Manjurkah Family Office Tarik Investasi Masuk RI seperti Klaim Luhut?

Family office tak mampu menarik dana kaum super kaya masuk karena Indonesia bakal kalah melawan negara tax haven dan pusat keuangan dunia.

Jakarta, CNN Indonesia — Pemerintah berencana membentuk family office di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keluarga kaya di luar negeri tertarik menyimpan uangnya di Tanah Air sehingga perlu dibentuk family office.
Luhut bahkan mengklaim family office yang dirancang pemerintah Indonesia sudah dilirik investor asing. Karena itu, ia yakin konsep family office yang disiapkan pemerintah nanti bisa menarik dana besar dari luar negeri masuk ke Indonesia.

“Dan dari situ bisa melakukan investasi dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja dan tentu menguntungkan rakyat Indonesia ke depannya,” kata Luhut usai menghadiri acara The Global Dialoge On Sustainable Ocean Development, di Sanur, Kota Denpasar, Jumat (5/7).

“Sudah ada beberapa (investor asing), malah luar biasa. Mereka sudah bilang kami yang pertama sudah mendaftar ada beberapa nama mungkin dalam dua dan tiga minggu ke depan kalau sudah makin ada bentuknya nanti kita akan beritahu,” imbuhnya.

Lantas bisakah family office menarik investasi asing ke Indonesia?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan family office bukan investasi yang menjanjikan bagi sebuah negara. Ia belum pernah mendengar di dunia bahwa family office dijadikan andalan untuk menarik investasi.

“Kecuali menjadikan Bali sebagai surga bebas pajak atau insentif menarik bagi multinational corporation untuk membangun research center di Bali seperti di Irlandia misalnya. Nah itu mungkin akan berbeda efeknya,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

Ronny melihat istilah family office dimunculkan untuk meramaikan arena investasi nasional saja karena investasi asing langsung konvensional gagal digenjot secara signifikan. Apalagi, sambungnya, prospek family office secara nominal tidak akan terlalu besar imbasnya kepada Indonesia.

Ia mengatakan paling jauh, investor hanya membangun villa atau bungalo saja di Bali, yang mana itu normal bagi orang Bali karena merupakan bagian dari tourism investment yang sering terjadi.

Ronny mengatakan family office tentu berpengaruh ke cadangan devisa karena orang kaya asing akan membawa uangnya ke Tanah Air. Namun ia mempertanyakan seberapa banyak investor yang tertarik. Pasalnya, belum diketahui skema apa yang ditawarkan pemerintah kepada calon investor family office.

“Mengapa orang kaya dunia harus bangun family office di Bali? Kenapa? Apa yang ditawarkan? Kayaknya itu belum dijawab pemerintah,” katanya.

Ronny mengatakan pemerintah baru menawarkan Bali sebagai destinasi wisata. Padahal menurutnya, daya tarik Bali menjadi family office dibanding negara lain tergantung tawaran insentif dan kelonggaran dari pemerintah.

Menurutnya, menarik orang kaya asing tidak lah mudah. Jaminan privasi, stabilitas, keamanan aset, kepastian hukum atas private property right, layanan yang baik, dan kebijakan nihil pajak biasanya menjadi faktor utama.

Alih-alih mendatangkan investasi, Ronny mengatakan family office bisa berpotensi dijadikan sebagai salah satu instrumen cuci uang oleh investor, pengusaha, dan pejabat.

“Apalagi kasus korupsi sangat tinggi di Indonesia sehingga family office berpotensi menambah peluang mereka untuk mencuci uang,” katanya.

Sementara itu, Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono memandang rencana pemerintah mengeluarkan regulasi untuk family office seperti kebijakan sporadis yang memperlihatkan ambisi pemerintah untuk menarik masuk valuta asing (valas) dalam jangka pendek.

Ia melihat pemerintah panik untuk secepatnya meningkatkan pasokan dolar AS di pasar valas domestik sehingga rupiah yang hingga kini masih terpuruk di kisaran Rp16.400 dapat menguat.

Menurutnya, potensi keuntungan dari rencana pembentukan family office tidak sepadan dengan potensi kerugiannya. Pasalnya, regulasi untuk mendorong bisnis family office mengharuskan pemerintah untuk memberikan insentif fiskal yang masif seperti pembebasan pajak hingga kemudahan untuk investasi dengan return yang kompetitif.

“Kerangka regulasi dan infrastruktur untuk family office karena itu cenderung rawan bagi tindak pidana pencucian uang dan berlawanan dengan upaya meningkatkan penerimaan perpajakan,” katanya.

Yusuf mengatakan andai pemerintah bersikeras menggulirkan rencana family office, tidak akan mudah bagi pemerintah untuk menarik dana keluarga super kaya.

Sebab, persaingan bisnis family office sangat tidak ringan, terutama dari negara-negara yang selama ini dikenal sebagai tax haven dan pusat keuangan dunia (global financial hub) seperti Singapura, Swiss, Inggris dan Hong Kong.

Menurut Yusuf, bisnis family office selama ini dikuasai oleh negara-negara tersebut. Sementara Indonesia, katanya, tidak bisa instan dalam membangun kerangka regulasi dan infrastruktur yang setara dengan negara-negara tax haven dan global financial hub tersebut.

Yusuf menilai mendorong family office berpotensi melemahkan upaya mengungkap dan mengenakan pajak ke orang super kaya, yang gagal dilakukan oleh kebijakan tax amnesty.

Terlepas dari berbagai reformasi perpajakan yang dikeluarkan selama era pemerintahan Presiden Jokowi, terutama tax amnesty pada 2016-2017, sambungnya, kinerja penerimaan perpajakan tidak banyak berubah.

Karena itu, alih-alih mencoba mendorong family office, ia mengatakan pemerintah sebaiknya serius menaikkan penerimaan perpajakan dari kelas terkaya, yang selama ini cenderung luput dari pengenaan pajak (under tax).

“Pemerintah lebih baik serius mengejar kewajiban pajak warga negara super kaya kita yang banyak menyembunyikan kekayaan nya di negara-negara tax haven dan global financial hub tersebut,” katanya.

Sumber :https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240709061806-92-1119019/manjurkah-family-office-tarik-investasi-masuk-ri-seperti-klaim-luhut/2