.

“Semua dikasih tahu betapa pemurahnya pemerintah itu, begitu-begitu. Bahkan, sudah kami utarakan itu tugas negara yang inheren, ada namanya mekanisme pasar. Ada sistem jaminan sosial atau proteksi itu juga disampaikan. Namun mereka utarakan tidak menggunakan konteks akar permasalahan yang diungkap di MK,” ujarnya.

Sumber :https://bisnis.tempo.co/read/1857019/ekonom-dukung-kritik-faisal-basri-terhadap-3-menteri-yang-bersaksi-soal-politisasi-bansos-di-mk