Ekonom: Sulit Berharap 4 Menteri Ungkap Politisasi Bansos di Sidang MK Hari Ini, Jika…

Sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli pihak terkait atau Kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Gedung MK, Jakarta pada Kamis, 4 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari

TEMPO.COJakarta – Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menilai kehadiran 4 menteri dalam sidang gugatan pilpres di Mahkamah Konstitusi atau MK memiliki signifikansi untuk menilai permasalahan politisasi bantuan sosial atau bansos.

Selain itu, hakim MK juga memiliki peran penting dalam menggali keterangan dari keempat menteri tersebut hari ini.

“Tanpa pendalaman yang substantif dari hakim MK, sulit berharap 4 menteri ini akan mengungkapkan secara terbuka politisasi bansos,” kata Yusuf dalam pesan WhatsApp kepada Tempo, Jumat, 5 April 2024.

Keempat menteri tersebut adalah Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Yusuf menjelaskan Sri Mulyani harus dikejar keterangannya soal alasan anggaran bansos terus meningkat dan sedemikian masif menjelang pilpres padahal tidak ada kegentingan ekonomi yang luar biasa.

Menurut ekonom itu, melonjaknya cakupan dan besaran bansos, baik bansos reguler seperti PKH dan BPNT (bansos sembako) maupun bansos reguler, bukan untuk menanggulangi kemiskinan, melainkan memiliki motif kepentingan elektoral.

“Bansos yang besar dan berkelanjutan, rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik pragmatis jangka pendek: menjadi arena perburuan rente ekonomi sekaligus mendapatkan simpati publik untuk kepentingan elektoral penguasa,” ujarnya.

Lebih lanjut, Yusuf juga menyampaikan bahwa Muhadjir Effendy dan Tri Rismaharini harus digali keterangannya tentang jumlah dan sebaran penerima bansos. Hakim MK, jelas Yusuf, perlu mempertanyakan alasan penyaluran bansos tidak seluruhnya dilakukan melalui Kemensos alasan seremonial penyerahan bansos harus langsung dilakukan Presiden dan menteri dari parpol.

Selain itu, menurut Yusuf, hakim MK perlu menanyakan kepentingan yang sangat mendesak sehingga harus digulirkan bansos ad-hoc jelang pilpres kepada Muhadjir dan Risma.

“Apakah benar ada kepentingan yang sangat mendesak sehingga harus digulirkan bansos ad-hoc jelang pilpres? Apakah bansos reguler sangat tidak mencukupi sehingga harus ada bansos ad-hoc?” tuturnya.

Tak hanya itu, ia menjelaskan, hakim MK harus menanyakan soal fenomena electoral budget cycle yang sangat vulgar dalam pilpres kali ini kepada Airlangga Hartarto dan Sri Mulyani.

Ia menjabarkan bahwa anggaran perlindungan sosial (perlinsos) meningkat signifikan pada masa pandemi, dari Rp 308 triliun pada 2019 menjadi Rp 498 triliun pada 2020, yakni tumbuh 61,5 persen. Namun, setelahnya anjlok, turun -6,0 persen pada 2021, lalu turun -1,6 persen pada 2022, dan kemudian diproyeksikan turun -4,7 persen pada 2023 ini.

“Barulah jelang pemilu 2024 anggaran perlinsos naik, dari Rp 439 triliun pada 2023 menjadi Rp 494 triliun pada APBN 2024, tumbuh 12,4 persen,” ucapnya.

Sebelumnya, dalam sidang lanjutan pada Senin, 1 April 2024, Ketua MK Suhartoyo memastikan majelis hakim akan memanggil 4 menteri dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Dia mengatakan MK akan menjadwalkan pemanggilan para menteri tersebut pada Jumat, 5 April 2024.

Sumber :https://bisnis.tempo.co/read/1853544/ekonom-sulit-berharap-4-menteri-ungkap-politisasi-bansos-di-sidang-mk-hari-ini-jika