Banyak Sandungan Menuju 8 Persen

KORANTEMPO, JAKARTA – berbicara dalam Forum Ekonomi Qatar pada Rabu, 15 Mei lalu, Prabowo Subianto sebagai pemenang pemilihan presiden mengklaim bisa dengan mudah mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8 persen per tahun. “(Bisa tercapai) dalam dua hingga tiga tahun,” ujarnya.

Prabowo mengklaim sudah berbicara dengan banyak ahli dan mempelajari adanya kemungkinan pertumbuhan ekonomi tersebut. Kuncinya, menurut dia, berkaitan dengan sektor pertanian serta produksi dan distribusi pangan, tanpa menjelaskan detailnya. Faktor lain adalah efektivitas belanja pemerintah. Dia berencana berfokus pada anggaran untuk mendukung program pendorong ekonomi.

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono juga pesimistis atas target Prabowo tersebut. Melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini, ia memandang target pertumbuhan 6 persen termasuk optimistis. Untuk mencapai target 8 persen, pemerintah butuh perubahan luar biasa, seperti reformasi birokrasi plus reformasi hukum dan politik.

“Kalau hanya bermodalkan melanjutkan kebijakan pemerintah sebelumnya, tanpa rencana reformasi institusi yang memadai, itu sangat tidak realistis,” Yusuf mengungkapkan.

Ia mengingatkan bahwa strategi besar pembangunan di era Presiden Joko Widodo, yaitu pembangunan infrastruktur dan penghiliran hasil tambang, terbukti gagal mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia hanya mencatat pertumbuhan rata-rata 4,2 persen.

Bahkan, kalaupun kontraksi ekonomi selama periode pandemi Covid-19 diabaikan, performa ekonomi nasional hanya 5,1 persen—terpaut jauh dari target pemerintah sebesar 7 persen. Jika pemerintahan berikutnya gagal melepaskan diri dari kutukan pertumbuhan ekonomi 5 persen, Indonesia dipastikan terjerat jebakan kelas menengah.

Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, Yusuf menyarankan pemerintah tak lagi terobsesi menarik investasi setinggi mungkin atau mendorong ekspor secara berlebihan. Sebab, hal itu terbukti tak membuahkan hasil selama satu dekade terakhir.


Dia mengatakan, dengan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) saat ini di kisaran 30 persen dari PDB, pertumbuhan ekonomi sebenarnya bisa melambung di angka 7-8 persen. Tapi ICOR yang tinggi menutup potensi tersebut. Sama seperti Piter, Yusuf mendesak pemerintah berfokus menurunkan ICOR di kisaran 4 persen.

Kualitas Tenaga Kerja Rendah

Pekerjaan rumah lainnya adalah mengatasi rendahnya kualitas angkatan kerja dan mencegah deindustrialisasi dini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Februari lalu, sebanyak 54,69 persen tenaga kerja hanya berpendidikan sekolah menengah pertama dan sekolah dasar.

Ia menyebutkan pemerintahan baru perlu bergerak cepat agar bonus demografi yang saat ini dinikmati, bahkan berada di periode puncaknya, bisa banyak memberikan manfaat bagi industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Bonus demografi yang sudah berlangsung dari 2012 ini akan berakhir pada 2030.

“Hanya dengan industrialisasi dan bonus demografi yang berkualitas saja perekonomian kita akan terakselerasi menuju negara berpenghasilan tinggi, keluar dari middle income trap,” ucapnya. Yusuf mencontohkan Korea Selatan yang mampu mendorong ekonominya hingga 7 persen per tahun ketika mendapat bonus demografi.

Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/488480/mengapa-target-pertumbuhan-ekonomi-prabowo-sulit-dicapai