KORANTEMPO, JAKARTA – Rencana pemerintah membatasi penjualan elpiji kemasan 3 kilogram hanya kepada masyarakat yang sudah terdaftar di Pertamina mulai awal tahun depan dinilai belum bisa menyelesaikan masalah penyaluran subsidi gas melon yang tidak tepat sasaran. Bahkan rencana itu dianggap menyisakan berbagai celah permasalahan dalam tataran eksekusi.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan kendala pada pembatasan dengan model yang direncanakan pemerintah saat ini adalah perkara efektivitas. Musababnya, konsumen harus mendatangi agen resmi Pertamina untuk mendaftar. Padahal pangkalan tersebut jumlahnya terbatas dan kemungkinan besar jauh dari tempat tinggal konsumen.
Kewajiban menyerahkan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) untuk kebutuhan pencocokan data dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) juga berpotensi menghambat para calon pembeli yang tidak memiliki dokumen kependudukan resmi. “Dengan biaya yang kini lebih tinggi, hal ini akan mematahkan semangat kelompok miskin yang seharusnya paling berhak atas elpiji 3 kg bersubsidi,” ujar Yusuf kepada Tempo, kemarin.
Pemerintah sebelumnya mengumumkan bahwa pembelian elpiji 3 kg hanya dapat dilakukan oleh pengguna elpiji tertentu yang telah terdata mulai 1 Januari 2024. Pengguna yang belum terdata atau ingin memeriksa status pengguna wajib mendaftar atau memeriksa data diri di pangkalan resmi sebelum melakukan transaksi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengatakan langkah tersebut merupakan upaya mentransformasi pendistribusian gas melon agar tepat sasaran. Kebijakan ini bertujuan agar besaran subsidi yang terus meningkat dapat dinikmati sepenuhnya oleh kelompok masyarakat tidak mampu.
Pekerja memeriksa data KTP warga yang akan membeli elpiji 3 kg di pangkalan elpiji Kelurahan Debong Tengah, Tegal, Jawa Tengah, 27 Juli 2023. ANTARA/Oky Lukmansyah
Untuk mendaftar, masyarakat perlu menunjukkan KTP dan KK di penyalur atau pangkalan resmi. Dokumen tersebut akan terdaftar dan terdata di merchant app Pertamina. Hingga November 2023, sebanyak 27,8 juta pengguna elpiji melon telah bertransaksi melalui merchant app Pertamina di pangkalan resmi. Untuk memaksimalkan proses pendataan, pemerintah meminta para pengguna yang belum terdata untuk segera mendaftar.
Tutuka mengatakan pendataan pengguna elpiji 3 kg adalah langkah awal proses transformasi. Pendataan dilaksanakan sejak 1 Maret sampai 31 Desember 2023. Menyitir Nota Keuangan Tahun 2023, ia berujar, penyaluran subsidi elpiji akan berbasis target penerima atau by name by address dan terintegrasi dengan program pelindungan sosial secara bertahap.
Sasaran pengguna elpiji 3 kg antara lain rumah tangga untuk memasak, usaha mikro untuk memasak, nelayan sasaran, dan petani sasaran sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 serta Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019. Kementerian ESDM memperkirakan masyarakat yang berhak mengkonsumsi gas melon berjumlah 47 juta rumah tangga atau sekitar 160 juta nomor induk kependudukan.
Untuk merinci perkara pendistribusiannya, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran serta Keputusan Dirjen Migas Nomor 99.K/MG.05/DJM/2023 tentang Penahapan Wilayah dan Waktu Pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran.
“Pemerintah telah menerbitkan petunjuk teknis dan aturan pelaksana sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam pelaksanaan transformasi pendistribusian elpiji 3 kg agar tepat sasaran,” kata Tutuka. Dalam tahap awal pelaksanaan pada tahun depan, ia berujar, pemerintah tidak akan membatasi pembelian dari sisi jumlah. Pembeli yang sudah terdaftar hanya perlu menunjukkan KTP.
Pemerintah bakal membatasi penjualan elpiji 3 kilogram kepada pembeli yang sudah terdata mulai 1 Januari 2024. Pendaftaran dilaksanakan sejak 1 Maret hingga 31 Desember 2023. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat penyaluran elpiji bersubsidi lebih tepat sasaran.
Data Pemerintah Diragukan
Namun, menurut Yusuf Wibisono, pembatasan yang didasarkan pada data tersebut berpotensi tidak efektif karena DTKS sejak lama bermasalah, sementara data P3KE belum diketahui sejauh mana validitasnya. Beberapa daerah yang telah menerima data P3KE untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem, kata dia, justru melaporkan harus melakukan perbaikan karena data tersebut banyak yang tidak sesuai dengan realitas di lapangan.
“Jika data P3KE masih menghadapi masalah yang sama dengan DTKS, kita masih akan menghadapi isu lama, yaitu tingginya angka exclusion error, orang miskin yang berhak tapi tidak masuk dalam DTKS; dan angka inclusion error, orang tidak miskin yang tidak berhak tapi masuk DTKS,” kata Yusuf.
