Memasuki tahun akhir kepemimpinan-nya, politik anggaran Presiden
Jokowi telah sepenuhnya terlihat dan dapat dievaluasi secara terukur.
Dengan beban janji politik untuk kesejahteraan rakyat (nawacita),
terutama membangun Indonesia dari pinggiran, meningkatkan
kualitas hidup dan produktivitas rakyat, serta mewujudkan
kemandirian ekonomi, sejak awal naik ke tampuk kekuasaan Presiden
Jokowi bergegas mereformasi APBN. Dua strategi anggaran
terpenting Presiden Jokowi adalah upaya meningkatkan penerimaan
perpajakan sehingga tercipta ruang fiskal yang memadai untuk
melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur. Namun kedua
ambisi ini, meningkatkan kapasitas fiskal dan belanja infrastruktur,
mengalami kegagalan.
Sejumlah kebijakan strategis reformasi perpajakan dalam satu dekade
terakhir, mulai pemberian tunjangan kinerja pegawai di Ditjen Pajak
Kemenkeu, tax amnesty jilid I pada 2016-2017, hingga tax amnesty
jilid II dan kenaikan tarif PPN pada 2022, gagal mendongkrak kinerja
penerimaan perpajakan. Bila pada 2015 tax ratio 10,8 persen dari
PDB, pada 2024 tax ratio diperkirakan hanya 10,1 persen dari PDB.
Satu dekade dibawah Presiden Jokowi, kapasitas fiskal kita buntu
rerata di 9,9 persen dari PDB. Alih-alih meningkat, tax ratio era
Presiden Jokowi bahkan lebih rendah dari era Presiden SBY dimana
rerata tax ratio 2005-2014 mencapai 11,7 persen dari PDB.
Kegagalan mendorong kinerja perpajakan secara langsung
beimplikasi pada buyarnya ambisi pembangunan infrastruktur, janji
politik terbesar Presiden Jokowi. Belanja modal awalnya sempat
melonjak di 1,87 persen dari PDB pada 2015. Namun setelah itu,
belanja modal secara konsisten kemudian terus menurun dan pada
2024 diproyeksikan hanya 1,07 persen dari PDB. Rerata belanja
modal per tahun di era Presiden Jokowi (2015-2024) diperkirakan
hanya 1,33 persen dari PDB, bahkan lebih rendah dari belanja modal
di era Presiden SBY (2005-2014) yang rerata mencapai 1,49 persen
dari PDB. Kegagalan mendorong belanja modal inilah yang
menjelaskan mengapa pemerintahan Presiden Jokowi kemudian
banyak bergantung kepada BUMN dan swasta untuk pembangunan
infrastruktur, antara lain melalui skema penugasan BUMN dan skema
KPBU (kerjasama pemerintah dan badan usaha).