Corona, Lembaga Studi Prediksi RI Tarik Utang Rp1.439 Triliun

Ilustrasi: CNN Indonesia/Safir Makki

CNN Indonesia — Lembaga studi Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menyoroti tumpukan utang di wajah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) usai berakhirnya pandemi virus corona atau covid-19. Tumpukan utang tak hanya berasal dari penerbitan utang baru, namun juga beban bunga dan pembayaran pokok.

Direktur IDEAS Yusuf Wibisono memperkirakan pemerintah akan menarik utang mencapai Rp1.439,8 triliun di masa pandemi corona. Estimasi ini jauh lebih tinggi dari realisasi penambahan utang baru oleh pemerintah dari tahun-tahun sebelumnya.

Misalnya pada 2014, jumlah penambahan utang baru pemerintah mencapai Rp222,4 triliun dan penambahan utang sebanyak Rp938 triliun pada 2019. Utang tak hanya digunakan untuk membiayai penanganan dampak pandemi corona, namun juga menutup lesunya penerimaan perpajakan di tengah tekanan ekonomi.

“Disiplin fiskal yang rendah membuat ketergantungan pada utang terus meningkat dan kian menghebat di masa pandemi. Penarikan utang yang masif di masa pandemi dipastikan akan meningkatkan beban utang secara signifikan di masa depan,” ucap Yusuf dalam studi IDEAS, Kamis (14/5).

Dari estimasi kebutuhan utang tersebut, IDEAS memperkirakan total utang pemerintah akan meningkat mulai tahun ini hingga tahun-tahun berikutnya. Sebab, total utang pemerintah setidaknya sudah menembus Rp5.192 triliun pada Maret 2020 atau naik dua kali lipat dari Rp2.601 triliun pada Oktober 2014.

“Pada akhir tahun ini, total utang pemerintah diperkirakan akan mencapai Rp5.784 triliun atau 34,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” katanya.

Pasalnya, rata-rata total utang baru pemerintah meningkat sekitar Rp138,2 triliun per bulan selama Januari-Maret 2020 atau empat kali lebih tinggi dari rata-rata utang baru sebesar Rp35,2 triliun pada Juli 2013 sampai Desember 2019. Begitu pula bila dibandingkan dengan periode Juli 2009 sampai Juni 2013 dengan rata-rata penambahan utang Rp8,9 triliun.

“Utang bukanlah tanpa biaya, bahkan sangat mahal. Beban bunga utang melonjak hampir empat kali lipat dalam satu dekade terakhir,” ungkapnya.

IDEAS mencatat beban utang setidaknya sudah meningkat dari Rp88,4 triliun pada 2010 menjadi Rp335,2 triliun pada 2019. Begitu pula dengan pembayaran cicilan pokok utang yang melebihi empat kali lipat, dari Rp127 triliun menjadi Rp539 triliun.

Yusuf mengatakan peningkatan beban utang dan cicilan pokok terjadi karena terhimpit penerimaan pajak yang tak selalu meningkat signifikan setiap tahunnya. Sebagai gambaran, beban utang sekitar 12,2 persen dari penerimaan pajak pada 2010.

Lalu meningkat jadi 22,9 persen dari penerimaan pajak pada 2020. Sementara cicilan pokok utang akan meningkat dari sekitar 17,6 persen dari penerimaan pajak pada 2010 menjadi 36,9 persen pada 2020.

“Beban bunga utang dan cicilan pokok utang akan mencapai 59,6 persen dari penerimaan pajak pada tahun ini. Pembuatan utang baru menjadi terbenarkan dan bahkan seolah menjadi tugas mulai, terlebih kini di masa pandemi,” tuturnya.

Masalahnya, kebijakan fiskal negara tidak hanya dirancang untuk kelangsungan belanja pada tahun ini, namun juga tahun-tahun berikutnya. Untuk itu, menurutnya, pemerintah tetap harus memberi perhatian dan menjalankan kebijakan utang yang tidak memberatkan jalan Indonesia di masa depan.

Salah satunya, dengan memprioritaskan pendanaan anggaran yang berbasis filantropi atau sumbangan, sehingga bukan utang komersial secara murni. Dengan begitu, jumlah utang, beban bunga, dan cicilan pokok tidak terlalu menumpuk di wajah APBN mendatang.

“Di kala krisis, motivasi filantropi harus dan dapat digugah dengan menekankan pada transparansi, tata kelola, dan akuntabilitas penggunaan dana untuk penanggulangan pandemi dan perlindungan kelompok miskin. Misalnya, socially responsible investment (SRI) bond dan sukuk wakaf (cash-waqf linked sukuk),” pungkasnya.


Artikel asli: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200514130034-532-503330/corona-lembaga-studi-prediksi-ri-tarik-utang-rp1439-triliun