TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom dan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menanggapi soal perubahan aturan dalam program insentif motor listrik. Pemerintah berencana untuk memperluas syarat penerima insentif ini, sehingga penduduk usia 17 tahun bisa mendapatkan insentif Rp 7 juta itu.
“Kami dengan jelas melihat bahwa kebijakan subsidi motor listrik ini adalah kebijakan yang dipaksakan, mengada-ngada,” kata Yusuf saat dihubungi Tempo, Ahad, 23 Agustus 2023.
Sebelumnya, pemerintah menyasar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penerima insentif ini. Ada tiga syarat lainnya untuk mendapatkan insentif ini, yaitu penerima manfaat kredit usaha rakyat (KUR), bantuan produktif usaha mikro atau BPUM, dan bantuan subsidi listrik 450 hingga 900 VA.
Namun karena penyerapannya rendah, akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengubah syarat tersebut. Rencananya pemerintah akan merilis hasil revisi aturan penerima insentif pembelian motor listrik ini pada pekan depan.
Yusuf menilai program tersebut sejak awal sudah salah keliru. Menurutnya, program ini awalnya dibuat khusus bagi UMKM hanya agar terlihat sebagai kebijakan pro terhadap masyarakat miskin. Kemudian wajah asli kebijakan ini terlihat ketika desain awal gagal, yaitu sekedar mendorong penjualan motor listrik.
“Terlihat seperti berpihak kepada ekonomi rakyat, namun substansi sebenarnya adalah memberi keuntungan kepada produsen motor listrik,” ucapnya.
Karena itu, ia menilai memberi dukungan kepada UMKM dalam bentuk motor pun tidak relevan karena sebagian besar UMKM sudah memiliki motor. Dengan menggunakan garis kemiskinan internasional, dia menjelaskan pada Maret 2022 terdapat 48,4 juta penduduk miskin dan 68,6 juta penduduk rentan miskin.
Pelaku usaha mikro yang sebagian besar berasal dari kelompok penduduk miskin tersebut tidak terlalu membutuhkan bantuan motor. Sebab, sebesar 75,6 persen dari penduduk miskin ini sudah memiliki motor.
Demikian pula pelaku usaha kecil yang sebagian besar berasal dari kelompok penduduk rentan miskin. Menurutnya, kelompok ini tidak terlalu membutuhkan bantuan motor karena 84,9 persen penduduk rentan miskin telah memiliki motor.
Bagi pelaku usaha mikro dan usaha kecil, menurutnya, motor telah menjadi alat produksi yang penting. Kepemilikan sepeda motor telah menjadi keharusan bagi usaha mikro dan usaha kecil untuk menjalankan usaha mereka. Karena hampir semua usaha mikro dan usaha kecil telah memiliki motor, maka ia menilai program subsidi motor listrik bagi UMKM pun menjadi tidak relevan.
Dia menegaskan bantuan terpenting bagi pelaku UMKM adalah akses kepada permodalan yang murah dan fleksibel. Serta akses kepada lokasi atau tempat usaha yang strategis dan dekat dengan pembeli. Juga asistensi atau pendampingan usaha yang intensif, mulai dari bantuan bahan baku, produksi, pengemasan dan penyimpanan, hingga pemasaran.
Karena itu, Yusuf mengaku sudah menduga sejak diluncurkan awal tahun ini, kebijakan insentif ini tidak efektif. Terbukti kini dari 200 ribu target penerima subsidi motor listrik untuk tahun 2023 ini, hanya sekitar 1 persen saja yang terealisasi.
Kegagalan desain awal tersebut, tutur Yusuf, seharusnya memberi kesadaran bagi pemerintah untuk membatalkan kebijakan ini. Bukan justru memperluas desain penerima bagi semua penduduk yang telah memiliki kartu tanda penduduk (KTP).
Terlebih dengan kondisi sumber listrik Indonesia yang saat ini 85 persen pembangkit listriknya masih mengandalkan energi fosil. Pembangkit listrik ini pun lebih dari 60 persennya mengandalkan batubara.
“Kebijakan subsidi kendaraan listrik hanya pantas ditujukan bagi kendaraan umum, terutama bus listrik,” ujar Yusuf.
Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1764738/usia-17-tahun-bisa-dapat-insentif-motor-listrik-ekonom-jelas-kebijakan-yang-mengada-ada