Hingga kini, setiap kali harga minyak internasional bergejolak tajam dan beban subsidi BBM membengkak tak tertahankan, setiap kali itu pula energi bangsa ini terkuras. Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada 3 September 2022 lalu, ditengah tekanan harga domestik dan usaha rakyat yang baru pulih pasca pandemi, jelas adalah pilihan kebijakan yang tak populer dan beresiko tinggi. Kenaikan harga minyak dunia sejak awal 2022 menjadi alasan utama karena telah melonjakkan beban subsidi dan kompensasi energi di APBN 2022.
Urgensi Reformasi Subsidi
Subsidi atas komoditas yang dipandang penting bagi masyarakat miskin (commodity subsidies), terutama subsidi energi, selalu kontroversial terkait ketepatan sasaran-nya. Sejak lama, berlimpah bukti empiris yang menunjukkan bahwa subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kelas menengah-atas dibandingkan kelompok miskin. Terkini, berdasarkan Susenas Maret 2021, kami menemukan hal serupa: subsidi BBM sangat tidak tepat sasaran. Kami mengestimasi 40 persen kelas terbawah hanya menikmati 19,5 persen BBM bersubsidi, sedangkan 40 persen kelas menengah dan 20 persen kelas teratas menikmati masing-masing 45,8 persen dan 34,7 persen. Hal serupa juga terjadi pada subsidi LPG 3 Kg, dimana kelas 40 persen termiskin menikmati hanya 32,4 persen LPG bersubsidi.