Jelang pilpres 2024, untuk mengejar cita Indonesia Emas 20245, para pasangan capres-cawapres menargetkan pertumbuhan tinggi 2025-2029. Pasangan Anies-Muhaimin menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5-6,5%, Prabowo-Gibran 67%, dan Ganjar-Mahfud bahkan 7,5-8%. Target tinggi para capres untuk meruntuhkan “kutukan” pertumbuhan 5% yang kita alami dalam 2 dekade terakhir ini tentu positif untuk menghindari pudarnya peluang Indonesia untuk naik kelas menjadi negara maju.
Namun ketiadaan narasi besar membuat target optimistis tersebut menjadi tidak kredibel, bahkan terlihat utopis. Dua pasang capres bahkan tidak membawa narasi baru, hanya sekadar melanjutkan kepemimpinan saat ini. Padahal untuk mengejar target pertumbuhan 6% saja, kita membutuhkan narasi dan gagasan besar baru, terlebih lagi jika ingin mengejar target pertumbuhan 7% atau bahkan 8%. Strategi pembangunan saat ini tak mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi kita dalam 10 tahun terakhir ini. Dalam 10 tahun terakhir, ketika kita menikmati bonus demografi sejak 2012 dengan periode puncaknya pada 2020 2030, pertumbuhan ekonomi kita justru semakin turun dari dekade sebelumnya.
Pada 2005 – 2014, rerata pertumbuhan ekonomi kita 5,8%, dan jika kita tidak perhitungkan krisis global 2008, bahkan mampu mencapai 5,9%. Namun pada 10 tahun terakhir, pada 2015 – 2024, rerata pertumbuhan ekonomi kita diperkirakan hanya di kisaran 4,2%. Andaipun kita keluarkan periode pandemi 2020-2021, rerata pertumbuhan ekonomi kita tetap diperkirakan hanya akan menca- pai kisaran 5,1%, jauh dari target 7%, dan bahkan lebih rendah dari periode Presiden SBY.
Opini ini terbit di Investor Daily Edisi Selasa, 05 Desember 2023
Silahkan unduh PDF nya untuk lihat ulasan lengkapnya.