Muhammadiyah Tarik Duit Triliunan dari BSI (BRIS), Ancaman Likuiditas Intai Bank?

Nasabah melakukan transaksi keuangan di kantor cabang BSI, Jakarta, Rabu (13/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa hari publik diramaikan oleh keputusan organisasi keagamaan Muhammadiyah yang menarik dana simpanannya yang berada di PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI (BRIS) untuk dialihkan ke bank lain. Lantas, seperti apa dampaknya pada likuiditas BSI?

Sebagaimana diketahui, beredar surat Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengenai konsolidasi keuangan di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Surat bertanggal 30 Mei 2024 tersebut meminta dilakukan rasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan di BSI ke bank syariah lain, seperti Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, dan lainnya.

Sampai saat ini memang belum terdapat penjelasan pasti soal berapa dana Muhammadiyah yang ada di BSI, tetapi kabar yang beredar nilainya mencapai Rp13—15 triliun. Akan tetapi, hal ini dinilai memberi dampak pada perseroan.

Adapun dalam konteks bank syariah, kondisi likuiditas sendiri dapat tercermin dari rasio financing to deposit ratio (FDR) atau biasa yang kerap dikenal sebagai loan to deposit ratio (LDR).

Makin tinggi FDR bank, maka semakin ketat likuditasnya. Sebaliknya, makin kecil FDR, maka semakin longgar likuiditas bank.

Artinya, jika dana simpanan yang ditarik Muhammadiyah dari BSI cukup signifikan, hal ini bisa menyebabkan peningkatan FDR, karena deposit bank akan menurun sementara total pembiayaan (financing) yang diberikan oleh bank tetap sama atau hanya sedikit berubah.

Peningkatan FDR bisa mengindikasikan bahwa bank menjadi lebih bergantung pada dana pihak ketiga untuk mendukung operasinya, yang dapat menunjukkan situasi likuiditas yang lebih ketat.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, BSI memiliki dana pihak ketiga mencapai Rp297,34 triliun dan pembiayaan mencapai Rp246,54 triliun.  Adapun, FDR bank mencapai 83,05%.

Bisnis pun melakukan perhitungan mandiri dengan asumsi Muhammadiyah melakukan penarikan dana sebesar Rp15 triliun. Maka, sesuai dengan rumus FDR, yakni dana pihak ketiga dibagi dengan pembiayaan, maka otomatis FDR perseroan meningkat sebesar 87,32%.

Tekanan Likuiditas hingga Profitabilitas

Direktur IDEAS (Institute For Demographic and Poverty Studies) Yusuf Wibisono mengungkapkan memang hal yang perlu diwaspadai atas aksi ini adalah dampak jangka pendek berupa likuiditas BSI hingga dampak jangka panjang yang berpotensi menjadi rush money.

Dia pun tak menampik fakta, bila menghitung dana saat ini, jumlah simpanan yang dipindahkan Muhammadiyah dari BSI hanya Rp15 triliun dari total DPK BSI yang berkisar Rp300 triliun.

Meski demikian, dana yang ditarik, kata Yusuf, tentu akan signifikan mempengaruhi likuiditas BSI dalam jangka pendek.

“[Ini] menjadi tantangan bagi BSI untuk memastikan bahwa pemindahan dana ini dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu yang cukup panjang,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/6/2024).

Lebih jauh, Yusuf juga mewanti-wanti BSI untuk melakukan mitigasi, mengingat Muhammadiyah adalah ormas Islam terbesar kedua setelah NU dengan puluhan juta anggota.

“Dampak [penarikan secara besar-besaran] masuk ke dalam dampak jangka panjang. Potensi [rush money] itu ada. Sikap Muhammadiyah tidak hanya berpotensi diikuti oleh Amal Usaha Muhammadiyah, namun juga oleh puluhan juta anggota dan simpatisan nya,” katanya.

Yusuf menyebut sudah selayaknya BSI melakukan pendekatan khusus kepada Muhammadiyah agar dampak dari aksi Muhammadiyah ini dapat diminimalkan agar tidak berdampak negatif kepada BSI.

Lebih lanjut, kata Yusuf, sejak merger 3 bank BUMN syariah pada 2021, industri perbankan syariah nasional memang menjadi sangat didominasi oleh BSI. Tercatat, BSI menguasai 40% dari total aset perbankan syariah nasional, dengan aset mencapai Rp358 triliun pada kuartal I/2024.

“Langkah Muhammadiyah meski tidak akan mengubah situasi secara signifikan, namun setidaknya akan membuat persaingan di industri perbankan syariah menjadi lebih sehat,” ujarnya.

