Policy Brief – Evaluasi Ekonomi Mudik 2017

[featured_image]
Download
Download is available until [expire_date]
  • Version
  • Download 51
  • File Size 1.80 MB
  • File Count 1
  • Create Date Juli 17, 2017
  • Last Updated Juli 17, 2017

Policy Brief - Evaluasi Ekonomi Mudik 2017

Beberapa waktu lalu kita baru saja menyaksikan salah satu fenomena terbesar negeri ini, mudik. Bagi masyarakat perantau, mudik adalah sebuah kewajiban. Ia adalah cermin nyata kenangan akan kampung halaman dan penyambung utama silaturahmi dengan kerabat yang memberi energi baru untuk melanjutkan kehidupan di tanah perantauan. Spiritualitas mudik ini kemudian bertemu dengan semangat relijius Ramadhan dan Idul Fitri, khususnya memohon maaf dan berbakti kepada orang tua. Kombinasi migrasi dan Idul Fitri di Indonesia ini kemudian menciptakan mudik sebagai salah satu event ritual rutin tahunan terbesar di dunia.
Bersamaan dengan mudik, triliunan rupiah uang mengalir setiap tahun-nya ke daerah asal pemudik yang menggerakkan roda perekonomian lokal, memberi jaminan sosial dan melepaskan penduduk dari kemiskinan, walau mungkin temporer. Perekonomian nasional juga bergerak seiring pergerakan puluhan juta manusia, terutama melalui jalur konsumsi seperti di sektor transportasi, komunikasi, perdagangan, hotel, dan restoran.Dari satu perspektif, mudik adalah fenomena sosial yang positif. Mudik memberi andil yang besar dalam menjaga nilai-nilai kekeluargaan, solidaritas, dan harmoni sosial. Mudik juga menjaga nilai-nilai kultural antara pemudik dengan daerah asal-nya. Dampak ekonomi mudik juga tidak bisa dipandang remeh.

Kesenjangan pembangunan kota

Perkembangan pesat kota dan wilayah aglomerasi telah menarik puluhan juta migran, terutama tenaga kerja terdidik dan terlatih, meninggalkan daerah miskin sehingga menjadi semakin tertinggal brain drain. Tenaga kerja terdidik memiliki eksternalitas positif yang tinggi bagi masyarakat, seperti penyediaan barang dan jasa publik yang bermutu, transfer teknologi, dan kebijakan publik yang tepat, dan semua hal ini hilang ketika mereka bermigrasi.

Derap pembangunan di daerah maju tidak menyebarkan manfaat spread effect, namun justru menghisap sumber daya daerah miskin sehingga pendapatan semakin terkonsentrasi di daerah-daerah kaya backwash effect, membuat daerah tertinggal tak pernah mampu mengejar ketertinggalannya.

Inilah wajah asli mudik. Ia adalah wajah kegagalan kita menciptakan pembangunan yang berkeadilan, antara Jawa dan luar Jawa, antara kota dan desa, antara sektor modern dan sektor tradisional. Mudik adalah wajah kegagalan kita mentransformasi sektor pertanian  menjadi sektor agroindustri modern berdaya saing tinggi. Mudik adalah wajah kegagalan kita menciptakan pusat pertumbuhan dan sumber keunggulan baru perekonomian.

Mudik adalah wajah kegagalan kita menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kemanusiaan secara merata di semua wilayah, sehingga memaksa puluhan juta orang berdiaspora bahkan hingga ke ujung belahan dunia, meninggalkan sanak keluarga untuk sekedar menyambung hidup. Mudik adalah wajah kegagalan kita mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial.