TEMPO.CO, JAKARTA-KERESAHAN para pemilik penggilingan padi di Banten atas dominasi pembelian gabah oleh PT Wilmar Padi Indonesia masih berlanjut. Meski telah berkali-kali berdemonstrasi dan bertemu dengan perwakilan perusahaan, para pengusaha huler skala kecil dan menengah itu merasa belum puas.
“Sampai sekarang belum ada solusi,” kata Sekretaris Komunitas Penggilingan Padi Se-Banten, Suheludin, kepada Tempo, Kamis, 14 September 2023.
Protes para pemilik penggilingan padi itu bermula dari seretnya pasokan gabah ke penggilingan rakyat di Serang dan Tangerang, Banten. Pengusaha di dua daerah itu berebut pasokan gabah dari Kabupaten Pandeglang. Namun, belakangan, pasokan gabah dari sana ikut seret. “Karena para petani memilih menjual gabah ke Wilmar,” kata Suheludin.
Para pengusaha huler menuding Wilmar Padi melakukan praktik persaingan usaha tidak sehat. Selain menyerap gabah petani dalam jumlah besar dan cepat, kemampuan modal perusahaan lebih kuat sehingga bisa membeli gabah petani dengan harga tinggi. Akibatnya, pasokan gabah ke penggilingan kecil dan menengah terus berkurang.
Dalam rangkaian demonstrasi, para pemilik penggilingan sempat meminta operasi Wilmar Padi di Banten dihentikan. Namun, karena tak juga menemukan titik temu, mereka akhirnya mengubah tuntutan: mereka minta diberdayakan oleh Wilmar. “Tuntutan kami bukan lagi penghentian operasi (Wilmar).”
Paket murah beras Bulog di Pasar Induk Rau, Serang, Banten, 29 Agustus 2023. ANTARA/Asep Fathulrahman
Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat, Syaiful Bahari, mengatakan perkara tersebut harus menjadi perhatian pemerintah dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut dia, kehadiran perusahaan penggilingan padi skala besar di satu daerah memang selalu berdampak pada berkurangnya pasokan gabah kepada penggilingan rakyat.
“Industri beras besar dengan kapasitas pengeringan dan gudang-gudang yang besar sudah pasti mengambil dan menguasai pembelian gabah di petani,” kata dia.
Ia mengatakan perusahaan besar berani membeli gabah meski harganya mahal karena mereka memproduksi beras kualitas premium yang harga ecerannya jauh lebih tinggi dari beras medium. Sebaliknya, penggilingan skala kecil dan menengah yang hanya bisa memproduksi beras kualitas medium kian tertekan atas melambungnya harga gabah.
Berdasarkan catatan Badan Pangan Nasional pada pekan lalu, harga gabah di beberapa wilayah menembus Rp 7.000-7.600 per kilogram. Situasi ini turut memicu lonjakan harga beras. Panel harga Badan Pangan Nasional menunjukkan harga beras medium mencapai Rp 12.850 per kilogram, sedangkan harga beras premium Rp 14.490 per kilogram.
Syaiful meminta pemerintah melakukan intervensi untuk mengatasi kondisi ini agar penggilingan padi kecil dan menengah bisa bertahan. Salah satu usulan dia adalah adanya pembedaan harga pembelian gabah oleh pengusaha kecil dan menengah. “Harus ada regulasi yang bisa melindungi industri penggilingan rakyat.”
KPPU Pelototi Aktivitas Wilmar Padi
Dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat beberapa waktu lalu, Ketua KPPU, Afif Hasbullah, mengatakan akan mendalami penyebab kenaikan harga beras. Lembaganya mulai memanggil beberapa pelaku usaha beras untuk menanyakan kondisi di lapangan. Beberapa hal yang didalami antara lain mengenai sistem penyerapan gabah petani hingga wilayah operasi pelaku usaha. “Ada titik-titik yang perlu kami perdalam,” kata Afif.
KPPU pun, kata Afif, tengah mendalami hitung-hitungan pembentukan harga dari pelaku usaha. Ia mengerahkan kantor wilayah KPPU untuk mencari informasi dan fakta di setiap daerah. “Akan kami publish kalau informasi sudah memadai,” ujarnya.
Adapun Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, mengatakan salah satu perusahaan yang dimintai informasi adalah Wilmar Padi.
Sumber Tempo di lingkungan KPPU menceritakan, inisiatif pengkajian terhadap aktivitas bisnis Wilmar di industri penggilingan padi sudah dimulai beberapa bulan lalu. Penelitian ini dikomandoi Kedeputian Bidang Kajian dan Advokasi, yang melibatkan semua kantor wilayah perwakilan KPPU. Menurut dia, pengkajian ini dilakukan dalam rangka pengawasan.
Masuknya Wilmar di sektor usaha perberasan, terutama di tingkat penggilingan, menurut sumber tersebut, saat ini memang belum sampai menciptakan monopoli. Namun KPPU menaruh perhatian terhadap masalah ini karena khawatir struktur pasar menjadi timpang dalam jangka panjang akibat dominasi dari salah satu pelaku usaha tertentu. “Karena selama ini, setiap ada pemain besar masuk ke satu sektor, industri yang semula tata biasanya baik-baik saja menjadi bermasalah,” ujarnya. “Ini yang terjadi di industri ayam dan telur.”
