Industri perbankan syariah nasional diguncang oleh wacana penghapusan kewajiban spin off (pemisahan) Unit Usaha Syariah (UUS) dari induk BUK (Bank Umum Konvensional)-nya pada 2023 sebagaimana amanat UU No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Wacana penghapusan kewajiban spin off ini dibawa RUU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) di Pasal 68 ayat (1), yang mempertahankan kewajiban spin off bagi UUS yang aset-nya telah mencapai 50 persen dari induk BUK-nya, namun menghapus kewajiban spin off maksimal 15 tahun setelah berlakunya UU No. 21/2008.
Dengan kata lain, RUU P2SK membuat spin off tidak memiliki batas waktu dan karenanya menjadi BUS (Bank Umum Syariah) tidak lagi menjadi keharusan sepanjang aset UUS tidak mencapai 50 persen dari induk BUK-nya. Keharusan mempersiapkan modal inti minimum setidaknya Rp 3 triliun untuk BUK bank induk dan Rp 1 triliun untuk BUS hasil spin off, di tengah dampak pandemi yang masih belum berlalu, menjadi alasan utama ketidaksiapan spin off meski UU No. 21/2008 telah memberi tenggat waktu hingga 15 tahun.