KOMPAS.com — Hasil riset dari Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menunjukkan adanya potensi kurban Indonesia tidak terdistribusi secara merata, hal ini mencerminkan kesenjangan pendapatan antar wilayah di Indonesia.
Kesenjangan yang lebar terjadi antara daerah perkotaan Jawa dengan wilayah lainnya. Potensi kurban terbesar datang dari wilayah aglomerasi utama Jawa karena di sana terdapat mayoritas kelas menengah muslim dengan daya beli tinggi.
“Dari sekitar 5,6 juta keluarga muslim kelas menengah atas Indonesia, 71 persen diantaranya berada di Jawa. Dan dari sekitar 4,0 juta keluarga muslim sejahtera di Jawa ini, 2,0 juta diantaranya berada di Jabodetabek dan 1,0 juta lainnya tersebar di Bandung Raya, Surabaya Raya, Yogyakarta Raya, Semarang Raya dan Malang Raya,” ujar Peneliti dari IDEAS Askar Muhammad pada diskusi pemaparan hasil riset IDEASTalk dengan tajuk ‘Ekonomi Kurban 2020’, yang dilakukan secara daring, Rabu (15/7/2020).
IDEAS memproyeksikan pasar hewan kurban terbesar ada di Jabodetabek dengan permintaan 184.000 ekor sapi (41 persen) dan 673.000 ekor kambing-domba (36 persen).
Keseluruhan wilayah aglomerasi utama Jawa diproyeksikan membutuhkan 273.000 ekor sapi dan 995.000 ekor kambing-domba. Dengan sentra ternak nasional berada di daerah pedesaan Jawa dan luar Jawa, maka setiap Idul Adha selalu menjadi momentum keriuhan arus perdagangan hewan kurban.
“Arus perdagangan utama hewan kurban ini kami proyeksi terjadi dari sentra sapi potong di Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta dari sentra kambing-domba di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah, menuju pasar utama kurban nasional yaitu Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Malang dan Semarang,” katanya.
IDEAS juga menyebutkan, kesenjangan persebaran tidak hanya terjadi pada potensi kurban saja, mustahik atau penerima daging kurban juga terdistribusi secara tidak merata.
Potensi penerima kurban terbesar secara umum datang dari daerah pedesaan Jawa dan luar Jawa, dimana kelas bawah muslim dengan daya beli rendah banyak berada.
“Mustahik muslim dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp 500.000 per bulan yang dipandang paling berhak menerima daging kurban (mustahik prioritas) diperkirakan berjumlah 9,3 juta keluarga. Potensi mustahik prioritas terbesar ini datang dari Jawa, yaitu 6,4 juta keluarga,” ujar Askar.
Dia menambahkan bila kelas bawah menengah muslim dengan pengeluaran per kapita Rp 500.000-750.000 per bulan yang tergolong rentan miskin turut diperhitungkan, maka mustahik kurban melonjak menjadi 22,9 juta keluarga.
Potensi mustahik terbesar, lanjut Askar, datang dari Jawa, yaitu sebanyak 15,1 juta keluarga. “Bila potensi shahibul qurban terbesar datang dari wilayah perkotaan utama Jawa, maka potensi mutahik terbesar datang dari daerah pedesaan Jawa,” katanya.
Dari perhitungan IDEAS, daerah dengan potensi surplus kurban terbesar didominasi daerah perkotaan Jawa, yaitu Jakarta (24.000 ton), Bandung (6.000 ton), Surabaya-Bekasi (5.000 ton) dan Depok-Tangerang (3.000 ton).
Sedangkan daerah dengan potensi defisit kurban terbesar didominasi daerah pedesaan Jawa, yaitu Kabupaten Cianjur (-2.000 ton), Kabupaten Jember (-1.600 ton), Kabupaten Garut (-1.500 ton), Kabupaten Grobogan-Brebes (-1.300 ton) dan Kabupaten Cirebon-Probolinggo (-1.200 ton).
Askar mencontohkan Jabodetabek sebagai wilayah metropolitan termaju dan terbesar di Jawa berpotensi menghasilkan 47.000 ton daging kurban. Namun, kebutuhan mustahik di Jabodetabek hanya sekitar 5.000 ton, sehingga terdapat potensi surplus 42.000 ton daging di Jabodetabek.
Tak jauh dari Jabodetabek, pedesaan di Banten Selatan yaitu Kab. Pandeglang dan Kab. Lebak, hanya berpotensi menghasilkan 260 ton daging, namun kebutuhan mustahiknya mencapai 1.500 ton, sehingga terdapat potensi defisit 1.250 ton daging.
Dengan demikian, terdapat potensi mismatch yang besar dalam penyaluran daging kurban jika tidak dilakukan rekayasa sosial. Menurut Askar, dari fakta potensi daerah surplus-minus kurban ini, program pendistribusian hewan kurban keluar dari daerah asal shahibul qurban yang banyak dilakukan lembaga amil zakat saat ini adalah tepat dan positif.
“Program tebar hewan kurban dari daerah surplus ke daerah minus yang dipelopori oleh Dompet Dhuafa sejak 1994 ini, adalah penting untuk distribusi kurban yang tepat sasaran dan signifikan untuk pemerataan dan peningkatan kesejahteraan si miskin,” katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Riset IDEAS Ungkap Potensi Kurban dan Penerima Daging Bakal Tak Merata, Ini Alasannya”, https://money.kompas.com/read/2020/07/15/151739026/riset-ideas-ungkap-potensi-kurban-dan-penerima-daging-bakal-tak-merata-ini.
Penulis : Ade Miranti Karunia
Editor : Bambang P. Jatmiko