Ancaman Defisit Anggaran

KORANTEMPO, JAKARTA — Kebutuhan dana jumbo Rp 450 triliun untuk program makan siang dan susu gratis akan mempersempit ruang fiskal pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mendatang dan tahun-tahun berikutnya. Alokasi dana untuk memenuhi program tersebut diperkirakan 2,4 persen dari belanja pemerintah pusat sepanjang tahun depan.

“Beban tersebut semakin melambung seiring dengan kebutuhan anggaran program secara penuh pada tahun selanjutnya,” kata Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono kemarin, 27 Februari 2024.

Sesuai dengan proyeksi tim pakar dari calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, program makan siang dan susu gratis akan dijalankan bertahap. Pada tahun pertama diperlukan pendanaan sebesar Rp 100-120 triliun. Untuk selanjutnya, kebutuhan program memerlukan pendanaan skala penuh hingga Rp 450 triliun tiap tahun.

Adapun untuk tahun awal, menurut tim Prabowo-Gibran, dari sekitar Rp 120 triliun kebutuhan dananya, APBN hanya perlu membiayai 50-60 persen atau sekitar Rp 50-60 triliun. Artinya, nilai tersebut sekitar 2,4 persen dari total belanja pemerintah pusat pada APBN 2024 yang mencapai Rp 2.467,5 triliun.

Menurut Yusuf, tanpa kenaikan rasio pajak yang signifikan, pelaksanaan program makan siang gratis ini akan berimplikasi pada dua hal. Pertama, kenaikan utang pemerintah dan defisit anggaran. Kedua, pemotongan anggaran belanja tidak terikat (discretionary spending) seperti belanja infrastruktur atau belanja bantuan sosial. Dengan rasio pajak yang rendah dan stagnan dalam 10 tahun terakhir, pemerintah tidak memiliki kemewahan ruang gerak fiskal untuk mengakomodasi program-program populis secara berlebihan.

“Anggaran pemerintah yang terbatas seharusnya lebih diprioritaskan untuk menambah alokasi dana ke pos belanja yang memberi dampak ekonomi yang luas dan berkelanjutan,” kata Yusuf.

Dia mengatakan, dari semua alokasi belanja pemerintah pusat, ruang fiskal tersisa saat ini adalah pembangunan infrastruktur, subsidi energi, dan kompensasi energi serta bantuan sosial. Menurut Yusuf, pemerintah berpotensi menanggung defisit anggaran melebar dan mendekati batas 3 persen dari PDB (produk domestik bruto) jika tak menekan belanja tidak terikat seperti belanja infrastruktur, belanja subsidi, atau belanja sosial. Musababnya, ruang fiskal belanja pemerintah sudah diisi proyek mercusuar seperti Ibu Kota Negara (IKN) yang membutuhkan dana tidak sedikit.

“Masuknya program makan siang gratis di APBN 2025 berpotensi meningkatkan defisit anggaran hingga kisaran 2,8 persen dari PDB. Hal ini tentu berisiko bagi keberlanjutan fiskal yang baru saja pulih pasca-pandemi,” kata Yusuf.

Dia menuturkan setidaknya ada dua alasan pemangkasan anggaran infrastruktur, subsidi, atau bantuan sosial sebagai imbas dari program makan siang gratis. Pertama, sulitnya menaikkan ruang fiskal dengan meningkatkan rasio pajak. Rasio pajak tercatat turun dari 2022 mencapai 10,4 persen dan 10,2 persen pada tahun lalu. “Pada 2024 ini diperkirakan tax ratio masih di kisaran 10-10,2 persen dari PDB.“

Kedua, kenaikan ruang fiskal dengan menambah defisit anggaran dan utang pemerintah akan ditentang banyak pihak. Pasalnya, defisit anggaran yang mendekati 3 persen dari PDB menurunkan kredibilitas fiskal dan meningkatkan biaya utang di masa depan. Stok utang pemerintah juga masih tinggi dan perlu terus diturunkan menuju batas yang lebih aman.

Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/487485/efek-program-makan-siang-dan-susu-gratis