Pada saat dihubungi terpisah, Executive Director Segara Research Institute Piter Abdullah juga menyoroti penarikan dana yang terjadi mau tidak mau akan menyebabkan tekanan likuiditas. Menurutnya, jika kondisi itu tidak segera tertangani oleh BSI, bisa berdampak hal-hal lain yang berujung kepada profitabilitas bank.

“Dana bank [secara umum], termasuk BS [biasanya]I tidak dalam bentuk cash karena sudah disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Maka ketika ada penarikan dana yang begitu besar pasti akan menyebabkan tekanan likuiditas,” ujarnya kepada Bisnis.

Kondisi BSI

Seiring dengan kondisi tersebut, Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar pun menuturkan kondisi keuangan perusahaan sendiri masih sangat stabil dengan total aset per April 2024 Rp350,67 triliun yang secara tahunan tumbuh 11,94%. Kemudian, posisi Dana Pihak Ketiga sebesar Rp293,2 triliun, tumbuh 9,41%. yoy Adapun pembiayaan BSI menyentuh angka Rp251,58 triliun, tumbuh 17,94% yoy.  “Sehingga posisi FDR perusahaan 85,72% sehingga cukup ample,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/6/2024)

Prospek Saham BRIS

Berdasarkan RTI Business, saham BRIS stagnan di level Rp2.190 pada perdagangan Jumat (7/6/2024)pukul 14.51 WIB. Adapun, selama sepekan saham ini terkoreksi 0,45%. Sementara, secara year-to-date (YtD) saham BRIS menghijau 25,29%.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menilai kondisi likuiditas BSI masih bisa dipertahankan, mengingat rasio atas jumlah penarikan ‘duit’ milik Muhammadiyah terhadap total pendanaan BSI masih tergolong kecil.

“BRIS masih bisa memutar uangnya dari DPK untuk meningkatkan ekspansi permodalan, ekspansi kredit yang bertujuan meningkatkan kinerja,” ujarnya kepada Bisnis.

Kini, dia pun menantikan summary economic projection The Fed yang memuat kebijakan moneter The Fed ke depan.

“Sejatinya akan ada harapan era suku bunga tinggi berakhir di tahun ini, Mudah-mudahan bisa berpengaruh positif terhadap likuiditas perbankan,” ucap Nafan.

Berdasarkan data Bloomberg Terminal, terdapat 16 sekuritas yang menyematkan rekomendasi bagi saham BRIS. Mayoritas masih menilai saham BRIS menarik untuk dikoleksi.

Sebanyak 14 sekuritas menyematkan rekomendasi beli (buy) bagi saham BRIS, hanya 2 yang merekomendasikan tahan (hold). Banyaknya rekomendasi beli karena rata-rata target harga saham BRIS masih bertahan di Rp2.915 per lembar.

Penjelasan Muhammadiyah

Sebelumnya, saat dikonfirmasi mengenai kebenaran surat dan keputusan tersebut, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas memberikan respons dengan menyatakan pihaknya memiliki komitmen tinggi untuk mendukung perbankan syariah. Oleh karena itu, Muhammadiyah melakukan rasionalisasi dan konsolidasi terhadap masalah keuangannya.

“[Ini dilakukan] agar Muhammadiyah bisa berkontribusi bagi terciptanya persaingan yang sehat di antara perbankan syariah yang ada, terutama ketika dunia perbankan syariah tersebut berhubungan dengan Muhammadiyah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (5/6/2024).

Untuk itu, kata Anwar, Muhammadiyah merasa perlu menata banyak hal tentang masalah keuangannya termasuk dalam hal yang terkait dengan dunia perbankan, terutama menyangkut tentang penempatan dana dan juga pembiayaan yang diterimanya.

Menurutnya, penempatan dana Muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI, sehingga secara bisnis dinilai apat menimbulkan risiko konsentrasi atau concentration risk.

Sementara itu, penempatan dana maupun pembiayaan di bank-bank syariah lain dinilai masih sedikit, sehingga bank-bank syariah lain tersebut tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI.

“Bila hal ini terus berlangsung maka tentu persaingan diantara perbankan syariah yang ada tidak akan sehat dan itu tentu jelas tidak kita inginkan,” tuturnya.

Sumber :https://finansial.bisnis.com/read/20240607/90/1772125/muhammadiyah-tarik-duit-triliunan-dari-bsi-bris-ancaman-likuiditas-intai-bank/2