Minimalis, Kenaikan Upah Minimum 2024

KORANTEMPO, JAKARTA – KEPULAN asap dari pembakaran sampah mengiringi protes ratusan orang dari berbagai serikat pekerja di depan Balai Kota DKI Jakarta, kemarin. Kericuhan pecah setelah hampir empat setengah jam massa aksi berunjuk rasa dan meminta penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menemui mereka untuk membicarakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024. Mereka berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan kenaikan UMP 2024 sebesar 15 persen tanpa mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja.

Keriuhan itu hanya bertahan 30 menit. Sejumlah petugas dengan bermodalkan lima tabung pemadam memadamkan api yang berkobar. Asap kian menipis seiring dengan dipukul mundurnya para pendemo oleh aparat kepolisian. Heru Budi akhirnya mengumumkan kenaikan UMP DKI Jakarta pada pukul 16.40 WIB. Hasilnya, upah minimum di Ibu Kota naik 3,38 persen menjadi Rp 5.067.381 pada tahun depan.

Heru mengatakan kenaikan UMP itu sesuai dengan formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. “Alfa tertinggi 0,3 sesuai dengan PP 51 Tahun 2023. Pemerintah Provinsi tidak bisa melewati aturan yang ditetapkan pemerintah pusat,” kata Heru, kemarin.

Bilangan alfa adalah indeks tertentu yang besarannya berada di angka 0,1-0,3. Indeks tersebut dikalikan dengan pertumbuhan ekonomi dan hasilnya ditambahkan dengan inflasi untuk mendapatkan kenaikan upah minimum dalam suatu periode. Adapun bilangan alfa ditetapkan dalam rapat Dewan Pengupahan Provinsi, yang terdiri atas unsur pemerintah, pekerja, dan pengusaha.

Angka yang diumumkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berada di antara usulan pengusaha dan buruh. Pengusaha mengusulkan UMP 2024 sebesar Rp 5.043.068 dengan penghitungan besar alfa 0,2. Sedangkan unsur serikat pekerja mengusulkan UMP Rp 5.637.068 dengan formula penjumlahan antara inflasi DKI Jakarta 1,89 persen, pertumbuhan ekonomi 4,9 persen, dan indeks tertentu 8,15 persen.

Protes atas besaran kenaikan upah minimum yang di bawah harapan tak hanya terjadi di DKI Jakarta, tapi juga di berbagai daerah. Di Jawa Barat, kenaikan upah minimum sebesar Rp 70 ribu ditolak oleh para pekerja. Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit—Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Roy Jinto mengatakan nilai kenaikan upah minimum tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.

Roy mengatakan faktor pengali alfa menjadi faktor pengurang kenaikan upah minimum. Jika menghitung inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi, setidaknya upah buruh bisa naik 7,25 persen. “Faktor pengali alfa yang dibuat dalam rumusan antara 0,1 dan 0,3 itu menjadi faktor pengurang, menekan upah buruh.”

Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara Willy Agus Utomo juga mengkritik kenaikan upah minimum yang sebesar 3,67 persen di wilayahnya. Besaran kenaikan UMP, menurut dia, tidak membawa pengaruh bagi buruh karena hilangnya upah minimum sektoral di kabupaten dan kota. Padahal tuntutan kenaikan 15 persen dilakukan untuk mengatasi ketertinggalan upah akibat hilangnya upah sektoral industri. “Upah buruh di kabupaten dan kota tidak naik signifikan kalau segitu yang ditetapkan. Sementara itu, upah sudah sempat tidak naik.”

Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, 21 September 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Ancaman Mogok Kerja Nasional

Kini, berbagai serikat buruh tengah mempertimbangkan langkah hukum untuk memprotes kenaikan upah tersebut. Sembari melakukan hal itu, mereka merencanakan menggelar mogok kerja pada 29-30 November, saat kota dan kabupaten menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

“Usia UMP ini hanya 10 hari, sedangkan UMK ditetapkan pada 30 November nanti,” kata Sekretaris Jenderal FSPMI Surabaya Nuruddin Hidayat. Sebagai informasi, kenaikan UMP Jawa Timur diputuskan sebesar Rp 125 ribu menjadi Rp 2.165.124.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengimbuhkan, aksi mogok nasional akan dilaksanakan pada 30 November hingga 13 Desember dengan melibatkan 5 juta buruh dari sekitar 100 ribu perusahaan. Presiden KSPI Said Iqbal menilai kenaikan upah tersebut terlampau kecil dibanding kenaikan biaya hidup dalam beberapa waktu terakhir.

Iqbal pun membandingkan kenaikan upah itu dengan kenaikan gaji pegawai perusahaan pelat merah yang sebesar 8 persen dan kenaikan uang pensiunan 12 persen. “Pemerintah hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia saja naik gajinya enggak pakai alfa, kok, buruh diminta pakai alfa yang nilainya sama dengan 0,1 sampai 0,3.”

