Kemiskinan pangan adalah bentuk kemiskinan terburuk, tidak akan pernah terhapus kemiskinan ketika hak atas pangan tidak terpenuhi.
Akses pangan yang mencukupi adalah kebutuhan sekaligus hak dasar setiap manusia yang harus terpenuhi agar dapat hidup aktif dan sehat. Di Indonesia, hingga kini masih terdapat puluhan juta orang yang belum terpenuhi haknya yang paling dasar ini. Konsumsi pangan yang terlalu rendah dan tidak bergizi akan memicu berbagai gangguan kesehatan: malnutrisi. Kurang gizi, kurang vitamin dan kurang mineral pada penduduk usia anak akan membawa pada masalah serius: stunting (pendek), underweight (berat kurang) dan wasting (kurus).
Indonesia hingga kini masih menghadapi masalah gizi yang serius, terutama pada penduduk usia balita (bayi di bawah 5 tahun). Sebagian besar daerah menghadapi tingkat prevalensi stunting balita yang sangat tinggi. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh dimana anak terlalu pendek untuk usianya akibat kekurangan gizi kronis.
Pada 2018, terdapat 92 kabupaten-kota dengan prevalensi stunting balita lebih dari 40 persen, dengan yang tertinggi adalah Kab. Nias (61,3 persen), Kab. Dogiyai (57,5 persen), Kab. Timor Tengah Utara (56,8 persen), Kab. Timor Tengah Selatan (56,0 persen), Kab. Waropen (52,6 persen) dan Kab. Pangkajene dan Kepulauan (50,5 persen). Pada saat yang sama, 206 kabupaten-kota memiliki prevalensi stunting antara 30-40 persen. Dengan kata lain, 58 persen kabupaten-kota di seluruh Indonesia menghadapi masalah prevalensi stunting yang serius, lebih dari 30 persen. Hanya 34 kabupaten-kota yang pada 2018 tercatat memiliki prevalensi stunting dibawah 20 persen.