Tahun lalu, harga ayam dan telur sempat melonjak tinggi. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan industri ayam domestik dikuasai dua hingga tiga perusahaan saja. KPPU kemudian mendalami kondisi tersebut dan membenarkan bahwa industri ayam dalam negeri terkonsentrasi pada empat kelompok perusahaan besar.
“Data terakhir menunjukkan struktur pasar ayam dan daging ayam berupa oligopoli,” ujar Afif, akhir September tahun lalu. Hal ini berpotensi menimbulkan pembatasan pasokan ke pasar.
Sumber Tempo tadi menyatakan ada dua potensi masalah jika guncangan di industri penggilingan padi ini dibiarkan. Jika benar kelak ada pemain besar mendominasi pasar, monopsoni bisa terjadi, yakni akses penjualan dikuasai satu pelaku usaha yang kemudian rawan mengendalikan harga. Di sisi lain, jika pelaku industri penggilingan padi skala kecil-menengah mati dan digantikan oleh banyak pemodal besar, kerawanannya bisa membentuk kartel yang juga rawan menimbulkan kesepakatan penetapan harga (price fixing).
Karena itu, kata sumber tersebut, target utama pengkajian atas industri beras ini bukan penindakan, melainkan kebijakan. “Bagaimanapun, masalah sudah terjadi di lapangan, jadi penting kebijakan pemerintah untuk mencegah risiko-risiko di struktur industri perberasan,” ujarnya.
Petani menggiling padi di Desa Bandung, Pandeglang, Banten, 8 September 2023. ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Sulit Membuktikan Monopoli
Soal dugaan persaingan usaha tidak sehat itu, General Manager Kawasan Industri Terpadu Wilmar Serang, Tenang Sembiring, membantah melakukan praktik monopoli beras. Ia mengklaim perusahaannya saat ini hanya menyerap 2,5 persen dari keseluruhan produksi padi yang ada di wilayah Banten.
Menurut Tenang, selama Januari hingga Agustus 2023, jumlah gabah petani yang diserap perusahaannya sebesar 69,8 ribu ton. Sementara itu, produksi gabah di Banten diperkirakan berada di angka 1,5 juta ton.
“Jadi, bagaimana kami bisa melakukan monopoli dan menentukan harga, sementara supplier kami juga berasal dari penggilingan padi di wilayah ini,” kata dia dalam keterangan tertulis yang dirilis Badan Pangan Nasional. Sebagai catatan, Wilmar mulai berproduksi di Banten pada 2022.
Tenang juga memaparkan, selama Agustus lalu, gabah kering panen yang diserap Wilmar Serang hanya 5 persen dari rerata realisasi produksi, atau sekitar 200 ton per hari. Bahkan, sejak pekan pertama Agustus 2023, perseroan hanya menyerap 1.750 metrik ton gabah.
“Kami akan stop suplai beras karena tidak ada lagi stok gabah per hari ini. Hanya ada stok 350 metrik ton,” ujarnya.
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Ayip Said Abdullah, mengatakan wajar jika perusahaan penggilingan besar lebih mudah menyerap gabah petani. “Harga saat ini sudah melebihi harga pembelian pemerintah,” kata Ayip.
Kondisi itu, kata dia, diperparah dengan adanya penurunan angka produksi gabah akibat El Nino. Produksi gabah pada tahun ini diprediksi turun 5 persen.
Peneliti dari Center of Reform on Economics Indonesia, Eliza Mardian, mengatakan kondisi itu bak dua sisi koin. Di satu sisi, kemampuan perusahaan besar membeli gabah dengan harga tinggi menguntungkan petani. Namun, di sisi lain, hal ini akan membuat penggilingan rakyat kalah bersaing. Aksi pembelian besar-besaran oleh korporasi itu pun rentan memicu spekulasi di pasar.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies, Yusuf Wibisono, mengatakan pembelian gabah dengan harga tinggi oleh perusahaan besar bisa berujung pada praktik monopoli jika ada bukti mereka melakukan aksi beli rugi—membeli gabah dengan harga tinggi hingga menanggung rugi—agar pesaingnya bangkrut.
Namun, ia melanjutkan, pembuktian dugaan predatory pricing oleh Wilmar sulit dilakukan, mengingat saat ini pasokan gabah terbatas. “Sehingga wajar jika harga naik,” kata dia.
Langkah terbaik yang perlu ditempuh pemerintah, menurut Yusuf, adalah membatasi harga jual beras premium yang diproduksi oleh pabrik besar. Di sisi lain, pemerintah harus secepatnya membantu penggilingan padi skala kecil dan menengah agar mampu bersaing dengan pabrik besar.
Sumber: https://koran.tempo.co/read/berita-utama/484467/indikasi-monopoli-penggilingan-padi