Target Tinggi Para Kandidat

KORANTEMPO, JAKARTA — Tiga pasangan calon presiden-wakil presiden menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mematok target 5,5-6,5 persen. Sedangkan pasangan nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md. mengincar 7 persen. Terbaru, pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam diskusi ekonomi pada Rabu lalu menaikkan target pertumbuhan dari 7 menjadi 8 persen.

Untuk mencapai target 6,5 persen, Anies menyatakan akan berfokus pada penciptaan lapangan kerja berkualitas dan menurunkan jumlah pekerja informal, dari 59,11 persen pada Agustus 2023 menjadi 50 persen pada 2029. Anies juga menjanjikan 15 juta lapangan kerja baru per tahun dan menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 5,45 persen pada Februari 2023 menjadi 3,5-4 persen.

Anies ingin investasi yang masuk sejalan dengan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Sektor industri manufaktur menjadi prioritas karena kontribusinya terhadap PDB ditargetkan mencapai 23 persen pada 2029, dari saat ini sekitar 18 persen. “Target pertumbuhan ekonomi yang kami pasang progresif tapi tetap realistis,” kata Wijayanto Samirin, anggota Tim Ekonomi Anies-Muhaimin.

Adapun Ganjar menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen tidak mustahil dicapai. Caranya ialah dengan memastikan kebijakan prioritas berjalan, seperti penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi. Ganjar menyatakan akan mewajibkan 50 persen belanja barang dan jasa pemerintah diperuntukkan bagi pelaku UMKM/koperasi.

Ia juga menjanjikan kepastian hukum bagi dunia usaha dan pemberantasan korupsi. “Pengembangan sektor ekonomi baru, seperti ekonomi digital, serta ekonomi hijau dan biru juga menjadi tumpuan,” kata Chico Hakim, juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud.

Target 8 Persen Tidak Realistis

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menilai target pertumbuhan ekonomi 6 persen terbilang optimistis. Sedangkan target 7 persen sangat sulit dicapai kecuali ada terobosan dan strategi besar yang baru. Adapun target 8 persen dianggap tidak realistis.

Dia mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen merupakan syarat penting bagi Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi. Karena itu, Yusuf menganggap wajar jika para calon berlomba-lomba mematok target pertumbuhan ekonomi setinggi mungkin. Presiden mendatang, kata dia, perlu strategi besar untuk lepas dari jerat pertumbuhan 5 persen pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Karena itu, tidak kredibel jika Prabowo menargetkan 8 persen dengan hanya melanjutkan kebijakan ekonomi yang lama,” ujarnya.

Yusuf berpendapat, kebijakan pembangunan era Jokowi gagal mentransformasi perekonomian dan mengakselerasi pertumbuhan. Selama sepuluh tahun memerintah, Jokowi tidak bisa mencapai target pertumbuhan 7 persen seperti yang dijanjikan. Realisasi pertumbuhan ekonomi rata-rata bahkan lebih rendah dari era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Padahal pertumbuhan ekonomi bisa dikebut dengan mengoptimalkan industri manufaktur untuk menciptakan lapangan kerja berpendapatan tinggi,” ucap dia.

Menurut Yusuf, program utama yang seharusnya diusung pasangan calon adalah gagasan mengatasi rendahnya kualitas angkatan kerja dan mencegah deindustrialisasi. Strategi tersebut diperlukan agar bonus demografi dapat memberi manfaat bagi pertumbuhan dan industrialisasi. Dia menegaskan, hanya dengan industrialisasi dan bonus demografi yang berkualitas, perekonomian nasional bisa melaju dan keluar dari jebakan pendapatan menengah.

Asal Muasal Negara Maju

Yusuf menjelaskan, sebuah negara maju lahir dari negara berkembang yang berhasil memanfaatkan bonus demografi. Dengan melimpahnya penduduk usia produktif, Cina, Jepang, dan Korea Selatan dapat tumbuh lebih dari 7 persen. Indonesia telah memasuki bonus demografi pada 2012, tapi ekonomi tumbuh stagnan di kisaran 5 persen. Pada 2030, puncak bonus demografi akan berakhir dan Indonesia memasuki fase dewasa. Pada tahap itu, usia penduduk semakin tua dan akan banyak tantangan finansial.

Para pasangan calon, kata dia, harus mampu menunjukkan strategi reindustrialisasi yang lebih baik daripada sekadar penghiliran hasil tambang. Musababnya, penghiliran yang kini digencarkan pemerintah tidak berhasil mengakselerasi pertumbuhan. Terbukti, dengan penghiliran yang gencar, bahkan cenderung ugal-ugalan, pertumbuhan stagnan di kisaran 5 persen.

Yusuf menyoroti pula kebijakan penghiliran yang sangat bergantung pada modal dan teknologi asing. Pemerintah tidak pula menunjukkan upaya signifikan untuk mendorong transfer teknologi dan kemampuan domestik. Dia mencontohkan penghiliran nikel yang berhenti pada produk setengah jadi tanpa membangun tata kelola industri.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen saja, presiden terpilih harus memiliki pendekatan dan kebijakan yang luar biasa. Langkah memacu ekonomi tak bisa dengan mengandalkan penghiliran, melainkan industrialisasi dalam skala besar. Pemerintah, kata dia, harus memiliki peta jalan industrialisasi secara terinci untuk mengejar pertumbuhan yang lebih tinggi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani membenarkan soal target pertumbuhan di atas 5 persen sangat sulit dicapai tanpa adanya inovasi kebijakan yang signifikan. Sektor riil, ujar dia, memerlukan peningkatan produktivitas, investasi, ekspor, hingga percepatan penciptaan lapangan kerja. “Pertumbuhan lapangan kerja penting untuk menaikkan daya beli dan konsumsi.”

Dia mengatakan semua parameter tersebut sangat penting, mengingat kuatnya tekanan dari lingkup eksternal dan internal. Ekonomi global diprediksi masih melambat dengan ketidakpastian yang meningkat akibat konflik geopolitik. Di sisi internal, transisi kepemimpinan pada tahun politik membuat persepsi iklim investasi tidak meyakinkan para pelaku usaha. “Pengusaha sektor riil jauh lebih menahan diri untuk melakukan ekspansi dibanding tahun lalu,” ujar Shinta.

Untuk tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam beberapa kesempatan menyatakan optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,2 persen di tengah berbagai ketidakpastian dunia. Proyeksi yang sama disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Dia memperkirakan pertumbuhan akan berada sedikit di atas 5 persen.

Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/487046/target-pertumbuhan-ekonomi-capres