Tahun 2018 menjadi titik paling kelabu perjalanan nilai tukar Rupiah pasca krisis 1997. Normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang diikuti perang dagang AS-China telah mempengaruhi arus modal dan menekan pertumbuhan global, sehingga harga komoditas melemah. Pelemahan harga komoditas dengan segera menekan kinerja ekspor. Dengan defisit transaksi berjalan (current account) yang signifikan dan cenderung inelastis, melemahnya ekspor adalah malapetaka. Rupiah-pun terjungkal, sepanjang 2018 rata-rata berada di level 14.249 per dollar AS, terburuk pasca krisis 1997.
Meski kini di awal 2019 terjadi pembalikan arah dimana Rupiah menguat signifikan hingga dibawah 14 ribu per dollar, namun hal ini lebih karena faktor eksternal terutama berakhirnya ekspektasi kenaikan suku bunga Amerika Serikat di 2019, sehingga arus modal kembali mengalir ke emerging market economies mencari imbal hasil yang lebih tinggi. Rupiah masih akan terus rentan ke depan.