KORANTEMPO, JAKARTA – MENJELANG akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menetapkan 16 proyek strategis nasional (PSN) baru yang akan diteruskan pemerintahan Prabowo Subianto. Penetapan PSN itu tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024. Dengan demikian, total PSN saat ini sebanyak 218 proyek dan 15 program.
Sebanyak 16 PSN yang baru ditetapkan pada tahun ini ditaksir membutuhkan investasi sekitar Rp 1.449 triliun. Mayoritas proyek tersebut ditargetkan tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan dari swasta ataupun skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Di sisi lain, pemerintah menargetkan pada tahun ini sebanyak 41 PSN rampung. Nilai proyeknya mencapai Rp 554 triliun.
Pada Januari lalu, Jokowi mengatakan ada 42 proyek strategis nasional yang tidak akan rampung pada tahun ini atau saat masa jabatannya berakhir. Nilai seluruh proyek tersebut mencapai Rp 1.427,36 triliun. Contoh PSN yang tidak akan rampung pada tahun ini adalah jalan tol Serang-Panimbang. Pengerjaan proyek jalan tol tersebut diundur hingga 2025 karena permasalahan lahan. Nilai investasinya mencapai Rp 8,58 triliun.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies Yusuf Wibisono mengatakan evaluasi terpenting dari PSN era Jokowi adalah rendahnya dampak proyek terhadap perekonomian. Penyebabnya ialah ketidakmampuan PSN mendorong kenaikan kualitas belanja modal dan efisiensi penggunaan kapital dalam perekonomian.
Yusuf menuturkan rendahnya kualitas belanja modal secara jelas tecermin dalam angka incremental capital-output ratio atau ICOR yang makin memburuk pada era Jokowi. ICOR yang makin tinggi mengindikasikan rendahnya efisiensi penggunaan kapital dalam pembangunan.
Sebelum krisis 1997, ICOR Indonesia hanya di kisaran 4,0. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, angkanya meningkat menjadi di kisaran 5,0. Sementara saat ini, ICOR Indonesia memburuk menjadi di kisaran 6,8. Menurut Yusuf, hal ini yang menjadi alasan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5 persen meski pembangunan infrastruktur dilaksanakan sangat masif.
Rendahnya kualitas proyek infrastruktur pada era Presiden Jokowi ini terlihat dalam banyak hal. Antara lain, tata kelola yang buruk karena banyaknya PSN yang dilakukan dengan skema penugasan BUMN atau BUMD. Bahkan, beberapa kali diwarnai korupsi sebagaimana terungkapnya banyak kasus korupsi di BUMN karya.
Tidak sedikit proyek infrastruktur yang dibangun sangat mahal, tapi setelah beroperasi sangat sepi dan nyaris tak digunakan oleh publik. Misalnya, tutur Yusuf, Bandar Udara Kertajati, LRT Palembang dan LRT Jakarta, serta jalan tol Trans Sumatera. Banyak pembangunan proyek infrastruktur yang juga mengalami kemunduran jadwal secara signifikan, diikuti pembengkakan biaya atau cost overrun seperti kereta cepat Jakarta-Bandung.
Kualitas proyek infrastruktur pun menurun terlihat dari makin panjangnya masa pembangunan proyek ataupun pembengkakan biaya. Bahkan hasilnya ada yang berkualitas lebih rendah daripada yang direncanakan. “Fokus yang berlebihan pada upaya mengejar target jumlah proyek infrastruktur, terutama PSN, membuat kualitas proyek sering rendah,” ucap Yusuf.
Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/488468/psn-jokowi-untuk-prabowo