KORANTEMPO, JAKARTA – Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan program makan siang dan minum susu gratis sangat berat untuk ditanggung APBN 2025. Sebagai anggaran transisi, APBN 2025 juga harus mengakomodasi warisan proyek Presiden Joko Widodo, seperti Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) dan proyek strategis nasional (PSN), yang belum selesai. Pada tahun ini, porsi kas negara untuk pembangunan IKN mencapai Rp 40,6 triliun. Sedangkan anggaran untuk kelanjutan PSN 2024 ditaksir Rp 45,7 triliun.
Yusuf menuturkan saat ini belanja pemerintah pusat sudah dipenuhi beban belanja “terikat” (non-discretionary spending), seperti gaji aparatur sipil negara, transfer ke daerah, dan pembayaran bunga utang pemerintah. Belanja pemerintah pusat yang terbesar adalah belanja pegawai, rata-rata sekitar 21,3 persen dari total belanja. Selanjutnya, diikuti belanja barang sekitar 21,1 persen, dan pembayaran bunga utang rerata sekitar 17,7 persen dari total belanja pemerintah pusat.
Yusuf khawatir program makan siang gratis memicu kenaikan utang pemerintah. Padahal beban utang telah berada pada tingkat yang sangat memberatkan. Pada 2005-2014, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beban bunga utang dan cicilan pokok utang yang jatuh tempo rata-rata mencapai 32,9 persen dari penerimaan perpajakan setiap tahun. Pada 2015-2022, pada era Presiden Jokowi, angka ini melonjak menjadi 47,4 persen.
Menurut Yusuf, di tengah situasi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian dan upaya mengejar target Indonesia Emas 2045, anggaran pemerintah yang terbatas seharusnya difokuskan sebagai counter-cycle policy. Counter-cycle policy adalah kebijakan yang ditujukan melawan pelemahan perekonomian dengan cara mendorong belanja pemerintah yang memberikan multiplier effect terbesar pada perekonomian. Salah satunya belanja modal dan transfer pendapatan ke kelompok miskin.
Sumber :https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/487482/mengapa-program-makan-siang-dan-susu-gratis-bermasalah