Kenaikan harga minyak dunia sejak awal 2022 telah melonjakkan beban subsidi dan kompensasi energi di APBN 2022 dari semula Rp 162,0 triliun menjadi Rp 510,1 triliun. Dengan kata lain, perubahan asumsi harga minyak mentah dari US$ 63 per barrel menjadi US$ 100 per barrel, memberi tambahan beban keuangan Rp 348,1 triliun.
Namun sebenarnya, di saat yang sama, seiring Indonesia adalah eksportir utama komoditas seperti sawit, batu bara hingga nikel, kenaikan harga komoditas global juga telah meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, diperkirakan Rp 420,1 triliun.
Kenaikan pendapatan negara dari lonjakan harga komoditas lain sebesar Rp 420,1 triliun secara jelas sangat memadai untuk menutupi lonjakan beban subsidi energi sebesar Rp 348,1 triliun.
IDEAS menyimpulkan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi sejatinya lebih mencerminkan politik anggaran pemerintah dibandingkan karena kenaikan harga minyak dunia.
Sejumlah faktor yang berkontribusi pada pilihan politik anggaran ini yaitu tertutup-nya peluang menambah utang secara radikal seiring berakhirnya relaksasi batas defisit 3 persen dari PDB pada 2023, insensitifitas belanja publik terikat terutama pembayaran bunga utang dan belanja birokrasi, dan rendahnya sense of crisis yang terlihat jelas dari keengganan menunda pembangunan mega-proyek yang tidak mendesak seperti IKN.