Ekonomi Kurban 2019

Bulan Dzulhijjah tidak hanya bulan penuh keutamaan amal ibadah, namun juga bulan yang penuh dengan potensi ekonomi ummat. Dua ibadah utama di bulan Dzulhijjah, haji dan kurban, tidak hanya berdimensi spiritual dan sosial, namun juga ekonomi. Sebagaimana haji, kurban adalah salah satu bentuk ibadah utama bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan secara material. Dan sebagaimana pula potensi ekonomi haji, potensi ekonomi kurban selama ini juga cenderung belum tergarap optimal sebagai kekuatan ekonomi ummat.

Hingga kini, tidak ada data resmi tentang jumlah dan nilai hewan ternak yang dikurbankan setiap tahunnya di Indonesia. Pelaksanaan kurban dilakukan terdesentralisasi oleh ratusan ribu panitia kurban lokal temporer yang tersebar di seluruh negeri, berbasis masjid, musholla, pesantren, hingga lembaga pendidikan dan perusahaan.

Dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian Pertanian telah mengestimasi jumlah kebutuhan hewan kurban setiap tahunnya. Terakhir, Kementerian Pertanian mengestimasikan kebutuhan hewan kurban tahun 2018 lalu mencapai 1,5 juta ekor, terdiri dari 462 ribu sapi, 10 ribu kerbau, 793 ribu kambing dan 239 ribu domba.

IDEAS telah merintis estimasi potensi ekonomi kurban di Indonesia sejak 2 tahun yang lalu (Republika, 14 September 2017, hal. 19). Untuk tahun 2019 ini, IDEAS memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia mencapai Rp 28,4 triliun, yang berasal dari 3,5 juta orang pekurban (shahibul qurban).

Besarnya potensi kurban Indonesia yang pada 2019 kami perkirakan mencapai Rp 28,4 triliun, jika dapat terkelola dengan baik, semestinya akan menjadi kekuatan ekonomi yang signifikan, yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mustahik namun juga berpotensi besar memberdayakan peternak hewan kurban, yang secara umum tingkat kesejahteraannya juga rendah. Jika manfaat dari potensi ekonomi kurban sebagian besar dinikmati oleh kelompok miskin, kurban tidak hanya menjadi pranata agama dan sosial, namun juga pranata ekonomi yang mensejahterakan.