Tak Cukup untuk Menaikkan Daya Beli

Pejalan kaki melintas di kawasan perkantoran Sudirman-Thamrin, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Sebelum UMP ditetapkan, rentang bilangan alfa menjadi obyek tarik-menarik antara unsur pekerja dan pengusaha dalam rapat Dewan Pengupahan Nasional. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita Silaban mengatakan, dalam rapat pleno Dewan Pengupahan, unsur serikat pekerja meminta rentang alfa di angka 0,5-1 karena indeks tertentu itu akan mengerem kenaikan upah pekerja.

Jika menggunakan rentang 0,1-0,3, ucap Elly, kenaikan upah sulit melebihi rata-rata 6 persen karena alfa akan mengurangi persentase pertumbuhan ekonomi. “Kenaikan UMP ini hanya penyesuaian atas kenaikan biaya sewa kontrakan dan harga kebutuhan, bukan kenaikan daya beli,” kata Elly. Idealnya, pemerintah menaikkan upah 7-10 persen untuk mendongkrak kemampuan ekonomi pekerja.

Sebaliknya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani menilai kenaikan upah yang sudah ditetapkan pemerintah harus dihormati oleh semua pihak. Ia menyebutkan penetapan indeks tertentu dilakukan dengan memperhatikan kondisi ketenagakerjaan di setiap daerah. “Ini sebagai langkah preventif untuk mencegah dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja,” kata dia. Shita berharap keputusan Dewan Pengupahan ini bisa dipahami semua unsur.

Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Jahen F. Reski melihat kenaikan upah minimum lebih didorong motif untuk menjaga konsumsi masyarakat agar tidak tergerus inflasi. Karena itu, kenaikannya akan mirip pergerakan inflasi.

Di sisi lain, dia mengakui, penetapan upah minimum juga harus mempertimbangkan potensi dampaknya ke pengangguran. “Sebab, teori mengatakan bahwa kenaikan UMP akan menaikkan biaya upah perusahaan dan membuat penurunan permintaan pekerja,” kata Jahen.

Sedangkan Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies Yusuf Wibisono berpendapat bahwa kenaikan UMP yang sebesar 4-5 persen hanya cukup untuk mengkompensasi kenaikan harga. Musababnya, inflasi pada tahun depan berpotensi melonjak ke kisaran 4 persen karena kenaikan harga energi dan pangan global.

Namun, menurut Yusuf, kenaikan upah minimum yang semata-mata menjumlahkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi—tanpa faktor alfa—juga dipastikan akan memberatkan dunia usaha. “Khususnya sektor padat karya berorientasi ekspor yang bisnisnya belakangan ini cukup seret karena dipengaruhi kondisi global.”

Karena itu, jalan tengah yang bisa ditempuh, menurut dia, adalah menetapkan alfa di kisaran 0,6 dengan mempertimbangkan tenaga kerja yang berlimpah. “Dengan ekspektasi inflasi yang masih akan dinamis ke depan seiring dengan konflik baru di Timur Tengah dan faktor alfa yang selayaknya lebih tinggi, kenaikan UMP 2024 seharusnya di angka 7-8 persen.”

Berpendapat senada, Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira menyebutkan kenaikan UMP 2024 idealnya di atas 10 persen dengan memperhitungkan inflasi pangan yang masih tinggi. Tanpa kenaikan yang layak, pekerja akan sulit menghadapi inflasi. Padahal daya beli pekerja dianggap sebagai kunci ketahanan perekonomian. “Konsumsi rumah tangga masih menjadi motor pertumbuhan ekonomi pada 2024.”

Naik Tipis UMP 2024

Cara Menghitung Alfa Versi Pemerintah

Ihwal kritik rendahnya angka indeks tertentu atau alfa dalam penetapan upah minimum, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menjelaskan, alfa merupakan kontribusi ketenagakerjaan dalam pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Angka tersebut menjadi kecil lantaran pembangunan ekonomi di suatu wilayah tidak hanya ditopang oleh ketenagakerjaan.

“Kontribusi ketenagakerjaan dalam suatu wilayah di Indonesia rata-rata maksimal 0,3 atau 30 persen dari pertumbuhan ekonomi,” kata Indah. Dia mengklaim telah mendiskusikan hal tersebut dengan akademikus serta pakar geografi dan statistik yang ada dalam Dewan Pengupahan Nasional. Sementara itu, di sektor lain, seperti energi, pertambangan, dan pariwisata, belanja pemerintah lebih berkontribusi dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah.

Bahkan, menurut Indah, ada beberapa daerah yang kontribusi ketenagakerjaannya terhadap perekonomian minus. Karena itu, pemerintah menentukan rentang 0,1-0,3. Di sisi lain, ia mengingatkan bahwa UMP hanya berlaku bagi pekerja dengan masa jabatan di bawah satu tahun. “Karena ini untuk pekerja di bawah satu tahun, maka, ya, kenaikannya tidak mungkin sampai Rp 1-2 juta.”

Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/485697/minimalis-kenaikan-upah-minimum-2024