TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat. Menurut dia, setidaknya tantangan itu terdiri dari tiga hal.
Pertama, Yusuf memprediksi commodity boom berpotensi akan lebih banyak melonjakkan beban belanja negara dibandingkan meningkatkan penerimaan negara. Dia menilai hal itu disebabkan oleh ketergantungan yang semakin tinggi pada impor minyak dan gas serta jatuhnya harga nikel sebagai komoditas utama hilirisasi.
“Kedua, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) masih berpotensi tetap terus tinggi ke depan seiring suku bunga the Fed yang juga masih terus bertahan tinggi atau higher for longer,” kata Yusuf dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 25 April 2024.
Ekonom itu menjelaskan, kini BI menaikkan suku bunga acuan ke 6,25 persen seiring penundaan pemangkasan suku bunga the Fed. Oleh sebab itu, sambung Yusuf, tekanan ke suku bunga domestik akan terus berat ke depan.
“Seiring suku bunga acuan yang terus tinggi, permintaan domestik akan tertekan sehingga akan menekan penerimaan PPN yang menjadi andalan utama APBN pasca pandemi,” ujarnya.
Ketiga, Yusuf memaparkan RAPBN 2025 akan digelayuti beban yang semakin berat, terutama dari warisan proyek-proyek mercusuar dan infrastruktur Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta masuknya program-program populis dari presiden terpilih, Prabowo Subianto, misalnya makan siang gratis.
Yusuf menganalisis bahwa dengan postur dan ruang fiskal yang terbatas, APBN 2025 seharusnya difokuskan untuk meredam inflasi dan menjadi shock absorber. Selain itu, dia juga mengingatkan soal urgensi menjaga pertumbuhan melalui daya beli rakyat serta penguatan program kualitas SDM yaitu pendidikan dan kesehatan.
“Namun hal ini sangat tidak mudah dilakukan karena APBN kita telah dipenuhi beban yang semakin memberatkan,” tuturnya.
Berkenaan dengan penerimaan negara, Yusuf mengkhawatirkan target pendapatan perpajakan karena dibuat diatas asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3-5,6 persen. Jika pertumbuhan ekonomi gagal tercapai, jelas Yusif, maka target penerimaan pajak juga berpotensi besar tidak tercapai.
“Ketidakpastian global yang masih sangat tinggi, terutama dari perang Rusia-Ukraina dan kini Perang Israel-Iran akan menekan potensi pertumbuhan 2025,” ucapnya.
Sumber :https://bisnis.tempo.co/read/1860917/ekonom-ideas-ingatkan-3-tantangan-rapbn-2025?page_num=2