INVESTOR.ID,JAKARTA – Peneliti dari Institute for Demographic and Affluance Studies (IDEAS), Muhammad Anwar menilai bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa) adalah langkah yang tepat memiliki dimensi strategis dan implikasi luas.
BRICS bukan sekadar aliansi ekonomi, melainkan juga forum strategis yang bertujuan mereformasi tatanan ekonomi dunia yang selama ini didominasi oleh negara-negara Barat.
Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, BRICS menjadi wadah alternatif untuk mendorong keseimbangan kekuatan global.
“Bagi Indonesia, bergabung dalam aliansi ini berpotensi memperkuat posisi dalam forum internasional dan membuka akses terhadap sumber daya serta pasar yang lebih besar,” kata Anwar kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (8/1/2025).
Dari perspektif peluang, lanjut dia, BRICS menawarkan akses ke institusi seperti New Development Bank (NDB), yang dapat memberikan pendanaan alternatif bagi proyek infrastruktur dan pembangunan, dengan syarat yang sering kali lebih fleksibel dibandingkan lembaga keuangan internasional seperti IMF atau Bank Dunia.
Hal ini penting bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada utang berbasis dolar AS, terutama di tengah volatilitas mata uang global.
Peneliti dari IDEAS, Muhammad Anwar
“Jika dimanfaatkan dengan baik, pembiayaan ini dapat diarahkan pada proyek yang benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat, seperti pembangunan infrastruktur dasar, elektrifikasi pedesaan, dan peningkatan akses pendidikan serta kesehatan,” ujarnya.
Namun, tantangannya adalah memastikan bahwa keterlibatan dalam BRICS tidak sekadar menjadi arena bagi elite untuk memperkuat posisi geopolitik tanpa dampak langsung bagi masyarakat kecil.
Bawa Implikasi Positif
Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS membawa berbagai implikasi, baik peluang (plus) maupun tantangan (minus), khususnya dalam bidang investasi, perdagangan, dan aspek lainnya.
Dari sisi positif, kata dia, pertama,BRICS memberikan akses bagi Indonesia ke sumber pendanaan alternatif melalui New Development Bank (NDB) yang menawarkan syarat lebih fleksibel dibanding lembaga keuangan Barat. Pendanaan ini dapat digunakan untuk proyek infrastruktur strategis yang mendukung pembangunan nasional.
Kedua,keanggotaan di BRICS membuka peluang akses ke pasar besar negara-negara anggota, seperti China dan India, sehingga dapat mendorong peningkatan ekspor komoditas unggulan Indonesia.
“BRICS juga menjadi ruang untuk memperkuat kerja sama teknologi dan energi, seperti teknologi digital dari India atau energi terbarukan dari Brazil, yang penting dalam mendorong transformasi ekonomi Indonesia ke arah yang lebih berkelanjutan,” jelasnya.
Ketiga, dalam ranah geopolitik, keterlibatan ini membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada Barat dan memperkuat daya tawar dalam negosiasi global, terutama dalam isu-isu seperti perubahan iklim dan keadilan ekonomi.
Sejumlah Tantangan
Menurut Anwar, keanggotaan Indonesia dalam BRICS juga membawa sejumlah tantangan. Pertama, dominasi negara besar di BRICS. Aliansi ini kerap dianggap sebagai forum yang didominasi oleh kepentingan negara besar seperti China dan Rusia.
Risiko bagi Indonesia adalah bahwa agendanya mungkin terpinggirkan jika tidak memiliki strategi diplomasi yang kuat. Negara kecil sering kali menjadi pengikut dalam aliansi seperti ini, sehingga manfaat bagi Indonesia bisa menjadi terbatas.
Kedua, berpotensi meningkatkan ketergantungan baru. Meski bergabung di BRICS dapat mengurangi ketergantungan pada Barat, ada risiko Indonesia menjadi terlalu bergantung pada China, yang telah lama menjadi mitra dagang utama dan pemberi pinjaman besar. Ketergantungan semacam ini dapat membatasi ruang gerak kebijakan domestik.
Ketiga, berpontensi meregangkan hubungan dengan Barat. Bergabungnya Indonesia di BRICS bisa saja dilihat sebagai upaya memihak pada blok non-Barat, yang dapat memengaruhi hubungan dengan mitra utama seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Jika tidak dikelola dengan baik, ini bisa berdampak negatif pada aliran investasi dan perdagangan dari negara-negara tersebut.
*Secara keseluruhan,* potensi positif dari keikutsertaan Indonesia dalam BRICS memang lebih besar, terutama jika pemerintah mampu memanfaatkan peluang investasi, perdagangan, dan kerja sama strategis dengan cerdas. Namun, keuntungan ini sangat bergantung pada strategi Indonesia dalam memanfaatkan forum ini, memastikan bahwa kepentingan nasional tidak dikorbankan, dan menjaga keseimbangan diplomatik dengan negara-negara Barat.
Antisipasi Perubahan Sikap Negara Barat
Keanggotaan Indonesia di BRICS berpotensi menimbulkan reaksi dari negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, yang selama ini bersikap skeptis terhadap kelompok tersebut.
BRICS sering dipandang sebagai aliansi yang ingin menggeser dominasi Barat dalam tatanan global, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun geopolitik.
Mengingat posisi strategis Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia dan mitra penting Amerika Serikat di kawasan Indo-Pasifik, langkah ini kemungkinan akan memunculkan kekhawatiran terkait arah geopolitik Indonesia.
“Oleh karena itu, Indonesia perlu mengantisipasi potensi perubahan sikap negara-negara Barat, termasuk implikasinya pada kerja sama ekonomi, investasi, dan politik luar negeri,” tegasnya.
Untuk menjaga posisi politik bebas aktif, Indonesia harus memastikan bahwa keanggotaan di BRICS tidak dipersepsikan sebagai keberpihakan kepada blok tertentu.
“Pemerintah perlu menyampaikan dengan tegas bahwa keikutsertaan dalam BRICS adalah langkah pragmatis untuk memperkuat kemandirian ekonomi, mendiversifikasi kerja sama internasional, dan memperjuangkan kepentingan nasional di forum global,” tuturnya.
Dalam diplomasi, kata dia, Indonesia harus tetap mengutamakan prinsip non-konfrontasi,, Kerja sama dengan BRICS tidak dimaksudkan untuk mengurangi hubungan strategis dengan negara-negara Barat, melainkan untuk memperluas ruang gerak dalam menghadapi tantangan global seperti ketahanan pangan, energi, dan pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, Indonesia harus tetap menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang selama ini merupakan mitra utama dalam perdagangan dan investasi.
Upaya ini dapat dilakukan dengan memperkuat kerja sama di bidang yang menjadi kepentingan bersama, seperti perubahan iklim, teknologi digital, dan keamanan maritim.
“Menunjukkan komitmen terhadap hubungan bilateral dan multilateral yang sudah ada akan membantu meredakan kekhawatiran bahwa Indonesia sedang menggeser orientasi geopolitiknya,”pungkasnya.
Sumber:https://investor.id/national/gabung-brics-posisi-ri-dalam-forum-internasional-akan-makin-kuat