KedaiPena.com – Menanggapi langkah Bank Indonesia yang akan mulai menerapkan Payment ID, Peneliti IDEAS Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini harus disikapi dengan kehati-hatian tinggi.
Salah satu yang disoroti adalah adanya potensi profiling sosial dan ekonomi secara masif terhadap masyarakat. Dengan data transaksi yang terpusat, sistem ini memiliki kemampuan untuk melacak pola konsumsi, gaya hidup, lokasi aktivitas ekonomi, bahkan sampai mengklasifikasikan status ekonomi individu.
“Tanpa adanya regulasi yang jelas dan transparan, hal ini bisa membuka ruang terjadinya diskriminasi, misalnya melalui penilaian risiko kredit yang tidak adil atau pembatasan akses terhadap layanan keuangan berdasarkan profil seseorang,” kata Sri, Minggu (10/8/2025).
Selain itu, lanjutnya, sistem ini juga membawa risiko keamanan digital yang serius. Ketergantungan pada satu sistem terpusat menjadikan infrastruktur keuangan sangat rentan apabila terjadi kesalahan teknis atau serangan siber.
“Kami menyoroti ancaman nyata seperti pemblokiran akun massal karena kesalahan algoritma, kebocoran data pribadi oleh pihak ketiga, serta penyalahgunaan informasi oleh oknum internal. Ketidakjelasan mengenai standar keamanan dan mekanisme akuntabilitas hanya akan memperbesar risiko tersebut, dan dapat menggerus kepercayaan publik terhadap sistem ini,” paparnya.
Ia menambahkan, bahwa IDEAS juga merasa perlu untuk menyoroti aspek hak-hak sipil dan privasi. Sri menekankan dalam sistem yang memungkinkan pemantauan transaksi secara real-time, masyarakat kehilangan ruang privat dalam aktivitas ekonomi mereka.
“Hal ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan menciptakan chilling effect, yaitu keengganan masyarakat untuk bertransaksi karena merasa terus diawasi,” kata Sri lebih lanjut.
Ia pun mengkhawatirkan, kebijakan ini juga memiliki potensi penyalahgunaan data untuk tujuan politik, seperti pemantauan aktivitas organisasi sipil atau tekanan terhadap kelompok tertentu yang dianggap berseberangan dengan kepentingan kekuasaan.
“Oleh karena itu, kami mendesak agar proses implementasi kebijakan ini dilakukan secara transparan, inklusif, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Pemerintah, bersama lembaga terkait seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, harus membuka ruang dialog yang luas dengan publik, termasuk melalui sosialisasi yang menyeluruh agar masyarakat memahami manfaat, mekanisme, dan potensi risiko dari sistem ini,” ungkapnya.
Selain itu, regulasi perlindungan data pribadi harus ditegakkan secara ketat, dan perlu adanya mekanisme pengaduan dan koreksi data agar masyarakat memiliki kontrol terhadap informasi pribadinya. Yang tak kalah penting, sistem ini harus diawasi oleh lembaga independen yang memiliki akuntabilitas penuh dan bebas dari konflik kepentingan.
Sri menyatakan dari sisi dampak langsung, sistem integrasi satu data dapat memberikan sejumlah keuntungan, seperti proses transaksi keuangan yang lebih cepat, aman, dan efisien. Penyaluran bantuan sosial bisa dilakukan dengan lebih akurat dan tepat sasaran, karena data masyarakat terintegrasi secara digital. Selain itu, pengawasan fiskal oleh pemerintah juga dapat dilakukan secara menyeluruh dan real-time, yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal dan mencegah penyalahgunaan anggaran.
Namun, dari sisi dampak tidak langsung, masyarakat juga menghadapi risiko besar yang tak boleh diabaikan. Seperti yang telah kami singgung sebelumnya, privasi masyarakat menjadi salah satu korban utama dari sistem ini. Dengan transaksi keuangan yang bisa dipantau secara real-time, setiap langkah ekonomi individu dapat diawasi, menciptakan ketidaknyamanan yang mendalam.
“Dampak lain yang juga kami soroti adalah kemungkinan penyalahgunaan data untuk tujuan non-keuangan, seperti tekanan politik terhadap kelompok atau individu tertentu. Ketika data keuangan digunakan untuk membaca kecenderungan politik, pola aktivitas organisasi, atau bahkan potensi perlawanan terhadap kekuasaan, maka integrasi data bukan lagi sekadar alat efisiensi, melainkan menjadi instrumen kontrol sosial yang berbahaya,” ungkapnya lagi.
Terakhir, dari sisi keamanan, masyarakat harus menanggung risiko bila terjadi serangan siber atau kesalahan sistem. Bila sistem ini diretas atau terjadi kerusakan data, masyarakat bisa kehilangan akses terhadap layanan keuangan atau bahkan bantuan sosial yang seharusnya mereka terima.
“Tanpa perlindungan dan sistem pemulihan yang jelas, masyarakat akan menjadi pihak yang paling rentan terdampak,” pungkas Sri.
Sumber: https://www.kedaipena.com/bi-terapkan-payment-id-ideas-hilangnya-ruang-privat-dalam-aktivitas-ekonomi/