JAKARTA, investor.id – Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai, ke depan fokus dana desa perlu dikembalikan ke semangat awalnya yaitu untuk pemberdayaan ekonomi dan pembangunan infrastruktur desa.
Di saat yang sama diupayakan memperbesar kembali ukuran anggarannya. Desa perlu kembali mengejar ketertinggalan ekonomi dan infrastrukturnya. Tentu di saat yang sama, menjadi krusial untuk terus memperbaiki tata kelola dana desa agar korupsi dan inefisiensi yang selama ini menggerogoti efektifitas dana desa dapat ditekan.
“Modus korupsi dan inefisiensi dana desa tergolong sangat sederhana, yang seharusnya dapat dicegah, seperti mark-up anggaran proyek, penggelapan dana, program atau kegiatan fiktif, dan pemotongan anggaran. Dibutuhkan edukasi dan partisipasi aktif masyarakat desa untuk mengkontrol pengelolaan dana desa, serta meningkatkan pengawasan dari kecamatan dan kabupaten,” kata Yusuf kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (9/1/2024).
Di masa pandemi, kata Yusuf, dana desa menjadi salah satu bantalan utama pemerintah dalam menanggulangi dampak pandemi di wilayah pedesaan.
Selama masa pandemi, alokasi pemanfaatan dana desa dirubah secara drastis terutama untuk program bantuan sosial berupa BLT (Bantuan Langsung Tunai) minimal 40% dan program ketahanan pangan minimal 20%.
Dengan kata lain, lanjut dia, sebenarnya selama pandemi peruntukan dana desa minimal sebesar 60% berubah menjadi bansos tunai dan subsidi pangan. Hal ini positif dan cukup efektif menahan angka kemiskinan di pedesaan selama pandemi.
Namun di saat yang sama hal ini sebenarnya juga memiliki dampak negatif, yaitu hilangnya fungsi dana desa yang sesungguhnya untuk pemberdayaan ekonomi dan pembangunan infrastruktur desa.
Sebelum pandemi, dana desa banyak digunakan untuk pengembangan produk unggulan desa, pengembangan BUMDES, pembangunan infrastruktur desa mulai dari jalan raya, irigasi, embung, pasar desa hingga peningkatan kualitas hidup masyarakat desa seperti pembangunan sarana air bersih, MCK, drainase, polindes, PAUD, dan Posyandu.
“Seharusnya anggaran bansos dan subsidi pangan untuk masyarakat pedesaan diambil dari pos anggaran belanja subsidi dan belanja bantuan sosial, bukan dari dana desa,” katanya.
Kini, pascapandemi, menurut dia, selayaknya arah kebijakan Dana Desa dikembalikan. Dana desa sebelum pandemi sdh di kisaran 69 triliun, pada awal pandemi sempat meningkat, pada 2020 menjadi Rp 71 triliun, pada 2021 menjadi Rp 72 triliun.
Namun pada 2022 turun menjadi 68 triliun, dibawah anggaran sebelum pandemi. “Ini kemunduran sebenarnya. Terlebih minimal 40% untuk BLT, jadi sekitar 28 triliun dana desa selama pandemi menjadi BLT, ini setara dengan anggaran PKH untuk 10 juta rumah tangga miskin,”imbuhnya.
Hingga kini, kebijakan BLT Desa dari Dana Desa terus dipertahankan, meski proporsi nya sejak 2023 diturunkan menjadi 25%. Dengan Dana Desa kini di kisaran Rp 71 triliun, maka sekitar Rp 17,8 triliun Dana Desa disalurkan sebagai BLT.
Di satu sisi benar BLT dari Dana Desa mampu menopang masyarakat desa selama pandemi agar tidak jatuh miskin, namun pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi desa menjadi menurun drastis.
Diketahui, dana desa mulai digelontorkan sejak 2015, dengan akumulasi Rp 539 triliun hingga tahun lalu. Mengutip data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi dana desa sepanjang tahun 2023 mencapai Rp 69,9 triliun atau 99,8% dari target APBN 2023 sebesar Rp 70 triliun. Tahun 2024, pemerintah mengalokasikan dana desa sebesar Rp 71 triliun
Denyut ekonomi desa langsung terasa begitu dana desa mengucur dari pusat. Merujuk data Kemenkeu dan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), selama kurun waktu 2015-2022 pemanfaatan anggaran dana desa telah menghasilkan berbagai capaian yang menunjang aktivitas perekonomian dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.
Selama periode itu, dana desa digunakan untuk membangun jalan sepanjang 311.656 kilometer (km), jembatan 1,6 juta meter, pasar desa sebanyak 12.297, BUMNdes mendapatkan 42.370 kegiatan, sarana olahraha 29.430 unit, air bersih 1.502 unit, sarana MCK 444.465 unit, polindes 14.462 unit, perahu 7.420 unit, dan embung 5.413unit.
Selanjutnya, jumlah irigasi yang dibangun mencapai 572.812, penahan tanah 249.415, drainase 45.827, PAUD desa 66.727 kegiatan, posyandu 42.388, dan sumur 76.669.
Kemudian, berdasarkan data Indeks Desa Membangun (IDM) yang diterbitkan oleh Kementerian Desa PDTT, jumlah desa mandiri naik menjadi 6.238 pada 2022 dari tadinya 173 tahun 2015.
Ini dibarengi penurunan jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal menjadi 14.564 dari 41.315. Jumlah penduduk penduduk miskin di desa juga turun, dari 17,94 juta pada Maret 2015 menjadi 14,38 juta September 2022.
Sumber :https://investor.id/national/pengamat-nilai-dana-desa-harus-difokuskan-kembali-ke-pemberdayaan-ekonomi-dan-infrastruktur-desa