Jika pemerintah berkeras ingin membatasi konsumsi elpiji dengan cara yang digagas saat ini, ketersediaan basis data kemiskinan yang valid dan selalu termutakhir dianggap menjadi keharusan. Yusuf mengatakan pemerintah harus memastikan exclusion error mendekati nol sehingga tidak ada orang miskin yang tidak masuk DTKS atau P3KE. Dengan demikian, pembatasan tidak akan merugikan kelompok miskin.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, mengatakan masalah data bisa diselesaikan dengan menyusun data secara top-down dan bottom-up. Pada sisi top-down, pemerintah dapat menjadikan DTKS sebagai basis data. Sementara itu, pada sisi bottom-up, pemerintah membuka ruang bagi masyarakat untuk mengajukan permohonan untuk mendapat subsidi. Nah, pemerintah bertugas memverifikasi para pendaftar dengan profil ekonominya sehingga tidak ada yang tidak terfasilitasi.
Namun, jika DTKS dan P3KE justru menjadi data pembanding dari masyarakat yang mendaftar, pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai pemerintah justru buang-buang waktu dan energi. “Untuk apa didata lagi, kan jadi dobel. Langsung saja pakai data yang ada dan berikan kuota pembelian,” ujarnya.
Seperti pada program bantuan sosial lain, pemerintah bisa memberikan kartu atau kode batang bagi masyarakat penerima untuk bisa membeli gas melon bersubsidi. Orang yang tidak memiliki kartu atau kode batang tetap bisa membeli elpiji 3 kg, tapi tanpa subsidi. Toh, ia menganggap selama ini pemerintah juga memakai data tersebut untuk berbagai program bantuan sosial, seperti bantuan pangan dan bantuan El Nino.
Bongkar-muat gas elpiji 3 kg di kawasan Karet, Jakarta, 31 Juli 2023. TEMPO/Tony Hartawan
Distribusi Juga Berpotensi Bermasalah
Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga mengatakan masalah mungkin juga terjadi dalam pendistribusian. Pemerintah selama ini masih belum membuka perkara evaluasi dan pengawasan dari sistem pendataan pembeli yang sudah berjalan sampai awal tahun ini. “Potensi celah yang terlihat adalah kecocokan data dan mekanisme penjualan ketika melalui jaringan distribusi terkecil, seperti warung kelontong atau kios-kios,” ujar Daymas.
Artinya, pemerintah tidak bisa hanya mengawasi hingga tingkat pangkalan, tapi juga ke distributor kecil, seperti warung dan kios yang selama ini menjadi andalan warga. Artinya, perlu ada pendataan untuk setiap pengecer gas melon. Pengecer-pengecer tersebut juga harus diawasi dari sisi penyaluran dan harga.
Berdasarkan pantauan Tempo di Batam, beberapa warga pengguna elpiji melon memang sempat dimintai data KTP dan nomor telepon kala membeli elpiji 3 kg di pangkalan. Namun, menurut seorang pembeli, ia tak lagi dimintai data pada pembelian berikutnya. “Cuma sekali, setelah itu enggak lagi,” kata Indri, seorang warga di Kota Batam.
Di DKI Jakarta, gas melon masih mudah dibeli di warung kelontong. Salah satu warung yang didatangi Tempo di bilangan Matraman, Jakarta Timur, masih melayani jual-beli gas melon tanpa syarat apa pun. Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan pendaftaran memang hanya dilakukan di pangkalan. Ia pun berujar, masyarakat memang masih bisa membeli gas melon di tingkat pengecer sebelum adanya aturan anyar.
Daymas mengatakan perkara distribusi ini menjadi krusial dan perlu dipikirkan pemerintah jika hendak membuat penyaluran gas bersubsidi lebih tepat sasaran. Alih-alih mempersyaratkan KTP untuk membeli gas melon, ia menyarankan pemerintah belajar dari skema subsidi gas di India.
India, kata Daymas, menyamakan semua harga gas yang dijual di pasar alias tanpa subsidi. Namun masyarakat kurang mampu yang menjadi target subsidi dapat mengklaim selisih harga setiap bulan sesuai dengan jumlah subsidi yang diberikan dan jumlah gas yang dibeli. “Itu akan jauh lebih mudah dan tepat sasaran. Lagi pula data kependudukan kita seharusnya sudah mampu melakukan skema seperti itu.”
Terlepas dari skema distribusinya yang belum dijelaskan secara rinci, Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) di daerah kini mulai bersiap menyambut aturan anyar itu. Hiswana Migas Kalimantan Barat, misalnya, akan mengaudit semua pangkalan di wilayahnya, khususnya Kabupaten Ketapang yang beberapa saat lalu dikabarkan langka pasokan.
Ketua Hiswana Migas Kalimantan Barat Yuliansyah mengatakan akan menindak tegas dengan mencabut izin usaha jika menemukan pihak-pihak yang bermain dengan ketersediaan elpiji. Organisasi pengusaha itu juga akan memastikan anggotanya bisa menjalankan rencana pemerintah dalam menyalurkan elpiji subsidi tepat sasaran. “Ke depan harus menggunakan KTP untuk pengambilan elpiji.”
Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/486273/celah-masalah-penjualan-elpiji-subsidi